18. Kenangan Untuk Yang Pergi

3.9K 418 203
                                    

"Cara dia mengenangnya ialah sesuatu yang magis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Cara dia mengenangnya ialah sesuatu yang magis. Mengenang sesuatu yang memang pantas dikenang. Bukan mengenang sesuatu yang telah dibuang."

-oOo-

"Chatu, geli," protes Nara ketika Javas bersembunyi di lehernya.

Gadis itu sengaja pagi-pagi datang ke apartemen Javas karena si pria mengeluh sakit perut kemarin malam. Benar saja saat Nara sampai di kamarnya, Javas bergelung di selimut. Nara berusaha membuat kepompong Chatu agar bangun, tapi si pria justru menariknya ikut berbaring. Padahal, Nara telah mengenakan baju kerja yang bertema warna coklat siap untuk berangkat ke kantor.

Javas memeluk Nara, menghalangi gerak tunangannya. Nara banyak mengeluh pagi ini, mulai dari bajunya yang kusut karena Javas yang melepaskan beberapa kancing secara tergesa, lipstiknya yang berantakan karena kecupan Javas, dan pria itu yang ternyata sudah sehat tapi tetap tidak mau bangun―justru bersikap manja.

"Chatu aku harus kerja," Nara mendorongnya, percuma sih karena tenaga dan raga Javas yang kuat semakin mengimpit. Nara harus pasrah ketika Javas mulai menautkan kembali bibir mereka, mengecup lembut sambil tangannya yang lain pergi bertualang menelusuri bagian bawah kekasihnya.

"Just five minutes," bisik Chatu di sela, gigitan lembut pada dada Nara. Dia cukup bertoleransi untuk tidak menandai leher jenjang gadisnya. Meskipun Javas sangat sangat sangat ingin melakukannya, agar semua pria di kantor Nara tahu jika gadis cantik yang sering mereka ajak makan malam ini sudah menjadi hak miliknya. Akan tetapi, terakhir kali Javas secara sengaja melakukan love bite pada leher Nara sewaktu si gadis hendak bekerja, Nara marah kepadanya selama seharian penuh. Katanya, Nara kesal harus mengenakan turtle neck untuk menutupi bercak merah, padahal Jakarta kan sangat panas.

Well, Javas betulan kalang kabut ketika Nara ngambek saat itu. Bahkan si gadis sama sekali tak mau dipegang tangannya, apalagi sampai dicium. Padahal, sehari saja Javas tidak mengecup Nara hidupnya terasa hambar. Bagai sayur sop tanpa garam. Bagai susu tanpa gula. Bagai pecel tanpa peyek. Hm, Javas jadi lapar.

Lapar ingin makan Nara maksudnya hehehe.

Apalagi, Javas sudah gemas karena Nara sedari tadi memanggilnya ....

"Chatu ...."

Nara memejamkan mata. Nara yakin bahwa sepanjang hari ini dia pasti tidak mampu berkonsentrasi dalam bekerja. Bayangan Javas yang ada di atasnya, hampir menelanjanginya dengan wajah bangun tidur yang super tampan dan surai berantakan―semuanya akan terpatri menjadi sumber kegilaan bagi Nara.

"Chatu―hghhh―sudah," sisa-sisa kewarasan Nara masih ada, meskipun tangan Javas sudah bergerak semakin nakal. "Sudah lima menit," lanjut Nara dengan sangat tersiksa.

"Oke, sesuai janji hanya lima menit," celetuk Javas bangga karena menepati komitmennya.

Javas tersenyum dalam permainannya sendiri. Dia mengambil spasi agar bisa menatap Nara yang kacau, pipi merah muda, bibir sedikit bengkak―hanya sedikit, kemeja yang sudah lepas hampir seluruh kancingnya, dan bawahan gadis itu tersingkap. Nara luar biasa cantik. Dulu Javas tidak pernah mengagumi partner bercintanya, tapi kini dia sangat memuja Nara yang bahkan tak pernah sungguhan bercinta dengannya.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang