29

75.6K 5.7K 142
                                    

Aku up lagi nih.

***

Azkil tidak tahu harus bersikap seperti apa sama Alana, tetap bersikap seperti sahabatkah? Atau layaknya seorang saudara? Semua terasa membingungkan dan ia sekarang antara menerima kenyataan ini atau tidak, antara senang atau tidak memiliki saudara beda ibu. Jujur kalau Azkil melihat wajah Alana sama saja mengingatkannya bahwa ayahnya telah menghianati ibunya.

Seminggu Alana berada di rumahnya suasana kecanggungan antara mereka semakin nyata, status mereka sekarang bukan lagi hanya sebatas sahabat tapi lebih dari itu, mereka berasal dari sperma yang sama meski tumbuh di rahim yang berbeda. Azkil sama seperti Alana masih belum bisa menerima kenyataan ini, tapi itu bukan berarti Azkil membenci Alana. Sama sekali tidak.

Azkil juga kecewa sama ayahnya yang telah menghianati ibunya yang sangat baik meski itu bukan perselingkuhan tapi tetap saja Azkil menganggapnya adalah sebuah penghianatan.

"Mereka yang kusebut keluarga, ternyata sama sekali tidak mengharapkan kehadiranku!" Azkil yang semula menatap lurus ke arah kolam renang kini berbalik dan menatap wajah Alana dengan tatapan bingung.

Alana menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Selama 18 tahun aku hidup tanpa ayah kandungku, selama 18 tahun aku tidak pernah mengetahui siapa laki-laki yang telah menabur spermanya ke rahim bunda dan selama 18 tahun pula aku bertanya apa pria itu tidak menginginginkanku sehingga satu kalipun ia tidak pernah datang menemuiku?"

"Dan pertanyaan itu sudah terjawab sekarang, pria itu memang tidak menginginkanku, aku memang belum bisa terima kenyataan ini tapi aku tidak menyangkal kalau aku ingin mendapatkan kasih sayang dari dia."

Air mata Alana mulai menetes. "Aku iri Azkil, sangat iri! Kamu dengan mudah mendapatkan kasih sayangnya sedangkan aku? Bahkan dia tidak mengakui aku anaknya di depan semua orang! Bahkan aku tidak boleh memanggilnya ayah."

"Apa salah aku Azkil? Kenapa selama ini aku tidak pernah bahagia? Apa aku memang tidak ditakdirkan untuk bahagia? Dan sekarang aku rasa hubungan kita merenggang setelah kamu tahu kalau kita adalah saudara!"

Azkil mendekat ke arah Alana. "Sorry, gue bukannya mau menjauh dari lo, gue sama kayak lo, masih belum bisa menerima kenyataan ini, jujur gue lebih suka status kita adalah sahabat tanpa ada embel-embel saudara dan satu lagi setiap gue lihat wajah lo mengingatkan gue tentang sebuah penghianatan bokap gue di masa lalu."

"Gue nggak nyangka aja wanita sebaik nyokap gue ternyata pernah di khianati oleh suaminya sendiri dan sayangnya sampai sekarang nyokap gue nggak pernah tahu. Entah apa reaksi nyokap gue nanti kalau tahu lo adalah anak bokap gue dari wanita lain."

Azkil membuang napasnya kasar. "Ternyata benar kata orang karma itu ada. Nyokap lo hamil di luar nikah dan sekarang lo yang hamil di luar nikah, meski kasusnya beda tapi intinya sama!"

Alana tidak menyangka sahabat yang selalu melindunginya dulu bisa berkata seperti itu, ia berusaha menahan sesak di dadanya, air matanya ia biarkan mengalir begitu deras. "Terimakasih untuk semuanya!"

Setelah itu Alana melenggang pergi dari hadapan Azkil, dengan jalan gontai Alana melewati Kevin yang sedang bermain game mobile legend di ruang tamu sambil sesekali menghapus air matanya yang jatuh.

"Alana, lo mau kemana? Ini udah malam terus di luar hujan juga," ujar Kevin melihat Alana berjalan ke arah pintu ruang tamu.

Alana menoleh dan berusaha tersenyum. "Mau beli sesuatu."

"Biar gue an———"

"Bisa sendiri, ada taksi."

Tanpa menunggu jawaban Kevin, ia melanjutkan langkah kakinya, sejujurnya ia tidak tahu harus kemana karena ia lupa membawa dompet dan tidak mau kembali ke rumah itu. Biarlah kakinya akan melangkah kemana.

Di bawah guyuran air hujan saat malam yang sepi Alana berjalan tanpa arah. Dinginnya sampai menusuk tulang, kakinya mulai lelah tapi ia tidak ingin berhenti melangkah karena dengan begini bisa sedikit mengurangi beban hidupnya.

Badannya terasa menggigil, kepalanya pusing dan kakinya sudah kaku serta lidahnya kelu untuk berteriak kepada alam bahwa dirinya sekarang sudah lelah maka air matanya yang berbicara. Tubuhnya terjatuh ke tanah, ia sudah tidak sanggup berdiri seakan dunianya berhenti berputar.

"Aku ikhlas kalau Tuhan mengambilku sekarang juga karena aku sudah lelah dengan semua ini," lirih Alana dengan suara lemahnya sampai akhirnya ia tak dapat mendengar suara air hujan lagi dan tak lagi merasa kedinginan serta matanya sudah tertutup rapat lalu tubuhnya tergeletak di tanah.

***

Jasmin dan Satria terkejut melihat jari Gavril bergerak dan itu artinya sebentar lagi Gavril akan sadar. Senyum di wajah kedua orang tua itu tampak mengembang saat melihat mata Gavril sudah mulai terbuka, rasa haru yang membahagiakan ternyata Tuhan masih membiarkan Gavril melihat dunia ini.

"Sayang...," panggil Jasmin.

"Kamu bisa mendengar kami nak?" tanya Satria.

Gavril menoleh sedikit kemudian mengangguk setelah itu Satria memanggil dokter, kata dokter Gavril baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya perlu menunggu otak Gavril kembali bekerja normal seperti sedia kala.

"Syukurlah kamu sadar sayang, tiga minggu kamu tidur dan buat kami semua khawatir."

Gavril tersenyum mendengar ucapan Jasmin. "Alana mana ma?" tanya Gavril dengan suara yang masih melemah.

"Sudah seminggu ini dia tinggal di rumah Azkil, mama tidak mau dia kelelahan apalagi sebentar lagi dia akan melahirkan."

"Apa mama hubungi dia sekarang?"

"Jam berapa sekarang ma?"

"Setengah 10 sayang."

"Kalau begitu besok saja, mungkin sekarang dia sudah tidur."

Jasmin mengangguk.

"Kalau begitu mama sama papa juga tidur pasti kalian kelelahan."

"Kamu mau makan sayang?"

Gavril menggeleng. "Besok saja, aku mau lanjut tidur lagi."

Jasmin dan Satria menggeleng-gelengkan kepala melihat Gavril tertidur lagi padahal ia sudah tidur selama tiga minggu tanpa bangun-bangun.

***

"Vin, tidur sono. ML mulu perasaan," Azkil duduk di sampingnya Kevin.

"Jam berapa sekarang?" tanya Kevin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Lihat aja di hp lo!" ujar Azkil.

Kevin sudah merasa ngantuk, ia berhenti main mobile legend dan melihat jam yang terpampang nyata di layar ponselnya yang menunjukkan angka 21.40.

"Buset, udah hampir jam 10 tapi Alana belum juga balik."

"Alana kemana?" tanya Azkil mulai panik.

"Nggak tahu deh bumil, katanya mau beli sesuatu, tapi dia pergi udah hampir sejaman kayaknya."

"Kunci mobil mana?"

"Di kamar daddy lah."

Tanpa berpikir panjang Azkil langsung berlari ke kamar ayahnya dan menggedor panik kamar tersebut, ia tidak mungkin mencari Alana dengan motornya karena di luar masih hujan. Biarlah untuk kali ini ia menjadi anak durhaka karena mengganggu tidur kedua orang tuanya.

Setelah pintunya terbuka dan mendapatkan kuncinya, Azkil langsung mengendarai mobil tersebut mencari Alana. "Please Na, gue panik. Gue harap lo baik-baik saja."

Azkil jadi menyesal atas kata-katanya tadi, kalau tahu kejadiannya akan begini ia akan lebih mengontrol lagi kata-katanya, percayalah selama ini Azkil tidak akan pernah mampu melihat Alana terluka tapi tadi ia telah melukai Alana tanpa sadar.

"Na, maafin gue. Lo di mana sekarang?"

Azkil terus mengendarai mobilnya, malam sudah semakin larut dan hujan tidak ada tanda-tanda mereda tetapi Alana belum juga ditemukan. "Gue takut terjadi sesuatu yang buruk sama lo, Na."

Tanpa sadar air mata Azkil jatuh. "Alana, where are you?" lirih Azkil dengan nada lemah.

***

Comment sesuatu boleh lah dan jangan lupa vote wkwk.

Alana (Sudah Terbit) ✔Where stories live. Discover now