8

63 6 10
                                    

Semilir angin malam menerpa wajah Kwonjoo yang tengah termenung memandangi redup cahaya rembulan dari jendela kamar inapnya yang terbuka. Ia sengaja membukanya karena ia sedang ingin menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus. Toh, teman sekamarnya hanya ada seorang saja di ujung dekat pintu, dan dia tak begitu peduli soal Kwonjoo yang membuka jendela di tengah malam atau menyetel instrumen-instrumen lembut setiap malam.

Saat ini sudah melewati tengah malam, tetapi Kwonjoo sama sekali tak bisa tertidur. Memang seringkali Kwonjoo terbangun di tengah malam karena mimpi buruk, tetapi kali ini dirinya masih terjaga karena alasan lain.

"Sebelum seseorang siap menghadapi masalahnya, dia harus mengakui bahwa dia memiliki masalah itu."

Kalimat Nambong tadi siang terus terngiang-ngiang di otaknya. Perkataan itu terus membuat Kwonjoo berpikir ulang.

Kwonjoo sadar betul jika dirinya memiliki trauma. Dirinya tahu jika selalu merasa bersalah akan kematian orang-orang terdekatnya. Dan karena rasa bersalah itu, Kwonjoo selalu ketakutan dan cemas setiap melihat rekan-rekan tercintanya di Tim Golden Time. Namun, Kwonjoo selalu berusaha menghindari perasaannya sendiri.

Karena ia takut kehilangan rekan, Kwonjoo selalu berusaha mempersiapkan segala sesuatu untuk melindungi mereka. Karena ia tak ingin membuat rekan-rekannya khawatir, ia memutuskan untuk menyembunyikan soal kondisinya pada sebagian besar rekannya. Karena rasa bersalah yang dirasakannya, Kwonjoo selalu memforsir tubuhnya untuk terus bekerja tanpa henti. Karena itulah, saat ini Kwonjoo berada di sini, menghentikan segalanya sebelum terlambat.

"Kang Kwonjoo, apa yang kau lakukan sekarang?" monolognya. Kepalanya menelungkup di kedua tangan sembari menghela napas berat.

.

.

.

Ruang TV adalah salah satu tempat favorit orang-orang yang berada di bangsal perawatan. Karena di sinilah mereka bisa menikmati waktu santai saat tengah hari selain ruang santai dan rooftop. Kwonjoo sesekali ikut menonton televisi bersama ketika rasa bosan melanda, seperti kali ini.

Saat baru saja tiba, Kwonjoo sedikit terkejut melihat sosok pria berambut putih pendek duduk di antara orang-orang di sana. Ia pun langsung menghampirinya.

"Hai, Nambong-ssi," sapa Kwonjoo. Nambong hanya melirik sekilas dan membalasnya dengan anggukan singkat. Kwonjoo pun memutuskan untuk duduk di sebelah Nambong, yang untungnya kosong. Setelah itu, keduanya memutuskan untuk menonton televisi dalam diam.

Tiba-tiba, Nambong melontarkan sebuah kalimat yang membuat Kwonjoo sedikit terkejut. "Kusarankan, konsultasikan dengan Dokter Fater untuk insomnia-mu."

Alis mata Kwonjoo terangkat, bingung. "Eh? Apakah aku terlihat kurang tidur?"

"Matamu terlihat lelah. Di tempat ini, tidak ada hal yang bisa membuatmu selelah itu kecuali mengalami insomnia," jelas Nambong dengan mata yang masih asyik menonton televisi.

"Kupikir, tadi Anda hanya melihatku selama beberapa detik saja," ucap Kwonjoo, sedikit terkejut akan perhatian kecil yang diberikan Nambong.

"Tak sulit membaca ekspresimu," balas Nambong singkat.

Meskipun sedikit bingung akan maksud ucapan Nambong, Kwonjoo mengangguk kecil saja. "Terima kasih atas sarannya."

Nambong tak membalas, atensinya tak berubah sedikitpun pada televisi yang tengah menayangkan acara hiburan. Melihatnya, Kwonjoo hanya bisa mendengkus. Ia pun juga mengalihkan pandangannya ke tayangan hiburan itu.

"Serangkaian teror bom kembali terjadi. Pagi ini, sebuah tas yang diduga berisi bom meledak di tengah taman kota. Seorang polisi mengalami luka-luka-"

Guilty - Dr. Frost x VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang