7

59 9 18
                                    

Setelah keluar dari ruangan Fater, Nambong memutuskan kembali ke kamar sebentar untuk mengambil rubik kesayangannya. Sepanjang perjalanannya, ia memikirkan tentang pembicaraannya dengan Fater beberapa saat yang lalu. Walau pada awalnya sedikit menolak, tetapi akhirnya Nambong memutuskan untuk mengiyakan permintaan Fater.

Psikiater itu sepertinya beranggapan bahwa bertemu dan menangani orang-orang yang memiliki kecenderungan masalah yang sama akan membantu penyembuhan Nambong. Dan di dalam hatinya, Nambong menyetujui pemikiran itu, karena itulah dia bersedia untuk memberikan pendapat profesionalnya.

Saat ia mengambil rubiknya, Nambong memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan berjalan tanpa arah di koridor rumah sakit untuk mencari suasana tenang selain di kamar sempitnya. Di salah satu kursi yang ada di koridor, Nambong melihat sosok wanita yang menjadi topik pembicaraannya dengan Fater beberapa saat yang lalu.

Nambong tahu jika Kwonjoo saat ini tengah melamun, terbukti dengan reaksinya yang seakan tak menyadari keadaan sekitarnya termasuk Nambong yang kini duduk di sebelahnya. Dengan membaca ekspresi mikro yang tampak dari wajah Kwonjoo, Nambong bisa menyimpulkan adanya ekspresi cemas, bersalah, dan terluka yang bercampur menjadi satu. Namun, ada satu emosi yang amat dominan dibanding lainnya.

Nambong bisa membaca ekspresi [Takut] yang besar dari wajah Kwonjoo.

Hal itu membuat rasa penasaran menggelitik Nambong. Namun, ia memutuskan untuk tak mengganggu lamunan Kwonjoo terlebih dahulu dan memilih kembali bermain dengan rubik kesayangannya.

Sayangnya, Nambong tak tahu jika Kwonjoo cukup sensitif akan suara, terlebih akan suara yang berulang.

"Um, Baek Nambong-ssi?" sapa Kwonjoo, agak canggung saat melihat ekspresi datar Nambong yang fokus dengan rubiknya. "Sejak kapan Anda di sini?"

"Sejak kau melamun," jawab Nambong singkat, padat, dan datar. Kwonjoo hanya ber-ooh ria.

Keduanya kembali tenggelam dalam hening. Nambong kembali mengarungi dunianya sendiri bersama rubik tercintanya, sedangkan Kwonjoo lagi-lagi merenung. Keadaan itu bertahan selama beberapa menit, sebelum kekehan pelan tiba-tiba keluar dari bibir Kwonjoo.

"Ada apa?" Nambong bertanya saat tanpa sengaja mendengar kekehan pelan dari Kwonjoo. Sedangkan yang ditanya hanya terdiam bingung, baru menyadari apa yang barusan dilakukannya.

Saat Kwonjoo hendak mengucapkan sesuatu, apapun yang akan keluar dari mulutnya yang sudah terbuka itu seketika batal saat sebuah pekikan keras menginterupsi mereka.

"WHOAA!!!"

BRUK!

Hujan kertas menghambur ke arah tempat dimana Nambong dan Kwonjoo duduk. Tak hanya kertas, bahkan ada buku yang juga terbang terlempar dan menimpuk wajah Nambong dengan telak.

Pelaku kerusuhan itu adalah Perawat Jang Yeoul yang kini jatuh tersungkur di lantai.

"Perawat Jang, Anda baik-baik saja?" Kwonjoo refleks bangkit dari duduknya menghampiri Yeoul dengan raut muka khawatir. Ia membantu Yeoul untuk berdiri kembali. Sedangkan Nambong masih duduk dengan hidung yang memerah.

Setelah berhasil berdiri dengan tegak meski dahinya kini ikut memerah, Yeoul langsung membungkuk sembilan puluh derajat pada Nambong dan Kwonjoo.

"Maafkan saya! "

"Ah, tidak apa-apa, Perawat Jang," balas Kwonjoo. Ia melirik ke arah Nambong yang tengah mengelus-elus hidungnya. Yeoul yang melihat arah lirikan Kwonjoo pun mengikutinya, dan dia meringis pelan melihat hidung Nambong yang semerah tomat. 

"Maafkan saya, Tuan Baek! Sebentar, saya ambilkan salep—"

"Lebih baik kau urus hasil dari kecerobohanmu ini."

Guilty - Dr. Frost x VoiceWhere stories live. Discover now