36

77K 5.5K 191
                                    

Tidak peduli sebanyak apapun kalian menyakitiku aku tetap menyayangi kalian dan aku juga minta maaf karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian.

Makasih untuk semuanya kak Gavril, bunda, ayah, kak Airyn, Azkil, mama, papa, om Alex, tante Vania.

Alana.

Mereka membaca secara bergantian secarik kertas yang dititipkan oleh Alana ke asisten rumah tangga itu.

Mereka semua menatap nanar wajah Alana yang terbaring kaku di atas ranjang kecil itu. Winata sesosok pria yang tidak pernah peduli dengan Alana kini merasa terenyuh membaca surat itu. Seharusnya Alana membenci Winata karena begitu banyak kesakitan yang ia dapat akibat ulah ayah tirinya tersebut.

Kenapa kamu tidak membenci saya Alana? Sebab begitu banyak luka yang saya torehkan untukmu.

"Maaf," ujar Winata yang membuat semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arahnya.

"Maaf untuk semua luka yang saya beri untukmu, jangan dulu pergi Alana. Saya belum sempat mengucapkan kata maaf," lanjut Winata, apa yang terlontar dari mulutnya itu benar-benar dari hatinya terdalam.

Sejahat apapun seseorang akan ada saatnya mereka menyadari atas kesalahan yang mereka lakukan.

"Maafkan saya yang terlalu mementingkan kebahagiaan Airyn hingga saya lupa dengan kebahagiaan kamu."

Winata berharap mata Alana akan segera terbuka dan memaafkan segala kesalahannya dulu tapi nyatanya harapan itu belum terwujud, Alana masih enggan membuka matanya. Entah sampai kapan ia akan tertidur.

Bayi mungil yang sedang di gendong oleh Gavril masih tertidur pulas, seakan ia tahu mamanya masih belum sadarkan diri sehingga ia tidak rewel, ia tidak protes ketika susu formula yang masuk ke dalam perutnya bukan ASI. Mau bagaimana lagi tidak ada yang bisa memberikannya ASI.

"Sayang, bangun. Kanzea butuh kamu sayang, dia butuh mama, jangan pergi sebelum melihatnya tumbuh menjadi gadis dewasa sayang. Aku mohon! Aku dan Kanzea butuh kamu," setetes air mata turun membasahi pipi Gavril.

Hati pria itu begitu sakit melihat wanitanya antara hidup dan mati. Dokter saja belum berani mengatakan apa-apa, hanya keajaiban Tuhan-lah yang akan membangunkan Alana untuk kembali melihat keindahan dunia.

"Alana, bangun sayang. Tante tidak marah walau kamu anak suami tante dari wanita lain, tante sudah menganggap kamu selayaknya anak kandung tante sendiri," kali ini Vania yang mengeluarkan suara.

"Maaf atas ketidakpedulian saya terhadap kamu, Alana. Jujur saya menyayangi kamu selayaknya saya menyayangi Azkil, Kevin dan Amanda. Tolong bangun dan panggil saya dengan sebutan daddy," mohon Alexander.

Begitu banyak yang menginginkan Alana untuk membuka matanya tapi Tuhan belum menakdirkan Alana untuk sadar.

"Sayang bangun, kami semua merindukanmu," ujar Lisa.

Tidak ada satupun ibu di dunia ini yang ingin melihat anaknya terluka, Lisa memang jarang mengekspresikan rasa sayangnya ke Alana tapi jauh dari lubuk hatinya terdalam ia sangat menyayangi putrinya itu.

Sesaat kemudian muncul bocah lima tahun yang berlari masuk ke dalam ruangan bersama kakaknya, mereka adalah Zio dan Varel.

Mata Zio langsung berbinar melihat Zea yang berada di gendongan Gavril. "Mau gendong dedek Zea," rengek Zio yang langsung mendapat pelototan tajam dari Gavril.

"Dedeknya lagi bobo sayang," ujar Jasmin.

"Zio mau cium dedek."

Satria langsung menggendong tubuh mungil Zio. "Zio sayang dedek Zea bobo dulu, nanti kalau sudah bangun Zio boleh cium dedek sepuasnya."

Alana (Sudah Terbit) ✔Where stories live. Discover now