27. Hiruk Pikuk

3.5K 385 227
                                    

(Ganteng banget manusia ini :'))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ganteng banget manusia ini :'))

“Hiruk pikuk ini bukan disebabkan oleh orang lain, tapi karena aku kehilangan kamu, Nayyara.”

-oOo-

“Halo, Kutu Buku,” sapa Nara setelah menemui Javas yang tadi sempat kabur dari kamar.

Nara tidak membutuhkan waktu yang banyak agar bisa menemukan suaminya. Nara hanya perlu bertanya kepada asisten pribadi mereka selama di Yogyakarta. Javas kabur ke perpustakaan mini di lantai tiga hotel ini. Javas duduk di kursi paling ujung dengan serius membaca. Ada tumpukan buku di depannya. Nara tertawa kecil saat tahu buku macam apa yang sedang dibaca Javas, buku 1001 dongeng pengantar tidur.

“Sayang,” kata Javas. Javas memberi jeda sebentar. “Aku lagi baca dongeng buat nanti diceritakan ke anak kita,” sambungnya.

Javas langsung menghentikan kegiatannya. Dia memilih melihat Nara dengan ekspresi sedih membuat Nara menyesal atas ucapannya tadi di kamar. Nara seharusnya tahu jika Javas juga sangat mencintai bayi dan Nara―akan sangat jahat membuat seseorang memilih untuk mengorbankan salah satu yang dicintai.

“Oke lanjutin saja, Chatu. Aku temenin kamu.”

“Aku juga sangat sayang sama baby bala-bala, Nara,” gumam Javas. Pria itu membelai pipi Nara dengan lembut dan hati-hati. “Membayangkan bayi kita lahir, anak perempuan atau laki-laki tidak masalah―hanya memikirkan dia ada di antara kita, menggendongnya, menemani baby bala-bala tidur itu membuat aku meledak saking bahagianya,” Javas mencurahkan isi hati.

Pria itu tak lantas melanjutkan perkataannya, ia membutuhkan keyakinan untuk berucap kembali. Semuanya terasa getir. “Tapi, jika membayangkan membesarkan anak kita tanpa kamu, Sayang .... semua yang awalnya membuatku bahagia berbalik menjadi kesedihan. Aku tidak sanggup,” lirih Javas.

“Apa kamu akan kabur seperti tadi jika semua kebahagiaan ini berubah menjadi kesedihan?” tanya Nara.

Javas diam. Dia sesungguhnya enggan melarikan diri, Javas bukan pengecut hanya saja ... Javas tidak bisa. Javas tidak sanggup hidup tanpa istrinya meskipun itu hanya berandai-andai. Javas juga jarang sekali meloloskan air mata di hadapan orang lain. Javas hanya ... merasa bukan menjadi dirinya. Javas enggan dilihat sebagai pria yang lemah.

“Mana Javas yang selalu menjadi pemberani? Mana Javas yang kuat dan tegar?” tanya Nara lagi.

“Aku pensiun,” balas Javas pada akhirnya.

“Pensiun?” Nara menaikkan alis.

Javas membuang muka memilih memandangi rak buku kayu.  “Aku pensiun menjadi Javas yang berani, kuat, dan tegar,” tukas Javas pelan dengan ekspresi mengaku kalah kekanakan yang jarang ditunjukkan. “Aku menyerah, Nara, jika kamu meminta untuk memilih kamu atau baby bala-bala. Tapi, aku gak akan pernah menyerah jika memperjuangkan keselamatan dan kesehatan kalian,” sambung Javas dengan nada membara serta penuh semangat. Perubahan ekspresi Javas begitu cepat, dia lebih seperti orang yang gigih daripada putus asa seperti tadi.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang