1. Titik Awal

12K 1K 137
                                    


"Yang paling menakutkan dari pertemanan kita, aku jadi gak bisa bedain, aku sayang ke kamu sebagai apa."

"Kapan nikah, Nara? Uda disalip sama junior kamu loh," pertanyaan itu datang ke telinga Nayyara sewaktu Nara mendapatkan undang pernikahan dari rekannya tadi pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapan nikah, Nara? Uda disalip sama junior kamu loh," pertanyaan itu datang ke telinga Nayyara sewaktu Nara mendapatkan undang pernikahan dari rekannya tadi pagi.

Benar, tadi pagi. Namun, Nayyara Judistia Putri Hartadi masih memikirkan jawabannya sampai sekarang. Mungkin perempuan yang mempunyai nama panggilan Nara bisa menjawabnya dengan senyuman kemudian melupakan. Andai saja bisa semudah itu. Sayangnya, Nara bukan tipe manusia yang dapat melupakan perkataan orang begitu saja.

"Kapan ya kira-kira aku bisa nikah?" Bibir Nara bahkan menyuarakan kegundahan. Nara menghela nafas panjang. Dia melipat tangan di depan dada kemudian melanjutkan, "Berangkat kerja pagi, terus pulang sudah gelap begini. Jangankan bermimpi menikah, punya pacar saja tidak."

Laki-laki yang berada di sisi Nara mulanya hanya sibuk mengemudi kini malah tertawa. Bagi Javas Chatura Mavendra ungkapan Nara ada benarnya, sekaligus kenyataan yang lucu. Masalahnya bukan karena tidak ada yang tertarik pada Nara, hanya saja perempuan ini terlalu tertutup.

Javas kerap mendapati Nara mengoceh soal usianya yang menginjak angka dua puluh enam tahun, tapi tidak punya pengalaman berkencan sama sekali. Baginya mendengarkan gerutu Nara ialah hal yang menyenangkan. Lagi pula Javas telah memberikan solusi yang cukup ampuh.

"Kita menikah saja," begitu Javas memberikan saran, ia selalu mendapatkan lirikan tajam dari perempuan yang masih memakai seragam korporat salah satu bank swasta.

"Kamu kira aku nggak mengerti maksud terselubung kamu. Pasti kamu ingin menikah sama aku biar bisa bebas selingkuh sana-sini. Chatu dengar ya, gak baik loh ganti-ganti pacar begitu, nanti kuwalat," cibir Nara.

Javas ketawa lebih kencang. Dia suka mendengar Nara melontarkan nama kecilnya 'Chatu', hanya orang-orang istimewa yang tahu nama itu. Orang lain biasanya hanya menyebut Javas atau Pak Javas. Nara sendiri memanggilnya Javas sewaktu ada banyak orang atau rekan kerjanya dan Chatu jika mereka hanya berdua.

"Cara ngomong kamu mirip sama Mom," lontar Javas. Tangannya sudah bersemangat mengusili kepala Nara, membuat surai yang diikat tersebut berantakan.

Nara menepis tangan Javas. "Kamu jauh-jauh dari Jakarta ke Malang cuma ingin mengisengi aku," perempuan itu mulai kesal. Ia membuang muka ke jendela.

"Iya, kan kamu hiburan terbaikku," balas Javas kembali berkonsentrasi menyetir membelah jalanan Kota Malang yang sudah mulai macet.

Javas membiarkan Nara melamun. Ia tahu dalam hitungan menit Nara pasti ketiduran. Nara kelihatan capek, katanya menjadi pegawai bank itu menguras tenaga dan pikiran. Javas hafal jam berangkat kerja Nara yang lumayan pagi, Nara pulang kantor sekitar pukul delapan atau sembilan malam. Itu yang membuat Javas memilih penerbangan sore dari Jakarta.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang