14

60 6 9
                                    

Nambong memandangi Kwonjoo yang menjauh darinya. Ia tak habis pikir dengan apa yang terjadi saat ini. Yah, Nambong yakin tak hanya dirinya yang tak dikejutkan oleh insiden ini. Semua orang di sini pun juga sama terkejutnya dengan ancaman bom ini, melihat di sekeliling mereka ada beberapa orang yang bahkan mengalami serangan panik.

"Hyung ..."

Tarikan pelan di lengan baju serta suara yang memanggilnya, membuat Nambong mengalihkan perhatiannya pada Yeonshik, bocah SMA yang berdiri di sampingnya.

Dia menderita PTSD karena insiden kecelakaan kapal tenggelam. Beruntung saat ini dia tak lagi mudah panik seperti sebelumnya, batin Nambong sembari menatap lurus Yeonshik.

"Apa sekarang kita nggak bisa bantu apa-apa?" tanya sang remaja itu setengah bergumam.

"Toh, kita tak bisa mencari bom itu sendiri," balas Nambong. "Tak perlu terlalu memaksakan diri untuk membantu orang lain kalau memang tak bisa."

"Tapi noona itu benar-benar hebat." Yeonshik mengalihkan pandangannya ke arah Kwonjoo yang kini tengah berbicara—tepatnya berdebat—dengan Fater, "Sebelum dirawat di sini, dia bekerja sebagai polisi, bukan? Apakah dia benar-benar akan ikut membantu mengatasi kasus ini?"

Nambong mengikuti arah pandang Yeonshik, kedua netranya bertemu dengan Fater yang menatapnya lurus. Nambong bisa langsung paham jika pria yang berprofesi sebagai psikiater itu bertanya tentang pendapatnya dalam diam. Nambong berpikir jika tak ada salahnya membiarkan Kwonjoo untuk kembali turun ke lapangan, bahkan itu bisa menjadi salah satu cara terbaik bagi polisi wanita itu mengatasi traumanya akan ledakan apabila hal itu berhasil. Karena itulah, Nambong memberikan anggukan kecil pada Fater.

"Dia itu sangat keras kepala," gumam Nambong pelan.

.

.

.

Saat ini, Kwonjoo dan Fater berlarian menyusuri jalan setapak taman menuju gedung utama rumah sakit. Kwonjoo masih terhubung dengan Eunsoo di Pusat Panggilan 112, memintanya untuk memberikan seluruh informasi penting tambahan yang ada. Eunsoo memberi tahu bahwa 3 dari 5 lokasi ancaman bom telah menemukan peledaknya dan kini tengah dilakukan penanganan.

"Tempat-tempat yang masih belum diketahui keberadaan bom tersebut hanya Aula Pertemuan dan rumah sakit, Direktur Kang."

Jelas ini ancaman bom berantai, kira-kira apa penyebabnya? Kwonjoo membatin dalam hatinya.

"Aku sudah memeriksa bagian bangsal perawatan psikiatri dan sekitarnya, tetapi nihil, aku tak mendengar apapun. Saat ini aku menuju gedung utama," ucap Kwonjoo. "Selidiki lebih dalam hubungan antara peristiwa ledakan bom yang terjadi akhir-akhir ini."

"Baik, Direktur Kang," balas Eunsoo di seberang telepon. "Ketua Tim Park dan Detektif Goo sudah kuberitahu tentang Anda yang bergabung di kasus ini, saat ini mereka sudah bersiaga di gedung utama."

Lidah Kwonjoo sesaat terasa kelu. Ia baru ingat bahwa kedua detektif Tim Lapangan itu belum mengetahui keberadaannya saat ini. Tetapi ia mencoba untuk berusaha fokus untuk segera menemukan lokasi bom tersebut secepat mungkin, mengingat rumah sakit adalah tempat yang sangat vital sehingga apabila bom tersebut meledak akan menimbulkan korban yang sangat besar, baik jiwa maupun material.

"... Baiklah. Sebentar lagi aku tiba," jawab Kwonjoo.

Di sisi lain, Fater berusaha menyamakan langkahnya dengan Kwonjoo yang terus berlarian kesana kemari. Dua menit telah mereka habiskan untuk memeriksa keseluruhan bangsal psikiatri dan sekitarnya. Meskipun Fater tak begitu paham dengan perilaku Kwonjoo yang dimatanya hanya terlihat diam tanpa melakukan apapun, ia memutuskan untuk tak bertanya lebih jauh, setidaknya untuk saat ini.

Guilty - Dr. Frost x VoiceWhere stories live. Discover now