4.8 ; Jeno

331 78 17
                                    

- ending fairy -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- ending fairy -

Perempuan berambut hitam berbalut hoodie putih kini berjalan di tepian sambil menundukkan kepalanya. Jeje lapar, dan Jaehyun belum pulang ditambah lagi tidak ada bahan makanan di dalam kulkas. Ia pun memutuskan untuk pergi ke supermarket membeli sesuatu untuk mengisi perutnya.

Selama perjalanan menuju supermarket, pikiran Jeje tidak terlalu fokus. Entahlah, sekelebat bayangan tentang seseorang bernama Jiji terus menghantuinya sampai sekarang. Sebuah peristiwa-peristiwa yang membuatnya merasa dejavu berulang kali.

"Jiji adalah Jisung. Tapi, kenapa Kak Jaehyun tidak pernah menceritakan tentang dirinya? Selama tiga tahun ini, kenapa tidak ada yang memberitahu padaku tentang Jiji?" gumamnya pelan.

"Oh, apakah Renjun, Sunji, dan Yera tau akan hal ini? Aku harus menghubungi mereka kalau begitu." Jeje kini sudah memasuki supermarket tersebut. Kedua kakinya membawa Jeje menuju rak-rak yang berjejerkan bahan-bahan makanan.

Gadis itu mengambil beberapa macam sayur dan segera pergi ke kasir untuk membayarnya. Antrean untungnya tidak cukup panjang, jadi Jeje bisa pulang ke rumah lebih awal.

Langkahnya kini berhenti. Jeje mematung di tempatnya ketika mendapati Jeno ada di depannya bersama perempuan. Hatinya perih menyaksikan pemandangan itu, walaupun dia belum menyukai Jeno sepenuhnya ... itu bukan berarti, Jeno bisa seenaknya seperti ini, bukan?

Kedua matanya mulai berkaca-kaca, Jeje segera pergi dari sana dan menghiraukan teriakan dari Lee Jeno. Namun, dia kalah cepat. Pemuda itu sudah menahan lengannya sekarang. "Jeje, dengarkan aku."

"Y-ya, aku dengarkan." Jeje menyeka air matanya dengan kasar dan mengalihkan pandangannya.

"Je, lihat aku. Ini tidak seperti yang kau bayangkan!" Jeno menangkup wajah Jeje, tatapan pemuda itu begitu memelas.

"Siyeon hanya temanku. Kita tidak ada ap—"

"Aku tidak peduli kalau perempuan itu namanya Siyeon atau apalah itu. Aku hanya mau mendengar alasan darimu, kenapa kau bisa mengkhianatiku?" tanya Jeje seraya menghempas kasar kedua tangan Jeno dari wajahnya.

"Aku tidak mengkhianati dirimu! Sudah kubilang kalau dia hanya teman!" seru Jeno. Napasnya kini memburu, diikuti dengan kedua matanya yang memerah sekarang. Jeje tidak mengerti kenapa cowok ini malah marah padanya.

"Hanya teman tapi kau ... menciumnya?" cicit Jeje dengan penuh selidik. Ah sungguh, dia benci situasi seperti ini.

"Aku ... baik, aku mengakuinya! Tapi, ini semua karena dirimu. Kau tau? Aku sudah berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan hatimu, tapi apa? Nihil. Sampai saat ini, kau bahkan tidak punya perasaan sedikitpun padaku," ungkap Jeno yang berhasil menampar Jeje secara tidak langsung.

"Aku tidak mengerti dengan pikiranmu, kenapa kau tidak pernah membalas perasanku. Aku lelah dengan ini semua!" seru Jeno.

"Jeno, aku tau kau pasti lelah dengan diriku. Aku juga tau kalau kau pasti ingin menyerah dengan hubungan kita, tapi bukan ini caranya. Kalau kau memang sudah tidak sanggup, maka katakan itu. Jangan seperti ini," ujar Jeje sambil menunduk dan memainkan jemarinya.

"Aku memang belum bisa menyukaimu sepenuhnya, tapi kenapa kau tidak mau menunggu sampai perasaan itu datang?" Jeno berdecih.

"Kau pikir, batas seorang manusia itu sampai mana? Kenapa kau tidak pernah bisa melupakan Jisung sama sekali?! Bahkan saat kau tidur saja, namanya masih kau ingat! Kau pikir aku ini tidak sakit saat mendengar hal itu?!" seru Jeno yang membuat Jeje tersentak ke belakang.

"Jen—"

"Diam!"

"Hubungan kita sampai di sini saja." Tepat setelah dia mengatakan kalimat itu, Jeno pergi meninggalkan Jeje sendirian di tepi jalan. Gadis itu meratapi nasibnya sendiri, rasa perih kini menjalar di hatinya. Belum lagi ditambah dengan sesak di dada yang mulai terasa.

"Maaf, Jen." Jeje melanjutkan perjalanannya. Ia tidak mau terlalu larut dalam masalah ini, dan jangan sampai Jaehyun tahu kalau Jeno sudah mengkhianati dirinya.

Jeje menarik napasnya dalam-dalam. Kini dia mengadah, menatap langit yang membiru di sana. Kedua tangannya perlahan-lahan terkepal, ia berusaha sekuat mungkin untuk menahan rasa sakit di hatinya. Namun sulit, air mata itu kembali keluar dari tempatnya.

"Harusnya aku tidak menangis, duh Je. Dasar lemah," gumamnya sambil mengusap kasar air matanya.

"Jeje?" Yang dipanggil kini mengadah. Di depannya sosok Jisung menatap dia dengan penuh tanda tanya.

"Kau tidak apa-apa? Kenapa nangis?" tanya Jisung yang kini menatapnya khawatir.

"Tidak, hanya saja kemasukan debu tadi," alibi Jeje.

"Aku tidak sebodoh itu, Je. Kau bisa menceritakannya padaku," ujar Jisung seraya mengusap air mata yang membekas di pipi Jeje.

"Jeno ... hubunganku dan dirinya sudah berakhir. Dia mengkhianatiku," cicit Jeje. Jisung mengumpat dalam hati, amarahnya seketika muncul ketika mengetahui bahwasanya Jeno menyakiti Jeje. Ia tidak terima itu.

"Jangan menangis lagi, dia tidak pantas untuk kau tangisi," ucap Jisung sambil menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Walau Jeje belum mengingat dirinya, tapi Jisung masih bisa menghiburnya sebagai teman, bukan?

"Aku tidak mau menangis, tapi ini sulit sekali," parau Jeje sambil sesenggukan.

"Ya sudah, kita ke tempat lain aja. Jangan di sini, ada banyak orang." Jeje mengangguk patuh, dia pun mengikuti ke mana Jisung menariknya pergi.

Tak lama, mereka sampai di sebuah taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari supermarket yang tadi. Jeje dan Jisung kini duduk di bangku panjang berwarna putih, sambil terdiam.

"Sung."

"Hm?" Jisung menoleh.

"Kau ... benar-benar Jiji, kan?" Jisung mengangguk kecil.

"Aku sudah mengingat sebagian kenangan itu. Tap—akh!" Tiba-tiba saja, Jeje kesulitan bernapas. Dadanya terasa dihimpit hingga oksigen di sekitar seakan-akan menipis. Jisung yang panik segera menggendong Jeje pergi dari sana dan mencari taksi.

"Di mana inhaler punyamu?"

"A-aku tidak b—awa," ujar Jeje dengan terbata-bata.

Oh astaga.

Jisung segera naik ke dalam taksi bersama dengan Jeje yang ada di gendongannya. Mobil itu kini melaju cukup kencang di jalanan kota Seoul.

- TBC -


Haii, astaga maaf aku lupa update lagii T_T padahal kemarin udah buka wp niatnya buat up chapter ini, tapi lupa astaga:')

Okeoke, jadi gimana kabar kalian semua? Ada yang kangen ga?🌚🌝🔫

Makasih ya yang udah mampir ke chapter kali ini, semoga klean suka, bubay!!💚💚💚

Ending Fairy | Park Jisung✓Where stories live. Discover now