43

44.3K 3.8K 103
                                    

Nyawa dibalas nyawa.

Entah Alana atau Gavril mereka harus mati di tanganku.

Airyn bunuh diri karena keegoisan mereka.

Aku tidak rela anakku mati dengan cara tragis.

Salah satu dari mereka harus tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi!

Suasana rumah duka masih diselimuti kesedihan yang mendalam, meski sudah tiga hari Airyn pulang kepada sang pencipta tapi Winata, Lisa dan Alana masih merasakan kesedihan yang mendalam. Gavril sudah pulang ke Bali kemarin karena kasihan Kanzea terlalu lama dititipkan ke sekretarisnya, Kanzea memang tidak diajak ke Jakarta karena umurnya masih terlalu kecil untuk naik pesawat lagi. Cukup waktu pertama kali pindah ke Bali.

"Airynku meninggal semua ini karena kamu!" geram Winata yang membuat tubuh Alana menegang.

Sementara Lisa langsung datang membela putrinya itu. "Cukup menyalahkan Alana, dia tidak bersalah! Airyn bunuh diri itu pilihannya bukan karena Alana!"

Plak!

Winata menampar pipi kanan Lisa hingga menimbulkan tanda kemerahan. "Mau belain anak sialan kamu ini?" tunjuknya tepat di wajah Alana. "Kenapa dulu kamu harus lahir hah? Kamu yang merebut Gavril dari Airyn. Setan kamu!" tangan Winata ingin melayang ke pipi Alana namun langsung ditahan oleh Lisa.

"Kamu boleh menamparku sepenuh hatimu tapi jangan pernah menyakiti anakku!"

Winata menatap istrinya tajam dan langsung mencekik leher istrinya hingga Lisa kesulitan bernapas. "Ini balasan untuk istri yang tidak tahu diri!"

"Ayah jangan sakiti bunda, lepaskan bunda. Alana mohon Yah!" Alana terus memohon dan berusaha melepaskan tangan Winata dari leher Lisa namun apa daya tenaga Alana tidak lebih besar dari Winata.

"Diam atau saya bunuh bundamu ini!"

"AYAH SADAR ITU ISTRI AYAH! JANGAN SAKITI BUNDA HANYA KARENA AYAH BELUM BISA MENERIMA KEPERGIAN KAK AIRYN. JANGAN BUAT BUNDA MENYUSUL KAK AIRYN DENGAN CARA MEMBUNUHNYA!" ini untuk pertama kali Alana berteriak.

Perlahan tangan mulai terlepas dari leher Lisa, tidak seharusnya ia melakukan itu kepada istrinya. Ia tidak ingin lagi kehilangan orang yang disayangnya.

Lisa mengatur napasnya yang tidak beraturan. "Kenapa tidak bunuh saja aku sekalian? Kamu bunuhpun, aku tidak masalah!"

"Bunda jangan bicara seperti itu."

"Biar Alana, biar pria tua ini merasakan kehilangan semua orang yang disayangnya!"

Yang harus aku bunuh bukan Lisa tapi Alana. Ya, aku harus membunuhnya! Dia juga bukan anak kandungku, kenapa aku harus menyayangi dia? Airynku pergi karena dia yang telah merebut Gavril. Dan sekarang istriku lebih membela anak haram ini.

Winata pergi ke dapur lalu membawa sebuah pisau tajam. Lisa dan Alana kaget atas apa yang dilakukan Winata.

"Pisau ini akan menusuk perutmu!" ujarnya ke Alana.

"Ayah jangan, tolong jangan lakukan itu. Kanzea masih kecil. Tolong Yah," mohon Alana yang terus berjalan mundur dan diikuti oleh Winata.

"Persetan, mau Gavril jadi duda atau Kanzea jadi piatu. Memang saya peduli!"

Tiba-tiba Lisa maju dan pisau itu terkena dirinya bukan Alana. Darah segar mengalir di perutnya, tubuhnya ambruk seketika membuat Alana dan Winata histeris.

"Lisaaaaaaa,"

"Aku bersumpah akan membawa kasus ini ke jalur hukum," ucap Alana disela isak tangisnya. Ia menangis sejadi-jadinya melihat bundanya tak berdaya, napasnya telah berhenti, jantungnya telah berhenti berdetak, sekujur tubuhnya dingin.

"Lisa maafkan aku," Winata berusaha menyentuh Lisa dalam pangkuan Alana.

"Jangan sentuh bundaku, kamu pembunuh!"

***

Alana masih setia duduk di sini meski pemakaman telah berakhir satu jam yang lalu. Ia menatap nanar pemakaman yang tanahnya masih basah. Ia tidak menangis seakan air matanya sudah kering. Ia tidak menyangka wanita yang melahirkannya akan pergi secepat ini dan dengan cara di bunuh.

"Bunda wanita yang kuat, dua puluh lebih tahun bunda hidup bersama pria brengsek itu. Kenapa bunda harus mencintai laki-laki egois itu?" Alana tidak menangis tapi hatinya sangat perih.

Winata sudah ditangkap polisi 30 menit sebelum pemakaman dimulai, pria itu pantas mendapatkannya.

Hanya Gavril sedari tadi setia menemani Alana. "Sayang, jangan larut dalam kesedihan, doakan akan Bunda tenang di sana. Ini sudah hampir sore dan mau hujan sepertinya. Ayo pulang."

Alana dan Gavril sekarang pulang ke rumah orang tua Gavril. Saat mereka sampai terlihat Satria dan Jasmin yang sedang menonton tv.

"Cepat juga ya beritanya menyebar," ujar Jasmin yang langsung membuat Alana dan Gavril ikut meyaksikan berita di tv.

Winata Hermansyah, seorang dosen salah satu universitas di Jakarta telah ditangkap oleh pihak berwajib karena telah melakukan pembunuhan kepada istrinya, Lisa Rahmania. Untuk info selanjutnya akan segera kami kabarkan.

Di situ foto Winata terpampang nyata.

"Kasihan nasibnya sebagai dosen akan hancur," ujar Satria.

"Itu hukuman yang setimpal untuk kesalahan yang telah dia perbuat. Semoga dipenjara seumur hidup."

Alana harusnya senang Winata telah dipenjara tapi tetap ia merasa sedih karena biar bagaimanapun ia telah hidup bersama Winata dari lahir meskipun ia tidak pernah benar-benar menyayangi Alana.

"Aku bersyukur istriku masih selamat, aku tidak jadi duda dan Kanzea tidak jadi piatu," ucap Gavril membawa Alana ke dalam dekapannya.

"Tapi bundaku yang menjadi korbannya kak, dia rela mempertaruhkan nyawanya demi aku."

"Itulah seorang ibu, dia akan rela melakukan apa saja untuk kebahagiaan anaknya. Tidak ada seorang ibu pun di dunia ini yang mau anaknya terluka," ujar Jasmin.

Sekarang Alana merasakannya, dirinya adalah seorang ibu dan sangat menyayangi Kanzea. "Kak, Zea di titip ke sekretaris kakak lagi?"

Gavril mengangguk. "Iya, kasihan kalau harus diajak naik pesawat."

"Kalau begitu kita harus segera pulang kak, kasihan Kanzea ditinggal terus."

"Iya besok ya."

***

Aduh gantung lagi
Maaf ya pendek
Bentar lagi ending kok
Vote dan comment

Alana (Sudah Terbit) ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora