33. Sebelum Kelahiran Bintang Yang Ditunggu

2.7K 306 99
                                    

"Ada yang bilang, takdir itu suka memermainkan. Kadang suatu rencana sudah dipikir matang-matang dengan rumit,  justru yang paling sederhana dan tiba-tiba lah yang dipilih takdir untuk terjadi."

-oOo-

“Halo, Ciripah,” sapa Theo kepada sepupunya yang duduk di kursi tunggu bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Halo, Ciripah,” sapa Theo kepada sepupunya yang duduk di kursi tunggu bandara.

Mereka memang berencana pergi ke Singapura bersama. Lebih tepatnya, Theo mendapatkan tugas eksklusif dari Ratu Agung Jesalyn Mavendra untuk memastikan Javas ikut pergi, kalau tidak Theo akan dijadikan badut biawak yang dipamerkan di Taman Safari. Theo mengira misinya kali ini tak akan berhasil sebab Nara dalam kondisi hamil besar. Namun, dia meminta bantuan Nara untuk membujuk Javas. Ingat, kelemahan si Kepala Batu Kali kayak Javas itu adalah Nayyara jadi ya Theo selamat dan bisa tetap menjadi manusia.

“Galau amat Bung, kayak habis dicubit tetenya,” ujar Theo sembarangan.

Javas meliriknya tidak tertarik, masih sibuk memegang ponsel. Dia berulang kali menghubungi Nara hendak video call sebelum masuk pesawat, tapi istrinya tidak mengangkat.

“Diem lu.”

“Nge gas kayak elpiji melon.” Theo mencerna situasi sebab wajah Javas pucat pasi. “Nayyar kenapa?” tanya Theo. Theo yakin ini berhubungan dengan Ibu Negara Api alias Nayyara sebab tidak ada yang bisa merisaukan Javas selain perempuan itu.

“Gak bisa ditelpon.” Javas menghela nafas berat. “Tadi waktu mau berangkat, perutnya sempat kontraksi,” lanjutnya.

“Wadaw, coba gue minta Kimi biar ke apartemen lu.”

Mata Javas sudah berkabut. Dia mengangguk, sementara pikirannya melalang buana. Tentu saja hanya hal-hal negatif saja yang menjadi topik utama. Seharusnya tadi Javas berangkat menunggu ibunya sampai, Sydney rencananya mau menemani Nara sampai Javas pulang lagi. Sumpah kepala Javas rasanya ingin meledak.

“Gue balik aja, daripada hidup gue kagak tenang.”

“Lah rapatnya gimana, broda?!” Theo melotot. Tangannya bergerak menelepon Nayyara, berharap diangkat dan ... doa Theo terkabul. “My Queen!” Sapa Theo kelewat bahagia.

Javas langsung merampas telepon Theo. “Sayang, kenapa enggak angkat telpon?”

“Chatu, maaf tadi aku lagi mandi nih.”

Mendengar jawaban Nara, Javas jadi menghela nafas lega. “Kayaknya, aku tidak jadi ikut rapat.”

“Kenapa?” Javas mendengar suara terkejut Nara.

“Aku tidak dapat berkonsentrasi sama sekali, Nayyara. Kamu dalam kondisi―“

“―Aku hanya hamil,” potong Nara. Dia mengambil jeda sebentar. “Begini Chatu, aku tidak selemah yang kamu pikirkan. Aku bukan kaca yang disenggol sedikit akan retak. Aku perempuan kuat. Makanya, aku bisa hidup bersama kamu yang mudah meretakkan hati wanita,” sindir Nara.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang