32

76K 5.4K 293
                                    

Malas edit guys, lagi ngantuk. Tidak dibaca ulang. Jadi mohon maaf kalau ada typo dan tolong maklumi.

***

Abryan buukannya ingin mengusir Alana dari apartemennya hanya saja ia tidak ingin Alana terlalu lama kabur. Ini sudah hari ke tujuh ia tinggal di sini tanpa memberi kabar ke siapapun.

"Na, sampai negara api menyerangpun lari dari masalah bukan sesuatu yang baik! Aku bukannya tidak senang kamu tinggal di sini tapi kamu itu punya keluarga yang khawatir, kamu punya suami!"

Alana bergeming, semua perkataan Abryan memang benar tapi untuk kali ini biarkan Alana terhindar dari orang-orang yanb sering menyakitinya. Alana hanya ingin bahagia. Apa itu salah? Apa seorang anak yang terlahir dari cara yang salah tidak pantas untuk bahagia?

Apa anaknya Alana juga kelak hanya akan menderita sepanjang hidupnya? Sungguh Alana tidak sanggup menerima kenyataan jika memang itu yang terjadi.

Satu tetes air mata Alana jatuh seketika. "Bagaimana perasaan kakak jika istri kakak rela mempertaruhkan nyawanya untuk seorang mantan?"

Abryan mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Suami aku, dia rela menolong mantannya yang ingin bunuh diri dan akhirnya ia yang terbaring di rumah sakit dan aku tidak tahu sekarang dia sudah sadar atau sudah mati!"

Ia menghapus air matanya. "Sesabar-sabarnya orang sabar pasti akan sakit hati juga jika mengalami hal seperti itu. Aku tidak mempunyai hati sesuci malaikat, aku cuma wanita biasa yang ingin disayang."

Abryan cukup prihatin dengan nasib Alana tapi ia tidak bisa membenarkan tindakan Alana ini.

"Bisa saja suami kamu menolong karena perikemanusiaan 'kan?"

"Perikemanusiaan? Aku rasa dia bukan orang sebaik itu yang rela terluka hanya karena menolong orang lain."

"Na, positive thinking!"

Alana menatap nanar wajah Abryan yang seakan terus mendesaknya agar segera kembali kepada keluarganya.

"Itu cukup jadi bukti kalau dia masih mencintai mantannya dan masih menjadi prioritasnya! Aku hanya memberi mereka ruang untuk bersatu kembali!"

Abryan mendesah kesal. "Na, kesampingkan dulu egomu, pikirkan bagaimana nasib dia jika lahir tanpa seorang ayah?"

"Kakak tidak mengerti perasaan aku!"

"Oke, aku tidak mengerti! Tapi apapun alasannya, apapun masalahnya tetap tindakan yang kamu ambil ini salah."

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Pulang! Temui suamimu, bicarakan baik-baik."

Alana tahu maksud Abryan memang baik tapi ia belum bisa menuruti permintaannya.

"Bicarakan baik-baik? Lalu bagaimana dengan kakak yang buat kak Lexa menunggu bertahun-tahun dan sampai sekarang tidak ada kepastian."

"Kita lagi bahas kamu, jangan mengalihkan pembicaraan!"

Abryan memegang bahu Alana kuat. "Dengar aku, kurang dari satu bulan lagi anak kamu akan lahir dan yang harus ada di samping kamu bukan aku tapi suami kamu!"

"Kak Bi!"

"Mau aku seret atau aku antar baik-baik?"

Alana menggeleng.

"ALANA!" habis sudah kesabaran seorang Abryan.

***

"Parah nyawa gue ilang!"

Perempuan yang duduk di sebelahnya mengernyitkan keningnya bingung. "Nyawa lo ilang? Tapi kok lo masih hidup?" tanya Laura dengan polosnya.
Kevin menatapnya jengah. "Bego! Bukan gue tapi game blossom blast saga!"

Alana (Sudah Terbit) ✔Where stories live. Discover now