13

67.8K 5.8K 302
                                    

Bisa dong vote biar saya semangat nulisnya apalagi kalau kalau ada commentnya lebih semangat lagi hehe.

Happy reading.

***

Abang Gavril PoV

Setelah Azkil keluar dari ruangan, aku menyusulnya ke rumah sakit bersama Airyn. Aku merasa bersalah atas apa yang terjadi dengannya, memang ini bukan sepenuhnya salahku karena aku memang tidak tahu kejadiannya tapi tetap saja aku merasa gagal menjadi suami dan calon ayah yang baik.

Sesampainya aku di rumah sakit dokter mengatakan bahwa Alana kekurangan banyak darah sehingga ia belum sadarkan diri tapi aku sangat bersyukur bahwa anak kami baik-baik saja. Apa anak kami? Apa baru saja aku mengakui kehadiran bayi itu?

Tapi sial golongan darah Alana A dan stoknya habis di rumah sakit ini. Darahku, Azkil maupun Airyn tidak ada yang cocok dengannya, kemana aku harus menemukan orang yang berbaik hati mau mendonorkan darahnya untuk Alana?

Kutatap wajah lemah yang sedang terbaring di ranjang kecil itu, kulitnya sangat pucat, bibirnya tak lagi tersenyum, mata biru indahnya tak lagi terlihat. Apa aku merindukannya? Kenapa rasanya sesak melihat Alana seperti ini? Rasanya sulit sekali bernapas.

"Siapa yang bisa menolong Alana?" aku mengacak rambut frustasi, kulirik Azkil yang menatap Alana dengan tatapan terluka.

Begitu besarkah rasa cinta Azkil untuk Alana?

"Aku tahu siapa yang bisa menolong Alana!" tiba-tiba Azkil langsung bangkit dari sofa dan berjalan keluar ruangan, aku tidak bertanya karena aku yakin Azkil pasti akan melakukan yang terbaik untuk sahabat yang dicintainya.

Airyn menghela napas berkali-kali, kurasa ia tak nyaman berada di sini bahkan sedari tadi ia tampak biasa saja melihat Alana, sama sekali tidak menunjukkan raut kesedihan atau mungkin ia tidak peduli dengan Alana?

"Ryn, kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

Airyn memutar bola matanya jengah. "Aku benci melihatmu yang menatap Alana dengan tatapan terluka."

Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran Airyn, apa segitu bencinya ia dengan adiknya sendiri sehingga ia tidak memiliki rasa kasihan sedikitpun untuknya.

"Kalau dia cepat mati itu lebih baik! Jadi tidak ada lagi pengganggu untuk hubungan kita sayang dan kita happy ending," ujarnya tersenyum.

Oh Tuhan aku benar-benar tidak menyangka ia memiliki pikiran sepicik ini, aku saja melihat Saski terbaring lemah di rumah sakit seperti separuh hidupku hilang. Lalu dia? Apa Airyn sama sekali tidak punya hati. Tapi sayangnya perempuan yang tidak punya hati ini adalah perempuan yang kucintai.

"Sayang apa kita akan melanjutkan ciuman yang sempat terhenti tadi?" ia mendekatkan wajahnya lalu aku bergeser ke ujung sofa.

Aku menatapnya tajam dan penuh penegasan. "Tidak akan! Seharusnya pas kamu mulai menciumku tadi, aku menolaknya bukan malah menikmatinya. Dasar perempuan penggoda!"

Airyn memang ke kantorku tadi, awalnya aku tidak menggubris kehadirannya, aku menyibukkan diri dengan setumpukan kertas kerja di hadapanku tapi ia justru mendekatiku dan terus menggodaku dengan sentuhannya entah di jakunku dan sekitar area wajah kemudian menempelkan bibirnya ke bibirku, awalnya aku ingin menolak tapi aku menikmati lumatannya. Entah ada setan mana yang memintaku untuk membalas ciumannya.

Ibarat kata kucing tidak akan menolak jika diberi ikan. Apalagi ikan yang ia sukai.

"Aku penggoda? Asumsi seperti apa itu? Aku memang kekasihmu sayang."

Alana (Sudah Terbit) ✔Where stories live. Discover now