12

74 7 24
                                    

"Tarik napas perlahan ... Lalu hembuskan melalui mulut ...."

Mengikuti instruksi, Kwonjoo menarik napas perlahan secara teratur dengan kedua mata terpejam. Tubuhnya mulai rileks seiring waktu dirinya melakukan sesi meditasi. Kwonjoo sudah mengikuti kegiatan meditasi beberapa kali selama berada di bangsal perawatan. Namun, rasa-rasanya ini pertama kalinya Kwonjoo merasakan bahwa beban pikirannya jauh lebih ringan dibanding sebelumnya.

Malam itu, Kwonjoo mencurahkan sebagian isi hatinya yang selama ini selalu ia pendam. Ketakutannya yang ia rasakan semenjak ia dan timnya menjadi target pembunuh berdarah dingin, akhirnya tumpah pada malam itu. Walaupun Kwonjoo tetap masih mengkhawatirkan keadaan timnya selama dirinya tak ada, setidaknya kini Kwonjoo bisa lebih mempercayai bahwa mereka pasti bisa menjaga diri.

Selagi diam dalam posisinya, Kwonjoo kembali mengingat pembicaraannya dengan Fater di pertemuan terakhir kali.

- Flashback -

"Terapi ... CBT?"

Fater tersenyum saat Kwonjoo menatapnya penuh tanda tanya.

"Ya, CBT berfokus untuk memperbaiki proses berpikir, perasaan, dan perilaku. Terapi ini umum diterapkan pada penderita PTSD. Namun, perlu diingat bahwa terapi ini hanya akan efektif seiring dengan keyakinan pasien itu sendiri untuk berubah."

Kwonjoo hanya mengangguk setelah mendengar penjelasan tersebut.

"Sebelum kita membicarakan tentang dasar-dasarnya, bolehkah saya bertanya beberapa hal?"

- Flashback End -

Sepanjang pertemuan itu, sang dokter bertanya tentang banyak hal, termasuk tentang mimpi dan masa lalunya. Meskipun sudah bertekad sekalipun, tetap saja kenangan itu bukanlah sesuatu yang bagus untuk sering diingat. Karena tiba-tiba ingatan itu terlintas di pikirannya, konsentrasi Kwonjoo mendadak sedikit buyar. Spontan kepalanya menggeleng-geleng, berusaha menepisnya dari pikiran.

Fokus saja, Kang Kwonjoo, batinnya sebelum menarik napas kuat dan mengembuskannya.

.

.

.

Setelah sesi meditasi yang sebetulnya memakan waktu tak lebih dari 15 menit itu, kegiatan itu selesai dan sebagian orang yang sebelumnya mengikuti sesi itupun satu persatu keluar dari ruangan. Kwonjoo pun mengikuti dan hendak pergi ke kamarnya. Hari hampir petang dan Kwonjoo hanya ingin beristirahat lebih cepat hari ini.

Saat melewati ruang santai yang cukup lengang, tanpa sengaja Kwonjoo melihat Nambong yang sibuk dengan dunianya bersama rubik kesayangannya di sudut ruangan. Tiba-tiba Kwonjoo teringat akan sesuartu yang ingin ia katakan pada Nambong. Setelah berpikir untuk beberapa saat, Kwonjoo mengubah keputusannya untuk kembali ke kamar dan melangkahkan kakinya mendekati pria berambut putih itu.

"Sepertinya, kau hobi mendekatiku di waktu santai seperti ini," gumam Nambong setelah Kwonjoo duduk di dekatnya. Pria itu melirik sekilas sebelum kembali berkutat dengan rubiknya. "Kalau ada yang ingin dikatakan, katakan saja."

Netra Kwonjoo melebar. Tak disangka pria berambut putih cepak berantakan itu mengetahui niatnya secepat itu. Karena itu, Kwonjoo memutuskan untuk tak banyak berbasa-basi lagi.

"Terima kasih."

Jemari Nambong berhenti mengutak-atik rubiknya. Atensinya beralih pada Kwonjoo dengan kedua alis hitamnya tertaut.

"Untuk?"

"Karena telah mengkhawatirkanku." Senyuman tipis terukir di bibir Kwonjoo. "Aku mengetahui bahwa kaulah yang pertama kali memberitahu Dokter Fater saat aku panik mendengar berita televisi saat itu, serta kau yang menunggu di luar tanpa berusaha mengusikku."

Guilty - Dr. Frost x VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang