4.5 : can i?

362 91 5
                                    

- ending fairy -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- ending fairy -

Pemuda tinggi itu kini memandang jendela rumahnya. Helaan napas kembali terdengar kala ia membuang napas, ini masih tentang gadis itu—Jung Jeje. Jisung meraih cangkir kopi dan menyesapnya sejenak. Kini, dia sudah menjadi manusia. Bukan lagi seorang peri yang bisa mengubah segalanya dengan jentikkan jemarinya.

Jisung hanya berharap jika ramuan yang dibuat oleh Chenle bisa membuahkan hasil yang bagus nantinya. Dia juga berharap supaya Jeje bisa kembali padanya dan merajut kembali kenangan mereka yang sempat tertunda.

Jisung tidak mau kisah mereka benar-benar berakhir seperti Romeo dan Juliet. Ia ingin benang merah diantara mereka terus terjalin tanpa ada maut terlebih dahulu. Dia tidak siap jika salah satu diantara mereka harus pergi.

Jisung kini bersandar pada sofa rumahnya. Kedua mata itu kini terpejam. Namun, belum sampai lima detik ... seseorang mengetuk pintu rumahnya. Jisung segera membuka matanya dan menoleh ke arah pintu. Dengan berat hati, dia beranjak dari sofa dan membuka pintu tersebut.

Keningnya mengerut ketika mendapati sosok gadis yang baru saja dia pikirkan kini di hadapannya. "Jeje? Kenapa kau ke sini?"

Jeje tidak menjawab. Dia hanya menatap Jisung dengan penuh tanda tanya, tak lupa dengan Jwi yang ada di genggaman tangannya. "Ayo masuk dulu, kita bicara di dalam."

Jeje melangkah masuk ke dalam rumah Jisung dengan memeluk boneka bebek itu. Keduanya kini saling berhadapan, tetapi tidak ada yang bersuara. Jisung semakin bingung ketika Jeje menunduk sambil memainkan jemarinya di sana.

"Je?" Perempuan tersebut mendongak.

"Hm? Kenapa?"

"Bukannya aku yang harus bertanya seperti itu? Kau kenapa ke rumahku? Apa ada masalah?" tanya Jisung.

Jeje tidak menjawab. Dia hanya menatap pemuda itu dengan lamat. Ia sendiri lupa apa tujuannya pergi ke rumah Jisung pada tengah malam. "Sung, aku tau aku sudah sering menanyakan hal ini padamu. Tapi, maaf kali ini aku benar-benar mau menanyakan hal itu lagi."

"Apa kita belum pernah bertemu sebelum ini? Aku mohon jawab dengan jujur, aku tidak bisa seperti ini terus menerus. Aku tertekan dengan situasi seperti ini, sesuatu yang besar seakan-akan disembunyikan dariku," celoteh Jeje. Kedua matanya kini mulai berkaca-kaca.

Jisung terdiam, dia mengepalkan tangannya sendiri agar tidak terlalu terbawa suasana. Jeje tidak boleh mengetahui apapun di masa lalu sebelum obat itu benar-benar bekerja. Jisung hanya tidak mau Jeje tahu dari omongannya, tapi dia ingin gadis itu juga mengingat semuanya dengan jelas.

Jadi, percuma saja jika dia mengatakan semuanya. Vibe-nya akan berbeda.

"Tidak pernah. Jika kita memang pernah bertemu, maka aku tidak akan merasa canggung seperti ini padamu," alibi Jisung sambil tersenyum tipis.

"Katakan saja! Jeje sudah mulai mengingat kenangan kalian yang dulu, hanya saja wajahmu ... dia tidak kenal," celetuk Jwi. Untung saja hanya Jisung yang bisa mendengar suara dari boneka itu.

"Benarkah?" Jisung kini kebingungan. Hatinya begitu bimbang sekarang.

"Lalu, siapa itu Jiji?"

Jisung tercenung, darah di dalam tubuhnya berdesir ketika nama panggilannya disebutkan oleh Jeje setelah sekian lama. Jeje tertawa renyah saat raut wajah Jisung berubah di hadapannya.

"Aku tanya sekali lagi. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Tolong jawab dengan jujur," parau Jeje.

"Katakan aja! Obat itu akan bekerja lumayan cepat kok, palingan dua hari lagi Jeje akan mengingat kenangan kalian berdua."

Jisung diam. Otaknya kini berpikir keras untuk menentukan sebuah keputusan. Ia hanya berharap tidak salah menjawab. "Kita ... memang pernah bertemu."

Jeje terdiam. Entah mengapa rasa perih di hati kini menjalar, kedua matanya kembali berkaca-kaca. Bahkan, ingatan tentang sesosok pemuda polos kembali terputar di benaknya. Jeje tersenyum lirih. "Kenapa kau merahasiakannya?"

"Kau ... kenapa tidak mengatakan kalau kita pernah bertemu sebelumnya? Apa hubungan kita pada masa itu? Aku mau mengetahuinya." Jisung menggeleng kecil.

"Aku tidak bisa mengatakannya padamu," ucap Jisung.

"Kenapa? Apa kau tidak tau bagaimana tersiksanya diriku ketika bayangan orang asing muncul begitu saja di benakku?! Aku merasa begitu bersalah telah melupakan ingatan itu." Jisung tidak tega.

Tangannya kini terulur menyeka  air mata Jeje yang baru saja mengalir. Dia tidak suka melihat gadis itu menangis, apalagi karena dirinya. "Jangan menangis."

"Aku tidak mau mengatakan hal ini karena aku mau kau mengingatnya sendiri. Kita memang pernah bertemu, dan sangat dekat. Suatu hari nanti, kau pasti akan mengingatnya kembali," tutur Jisung sambil mengulas senyum manis.

"Apa ada sesuatu yang membuatku melupakan semuanya?" Jisung mengangguk.

"Apa itu?"

"Perpisahan." Satu kata yang berhasil membuat Jeje tertegun di tempatnya. Sekelebat bayangan akan dua orang yang saling mengucapkan salam perpisahan pun muncul. Rasa sesak di dadanya kini semakin menjadi. Jeje kini mengerti mengapa diantara mereka seakan-akan ada sebuah jarak.

Itu karena perpisahan.

"Kau meninggalkan diriku," parau Jeje sambil menatap sendu pemuda yang ada di hadapannya. Jisung mengangguk kecil beriringan dengan helaan napas keluar dari mulutnya.

"Tapi, kenapa? Kenapa kau pergi meninggalkan diriku? Lalu, kenapa kau kembali lagi?" Suara Jeje begitu bergetar, air mata kembali turun mengaliri pipinya. Jeje menunduk, kedua bahunya kini naik-turun menandakan dia begitu terisak.

"Maaf," ucap Jisung.

"Maaf telah membuatmu menderita selama ini. Maaf juga sudah merahasiakan sesuatu darimu, tapi percayalah padaku ... kau akan mengingat semuanya nanti," sambungnya.

"Kenapa kau baru datang menemui diriku?" Jisung segera membawa tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. Ia menepuk pelan punggung Jeje sambil mengecup singkat pucuk kepala perempuan tersebut.

"Maaf karena sudah membuatmu menunggu begitu lama."

- TBC -

UHUK.

Akhirnya ya:))) gmana? Lega gak? Wkwkwk

Apa kabar kalian semuanya? Semoga baik-baik aja dan janlup buat bahagia gais. Dah ah, bubayyyy

Ending Fairy | Park Jisung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang