11

64 7 28
                                    

Sudah berjam-jam lamanya Fater hanya berdiam diri di ruangannya, tanpa rasa bosan memandangi layar komputernya. Dalam monitor berukuran 24 inchi itu, tertulis nama "Kang Kwonjoo" lengkap dengan riwayat hidupnya.

Fater baru saja selesai menulis rekam medis Kwonjoo setelah sebelumnya mengadakan sesi konseling. Selain menjelaskan tentang terapi yang cocok untuk pasiennya itu, sesi tersebut dihabiskan Kwonjoo dengan mulai menceritakan segala tentang dirinya dan sumber traumanya. Setelah Kwonjoo mencurahkan perasaannya pada malam itu, Fater merasa bersyukur wanita itu mulai terbuka dengannya.

Sejak Kang Kwonjoo menjadi pasiennya dua minggu yang lalu, Fater memang sudah mengetahui penyebab traumanya. Fater menyadari bahwa luka hati Kwonjoo tak hanya berupa trauma karena ledakan yang membuatnya cedera maupun kasus yang menyebabkan rekannya terbunuh setahun yang lalu. Karena itulah, ia memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang apa yang terjadi pada Kwonjoo sebagai seorang polisi.

Hari ini, ketika Fater mendengar semuanya dari mulut Kwonjoo sendiri, dirinya tak bisa untuk tidak bersimpati. Fater cukup tahu bahwa pekerjaan sebagai polisi adalah profesi yang cukup rentan menimbulkan trauma, tetapi ia tetap terkejut saat mengetahuinya.

"Meringkus tiga kasus pembunuhan berantai selama tiga tahun terakhir, dan ketiga pelakunya menjadi sempat menjadi topik hangat di seantero Korea. Bahkan timnya juga meringkus organisasi bawah tanah yang menjadi incaran Interpol. Namun, dua rekannya yang harus meregang nyawa karena kasus tersebut. Bahkan masih ada juga yang lain ...." Fater bergumam tak percaya, masih sambil memandangi monitornya. Ia serasa tengah berada di film atau drama krimnal yang berakhir mengenaskan.

Tiba-tiba Fater menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.

"Astaga, aku jadi sedikit terbawa emosi," gerutunya pada dirinya sendiri.

Saat itulah, ketukan pintu terdengar dari luar. Sontak, Fater pun menyahutnya dari dalam. Ketika pintu itu terbuka setengah, terlihat Yeoul menyembul dari balik pintu.

"Dokter, tamu Anda telah tiba," ujar Yeoul.

Fater tersenyum kecil. "Persilakan dia masuk."

Mendengar persetujuan itu, sang perawat muda itu membuka pintu ruangan lebih lebar. Seorang wanita dengan mantel abu-abu yang membalut sweater birunya melangkah tegap masuk ke ruangan. Fater memberikan senyuman sopannya dan mempersilakan untuk duduk, yang juga dibalas dengan senyuman oleh sang wanita. Sedangkan Yeoul pamit undur diri, meninggalkan keduanya di ruangan konseling Fater.

"Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk datang, Nona Park Eunsoo."

Eunsoo mengangguk sekali. Dipandangnya Fater dengan ekspresi serius dan kekhawatiran yang tersirat. "Bagaimana keadaannya saat ini, Dokter?"

"Ada kemajuan yang signifikan. Nona Kang mulai menerima kondisinya dan terbuka soal traumanya sejak berita tentang teror bom itu keluar."

"Syukurlah." Helaan napas penuh kelegaan keluar dari bibir Eunsoo. "Saat Anda menghubungi saya saat itu, saya pikir kondisi Direktur Kang bakal semakin drop. Untunglah tidak seperti yang kukhawatirkan."

Fater menatap Eunsoo lurus. "Setelah mengetahui seluruh cerita baik dari Amda maupun Nona Kang Kwonjoo, kupikir ada baiknya kalian, semua anggota tim Anda itu, untuk mengikuti sesi konseling bersama."

Keheningan sesaat memenuhi ruangan tepat setelah Fater berujar. Eunsoo tersenyum tipis setelah terdiam beberapa saat.

"Mungkin nanti," balasnya. "Masih ada banyak hal yang harus ditangani oleh kami, termasuk kasus yang ada di berita akhir-akhir ini."

"Tentu saja, aku hanya memberi saran saja." sahut Fater kalem.

Dia tiba-tiba menawarkan hal seperti itu karena menyadari bahwa kematian rekan itu tak hanya memberikan luka pada Kwonjoo, tetapi rekan-rekannya yang lain mungkin juga menderita luka yang serupa. Fater berpikir bahwa itu akan bagus untuk kebaikan mereka semua.

"Omong-omong, saya ingin bertanya suatu hal." Fater menyandarkan punggungnya di kursi. "Mengapa Anda merekomendasikan saya pada Nona Kang Kwonjoo? Bukankah Rumah Sakit Kepolisian pun memiliki Departemen Psikiatri? Lalu, saya juga ingin tahu alasannya tiba-tiba mengajukan untuk dirawat inap di rumah sakit ini setelah mengetahui diagnosisnya."

Eunsoo mengendikkan bahunya. "Entahlah, Direktur Kang tak menginginkannya. Namun, saya sudah cukup senang mengetahui Direktur Kang akhirnya tak memaksakan dirinya untuk menolong orang lain," ujarnya.

Fater mengangguk setuju. "Menolong orang lain memang tugas yang mulia, tetapi jangan lupa untuk menolong diri kita sendiri juga."

.

.

.

Di sebuah kamar inap berkapasitas dua orang yang temaram, Nambong tengah duduk termenung di ranjangnya. Lampu kamar sudah dimatikan sejak tadi, mengingat waktu menunjukkan hampir tengah malam, menyisakan sinar rembulan dan lampu koridor yang menelisik masuk melalui ventilasi cahaya yang ada. Teman sekamar Nambong, seorang anak lelaki yang super pendiam, sudah tertidur di ranjangnya tepat di seberang ranjang Nambong.

Sembari memandangi langit musim gugur melalui tirai jendela yang sedikit terbuka, pikiran Nambong berkelana memikirkan tentang Kang Kwonjoo, pasien rumah sakit yang baru dikenalnya kurang dari sebulan lalu. Meskipun belum diberitahu secara resmi, tetapi Nambong bersedia membantu dalam perawatan Kwonjoo. Dirinya sudah mendengar seluruhnya dari Fater tentang perkembangannya kondisi Kwonjoo serta riwayat lengkap hidupnya. 

Malam itu, Nambong mengetahui alasan mengapa dirinya melihat ekspresi cemas dan takut di wajah Kwonjoo tiap kali Nambong melihatnya. Malam itu, tak hanya Fater yang mendengarkan curahan hari Kwonjoo, Nambong pun juga ada di sana, mendengarkan dalam diam dari balik pintu. 

Kematian rekannya mengakibatkan siklus rasa bersalah dan kecemasan yang akan berulang tiap kali rekan timnya terluka, pikir Nambong. 

Terlalu sering menghadapi hal buruk di sekitarnya membuatnya terus mengutuk dirinya sendiri yang berakibat perasaan-perasaan itu semakin tak terkendalikan.

Sedikit berbeda dengan Yeonshik yang dapat teratasi setelah bertemu dengan orang tua almarhum temannya, kudengar dari Dokter Fater jika rekan Kang Kwonjoo yang sudah tiada itu sebatang kara, sama sepertinya ....

Helaan napas panjang keluar dari bibir Nambong.

"Yang terpenting adalah membantunya mengubah pola pikirnya," gumamnya pelan. "Aku yakin Dokter Fater pun mengetahuinya ...."

.

.

.

Bab ini lumayan memusingkan, jujur saja. Berusaha memikirkan perkembangan Kang Kwonjoo dari segi klinis ini cukup menyusahkan ketika tidak punya sumber apapun :")

(Ya terus elu ngapain nulis begini, woi?!)
/pundung

Jadi, maaf saja kalau bab kali ini terasa lebih pendek, membosankan, dan amburadul. Itu nyata adanya kok 🙂 Karena bab ini ditulis tepat setelah bab 10 diupdate (ketika biasanya aku sudah menulis 2-3 bab sebelum up bab terbaru), jadi bab ini nggak ada revisi sama sekali dan langsung di up apa adanya 🙂🙂

Oke deh, see you next chapter yorobunn~~

Guilty - Dr. Frost x VoiceWhere stories live. Discover now