16

83.1K 6.4K 368
                                    

Mumpung ada ide, aku up lagi.

***

Kediaman Winata kini sedang dihebohkan oleh seorang perempuan yang mencoba bunuh diri akibat patah hati atau lebih tepatnya ditinggal menikah oleh kekasihnya.

"Jangan mendekat!"

Lisa dan Winata berdiam ditempat, mereka tidak bisa melakukan apa-apa selain meminta Airyn agar menjatuhkan pisau tajam yang ada di tangannya. Perempuan itu benar-benar sudah gila, hanya karena patah hati ia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara tragis seperti ini. Benar-benar tidak logis.

Winata ingin maju tapi tiba-tiba Airyn melarangnya. "Satu langkah ayah maju maka pisau ini aku menggores nadiku!"

"Airyn kamu jangan gila! Kamu itu orang yang berpendidikan, kamu calon dokter spesialis jangan mengakhiri hidupmu dengan seperti ini."

Lisa tidak habis pikir dengan jalan pikiran Airyn. Ia menyekolahkannya tinggi-tinggi bukan untuk menjadi perempuan bodoh yang menyerah dengan hidupnya hanya karena pata hati.

"Kalau aku tidak bisa mendapatkan Gavril untuk apa aku hidup di dunia, tidak ada gunanya!!!"

Winata menatap Airyn tajam ia benar-benar kecewa dengan tindakan bodoh anak kebanggaannya, hanya karena cinta ia ingin bunuh diri.

"Kamu ingin Gavril? Baik ayah akan memberikan dia untukmu tapi jatuhkan dulu pisau itu!"

Airyn menangis sejadi-jadinya, tidak peduli dengan ucapan sang ayah, yang ia inginkan sekarang hanya mengakhiri hidupnya agar tidak ada lagi kekecewaan yang ia rasakan. Dengan mengakhiri hidup membuat tugasnya di dunia selesai dan biarlah urusan di akhirat nanti menjadi urusannya dengan Tuhan.

Pisau itu tepat mengarah ke nadinya hanya sekali goresan akan melukai nadinya dan itu akan berakibat fatal.

"Selamat tinggal dunia!"

Darah segar menetes bersamaan dengan ambruknya tubuh Airyn ke lantai.

"AIRYN...,"

***

Gavril baru saja pulang kerja sudah disambut senyuman manis oleh sang istri, sebenarnya Gavril masih kesal dengan adegan ciuman panas Alana dengan Azkil kemarin, ia juga tidak tahu kenapa bisa sekesal itu. Apa benar ia cemburu?

"Kak Gavril, mandi dulu habis itu kita makan mal—"

Ucapannya terhenti karena Gavril tiba-tiba menerima panggilan dari seseorang.

"Apa? Iya saya langsung ke sana."

Wajah Gavril benar-benar pucat setelah mendapat telepon. "Na, sekarang siap-siap. Kita ke rumah sakit sekarang."

"Ada apa? Tapi sebaiknya kita makan dulu."

Gavril tidak dapat mengontrol emosinya. "Jangan banyak tanya, cepat Alana, jangan lelet. Ikut saja!" ujar Gavril setengah berteriak membuat Alana bungkam dan langsung mengikuti langkah Gavril.

Padahal sejak sore ia belum makan, Alana sangat lapar tetapi ia lebih memilih diam daripada memancing amarah Gavril.

Sabar ya nak. Nanti kita makan kok.

Gavril mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat Alana memejamkan matanya, sumpah demi apapun ia takut.

Alana membuka matanya melawan rasa takutnya dan menatap Gavril. "Kak, kita bisa mati! Pelankan sedikit!"

"Diam! Atau aku lempar kamu dari sini!"

Rasanya Alana ingin sekali menangis, ia tidak tahu sedarurat apa keadaan seseorang di rumah sakit itu tapi setidaknya Gavril juga harus peduli terhadap keselamatan Alana dan bayinya. Bisa saja terjadi kecelakaan dan itu mengancam nyawa Alana. Bukan hanya Alana tapi juga Gavril.

Alana (Sudah Terbit) ✔Where stories live. Discover now