Prolog

98 10 15
                                    

[Frost/Baek Nambong's POV]

Seperti biasa, rumah sakit ini cukup ramai di hari Senin. Kulangkahkan kaki beralaskan sandal pemberian rumah sakit menuju ruang TV, dimana sebagian besar pasien berada di sana di siang hari seperti ini.

Sebetulnya aku tak begitu menyukai berada di antara orang-orang, tetapi menurutku tak ada salahnya sedikit berbaur dengan pasien lain di sini. Setidaknya, mendengar suara-suara di sini bisa sedikit mengalihkan perhatianku dari gejala halusinasiku.

... Oh? Rupanya ada orang lain yang menempati posisi favoritku.

Di sudut ruangan yang tak begitu ramai, kulihat ada sesosok wanita berumur 30-an tengah duduk diam memandang kosong di depannya. Rambut hitamnya yang meski pendek, tetapi memberikan kesan misterius dengan bayangan poninya yang menutupi sebagian matanya. Saat melihat matanya, aku tahu dengan pasti, wanita itu tengah melamun.

Dia pasti baru masuk hari ini. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. 

"Kuakui, wanita itu cukup menarik."

Kudengar Seol, wujud halusinasiku berupa sesosok gadis umur 20-an berambut cokelat pendek-berbicara di sebelahku. Tentu saja, hanya aku yang mendengar dan melihatnya.

"Aku melihatnya karena dia ada di sana," lirihku tanpa melepaskan pandangan dari wanita itu.

Namun, secara mendadak tatapannya mengarah padaku, seolah-olah dia merasakan keberadaanku. Sontak kualihkan pandanganku darinya. 

"Tuan Baek, waktunya meminum obatmu."

Seorang wanita muda berambut kemerahan memanggilnya dengan senyuman tersungging di wajahnya, sebelah tangannya memegang beberapa jenis obat-obatan. Namanya Jang Yeoul, si perawat baru yang cerewet. Tiap kali bersamaku, dia pasti akan berbicara macam-macam. Mengingatkanku akan Asisten Yoon Seonga yang kini tengah bersekolah di luar negeri.

... Ah, mengingat dia yang seperti itu, Perawat Jang pasti tahu soal pasien baru itu.

"Ada pasien baru masuk hari ini?" tanyaku setelah menelan obatku.

"Ah, iya. Ada seorang wanita kurang lebih seumuran Anda yang baru masuk hari ini."

Perawat Jang tersenyum kecil. "Anda bisa mulai mengakrabkan diri dengan mengobrol dengannya, loh."

Belum sempat kutanggapi, Perawat Jang sudah pergi duluan. Apa maksudnya? Dia memintaku mengobrol dengan wanita itu?

"Oh iya, Tuan Baek,"

Secara tiba-tiba, Perawat Jang berdiri di hadapanku lagi. Masih dengan wajah ramah-tamahnya.

"Jangan lupa waktunya konsultasi dengan Dokter Fater nanti siang."

"Ah, baiklah."

.

.

.

[Kang Kwonjoo's POV]

Ingatanku melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu, saat ketika aku mengumumkan bahwa diriku akan mengambil cuti panjang.

Masih kuingat betul bagaimana reaksi Komisaris saat aku mengajukan cuti itu serta tanggapan para anggota Tim Golden Time dan rekan-rekan di Pusat Panggilan. Tentu saja, mereka amat terkejut mendengarnya.

Aku tahu, cuti dua bulan adalah waktu yang teramat lama, terlebih itu diumumkan secara mendadak. Namun, aku tidak punya pilihan lain. Karena aku sadar dengan keadaanku yang seperti ini, justru akan mengacaukan pekerjaan rekan-rekan yang lain.

Yah ... mari nikmati saja selama masa penyembuhanku di bangsal perawatan rumah sakit jiwa ini. Omong-omong, aku lupa memberitahu yang lain soal keberadaanku di sini selain Agen Park Eunsoo yang paling tahu kondisi psikologisku.

Keadaan psikologisku ... bisa kubilang nyaris hancur berantakan. Aku mengakuinya, mentalku jauh terpuruk beberapa bulan terakhir.

Aku mengakui kalau ada yang salah dengan diriku. Namun, aku tak tahu apa itu dan bagaimana mengatasinya. Terlalu banyak emosi yang bertumpuk, hingga aku lupa cara mengeluarkannya. Seakan-akan, ada sesuatu yang berusaha menarikku jatuh tenggelam ke dalam jurang kehampaan tanpa batas.

Seperti inikah yang dirasakannya saat itu? Perasaan marah, sedih, kesal, getir, gelisah, tertekan, takut, benci, cemas, bercampur menjadi satu ....

"Aku melihatnya karena dia ada di sana."

Alisku berkedut saat tanpa sengaja aku mendengar suara lirih yang hampir teredam oleh suara televisi. Kucari sang pemilik suara itu.

Hanya berjarak beberapa langkah di depanku, seorang pria dengan rambut putihnya yang mencolok tengah memandangku. Karena sepertinya sadar aku memperhatikannya, dia segera memalingkan muka.

Dari arah suaranya, kemungkinan besar berasal darinya. Namun, kalimat yang diucapkannya sedikit mengganjalku. Konteks kalimatnya seperti menunjukkan bahwa ia sedang menanggapi suatu kalimat, tetapi aku tak melihat ada orang lain yang mengobrol dengannya. Mendengar pun juga tidak.

Saat ada seorang perempuan muda berseragam suster menghampirinya dengan membawa nampan obat, aku menyadari satu hal. Ini rumah sakit jiwa, sepertinya pria itu mengalami halusinasi atau semacamnya. Aku takkan begitu heran.

"Ada pasien baru masuk hari ini?"

Lagi-lagi aku tertarik mendengar ucapan pria berambut putih itu. Apakah dia penasaran tentang keberadaanku?

"Ah, iya. Ada seorang wanita kurang lebih seumuran Anda yang baru masuk hari ini. Anda bisa mulai mengakrabkan diri dengan mengobrol dengannya, loh."

... Astaga perawat itu. Belum ada sehari aku ada di sini.

Terserahlah, mari fokus saja untuk penyembuhan supaya bisa kembali menyelamatkan orang lain.

.

.

.

Untuk chapter berikutnya kemungkinan besar akan menggunakan sudut pandang orang ketiga saja, biar nggak pusing nulisnya, haha. 

Guilty - Dr. Frost x VoiceWhere stories live. Discover now