7. Jalan Pintas

3.7K 521 210
                                    

Jalan Pintas - Twelveblossom

Butuh waktu singkat untuk menyukaimu,

Dengan alasan yang sederhana pula.

Namun, menjadikan kamu hanya milikku,

Tak ada jalan pintas karna kamu terlalu istimewa.

-oOo-

Nara sungguhan merasa tidak waras saat memenuhi permintaan Mahawira Adyasta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nara sungguhan merasa tidak waras saat memenuhi permintaan Mahawira Adyasta. Satu minggu sudah sejak mereka pulang dari Jakarta dan insiden peluk-memeluk tersebut terjadi, menjadikan sikap Nara lebih jinak kepada Wira. Pemuda yang beberapa hari lalu mendapatkan kiriman piano tersebut merasa harus mendapatkan untung karena telah rela menjadi bantal menangis Nara. Dia meminta Nara untuk menemaninya membeli tahu campur. Sayangnya, tahu campurnya istimewa hanya ada di Wonokromo Surabaya. Yang lebih menyebalkannya lagi, Wira ingin mereka naik kereta api ke Surabaya. Lantas di sini lah Nara jam 4.20 pagi, menunggu kereta lokal Penataran tujuan Malang-Surabaya yang masih terparkir di stasiun Kota Baru Malang.

Mereka berada di gerbong tiga. Wira duduk di kursi dekat jendela, padahal itu kursi favorit Nara. Si gadis terpaksa mengalah karena Wira mengatakan bahwa dirinya belum pernah naik kereta lokal. Wira bahkan sempat kaget karena tempat duduknya sempit dan harus berbagi spasi dengan kaki orang yang berada di hadapannya. Awalnya, Wira mengomel menyesali keputusan naik kereta. Namun, setelah lima menit duduk di sana, Wira menarik ujung bibirnya merasa bahagia.

Nara bahkan dapat mendengarkan sayup-sayup suara Wira yang menyanyi, "Naik kereta api tut tut, siapa hendak turun juk ijak ijuk ijak ijuk kereta berangkat hatiku gembira."

Nara jengkel mendengarnya karena Wira mengubah lagu anak-anak itu menjadi semi dangdut. Nara meliriknya tajam, tapi Wira cuek.

"Kamu beneran kayak anak setan. Ini hari Sabtu seharusnya aku masih tidur di kasur," gerutu Nara. Dia membantu Wira untuk membuka bungkus Chitato, lalu menyerahkan kembali ke balita dalam wujud pria dewasa tersebut.

"Kan lo udah janji―eh, eh keretanya berangkat. Keretanya goyang-goyang, Nayyara," tukas Wira yang langsung mendapatkan tatapan geli dari orang di depan mereka.

Nara menyikut Wira. "Ngomongnya jangan keras-keras," Nara mengingatkan. Perempuan yang kini mengenakan kaus putih dan celana jeans biru langsung memberengut karena Wira mengabaikan ucapannya.

Wira sibuk melihat ke jendela, berharap mendapatkan pemandangan yang bagus, tapi langit masih terlalu gelap. "Yah, mataharinya belum ada," katanya kepada Nara yang kini menatapnya. "Lo ngantuk ya?" tanya Wira, melihat Nara yang menguap.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang