0.9 : little attention

731 187 70
                                    

- ending fairy -

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

- ending fairy -

"Maaf ya, Je. Kita cuma bisa beli ini, soalnya tadi gak sempat untuk beli yang lain," ucap Yera seraya menyerahkan sebuah bungkusan plastik ke atas meja. Setelah pulang sekolah, Renjun, Sunji, dan juga Yera memutuskan untuk menjenguk ke rumah sakit sebentar.

Untuk menemani Jeje.

"Tidak apa-apa, terima kasih sudah datang ke sini. Seharusnya kalian tidak usah repot-repot begitu, oh ya. Besok ada tugas atau yang lain?" Sunji dan juga Renjun serempak menggelengkan kepalanya.

"Kita libur selama seminggu, kurang tau juga alasannya apa. Itu yang Pak Yuta ucapkan sebelum kita pulang," imbuh Yera, gadis itu kini duduk di sofa sembari membuka buku bacaannya.

"Wah, benarkah?"

"Iya, libur seminggu."

"Baguslah kalau begitu. Rencana kalian apa selama liburan?" Renjun mengedikkan bahunya, begitu juga dengan Sunji.

"Aku paling berkunjung ke rumah nenek selama beberapa hari," ucap Yera.

"Sepertinya orang tuaku akan membawaku ke Ilsan untuk beberapa waktu." Seketika Yera, Renjun, dan Jeje menatap penuh tanya ke arah Sunji. Seingat mereka, Sunji dan juga orang tuanya itu agak ... kurang akrab(?). Terlebih lagi mereka berdua itu gila kerja, makanya Sunji tinggal sendiri di rumah.

"Tumben? Maksudku kau dan orang tuamu agak—"

"Entahlah, mereka meneleponku tadi. Kutebak palingan masalah perjodohan ataupun tentang pekerjaan. Intinya, mereka butuh aku jika berkaitan dengan pekerjaan." Sunji berdecak sebal sembari mengusap kasar wajahnya.

"Kalau Renjun? Selama liburan mau pergi ke mana?"

"Aku paling di rumah saja. Lagipula, masih banyak buku milik Yera yang belum aku baca sampai habis," jawab Renjun. Jeje menggeleng kecil sambil menghela napas pasrah.

"Otak kalian itu ya harus diperbaiki," celetuk Sunji.

"Dih, memangnya kenapa? Itu kan menambah wawasan, lagipula suatu hari nanti saat aku sudah menikah pasti melakukan hal itu," desis Renjun yang ditanggapi dengan acungan jempol Yera.

"Eh iya, apa kata dokter tentang kondisi Kak Jaehyun?" Jeje kini menunduk sejenak.

"Masih dalam tahap pemulihan, tapi semua sudah baik-baik saja."

"Baguslah kalau begitu. Oh, tadi aku melihat Jisung di sini. Dia sakit juga ya?" Seketika Jeje langsung menepuk pelan jidatnya sendiri. Di saat seperti ini, bagaimana bisa dia melupakan sosok pemuda itu. Apa yang harus ia katakan sekarang pada teman-temannya?

Jika Jeje mengatakan kalau pemuda itu menemaninya dari tadi, bukankah mereka akan curiga? Apalagi, sampai sekarang ketiganya belum mengetahui fakta tentang Jiji yang tinggal di rumahnya.

"Anu, kurang tau juga. Ini sudah malam, lebih baik kalian pulang dan istirahat. Aku juga sebentar lagi akan pulang," alibi Jeje.

"Kau benar. Yaudah, aku duluan. Yer, kau mau ikut atau tidak?" Yera mendongak dan menganggukkan kepalanya.

"Kalau gitu, aku dan Yera duluan. Sun, kau bagaimana?"

"Aku bisa pulang sendiri. Tidak usah cemas, aku juga pamit ya."

Jeje mengangguk, ketiga temannya pun keluar dari ruang ICU. Jeje bernapas lega, tatapannya kini beralih pada sebuah bungkusan yang dibawa oleh mereka. Isinya buah-buahan, cukup untuk mengisi perutnya yang sedikit lapar.

"Jeje," panggil Jiji yang baru saja masuk ke ruangan.

"Mereka sudah pulang, kan?" Jeje mengangguk.

"Angin di luar dingin sekali. Harusnya aku tetap di sini, emangnya kenapa kalau mereka tau aku di sini menemanimu?" tanya Jiji yang kini melepas jaket yang ia pakai.

"Begini ya, Sung. Mereka pasti akan bertanya-tanya tentang hubunganku dan juga dirimu—"

"Bilang saja kalau Jeje itu selir Jiji." Jeje menepuk jidatnya sekali lagi, menghadapi Jiji benar-benar membuat ia harus ekstra bersabar dalam bertindak dan juga bertutur kata.

"Jangan aneh-aneh. Aku tidak mau mereka bertanya hal itu padaku," desis Jeje.

"Sekarang Jeje mau pulang? Atau menginap di sini?" tanya Jiji yang kini duduk di sofa putih tersebut.

"Aku kan sudah bilang tadi, aku menginap di sini. Kalau kau—"

"Kita pulang aja. Kak Jaehyun akan baik-baik saja di sini kok, Jeje juga harus istirahat di rumah. Sekarang aja belum makan, kan?" tukas Jiji.

"Tapi—"

"Jeje mau Jiji sihir?" Gadis itu menggeleng cepat.

"Yaudah, ayo kita pulang!" seru Jiji dengan sangat antusias.

"Tapi, Kak Jaehyun ...." Jiji mengulas senyumnya, tangan pemuda itu pun kini terulur menepuk kedua pundak Jeje.

"Tenang aja, percaya padaku kalau Kak Jaehyun akan baik-baik aja." Jeje mengangguk, keduanya pun keluar dari ruangan tersebut dan segera pergi meninggalkan rumah sakit. Jeje dan Jiji memutuskan naik kendaraan umum saja agar menghemat ongkos.

"Aduh! Maaf, Nona." Jeje hampir saja terhuyung ke depan jika saja Jiji tidak menahan gadis itu. Pria bertudung hitam yang tadi mendorong Jeje kini duduk di salah satu kursi di dalam bus.

"Jeje gapapa?"

"Iya, tenang saja." Jiji mendelik tajam ke arah pria tua yang tadi, andaikan ini bukan tempat umum dan tidak banyak orang, maka ia akan membuat pria itu berubah jadi semut. Ya, kalau bisa sih.

Bus yang mereka tumpangi kini semakin banyak orang. Tampak di sana Jeje sedikit kurang nyaman karena berdesakkan dengan orang-orang di sekitarnya. Well, mereka berdua itu tidak mendapatkan tempat duduk karena sudah dipenuhi oleh penumpang lain.

"S-Sung, kau sedang apa?" Jeje cukup terkejut kala sebuah tangan melingkar di bagian perutnya, itu ulah Jiji yang kini memeluknya dari belakang dengan satu tangan, dan tangan lainnya berpegangan pada handle bus.

"Biar Jeje gak bersentuhan sama orang lain. Jiji gak mau."

- TBC -

Hehe.

Makasii udah mampir ye gais, e moga klean suka🌚🌝💚 jangan lupa jaga kesehatan sama have a nice day gaiss-!

Bubay😗✨

Ending Fairy | Park Jisung✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant