01 | Mata Segelap Obsidian

185K 13.1K 1.4K
                                    

It wasn't love at first sight exactly,

something was familiarity.

Something like oh, hello, it's you.

It's going to be you.

(Mhairi McFarlane)

⏱️

Awal semester baru saja dimulai, namun ajaibnya nyaris seluruh meja di Perpustakaan Pusat telah terisi. Sebagian besar penghuninya adalah mahasiswi tingkat pertama dan kedua. Beberapa memang serius mengerjakan tugas sedangkan sisanya, justru bersembunyi di balik gadget sambil melirik ke meja tengah.

Tidak ada yang spesial dari meja tersebut, kecuali seorang pemuda yang sedang sibuk dengan diktat di hadapannya. Sesekali dahinya berkerut menandakan ia sedang berpikir keras. Sepertinya, ia tak sadar bahwa dirinya tengah menjadi sumber keributan. Bagaimana tidak, setiap pergerakannya, menarik perhatian seluruh gadis di sana.

Dia nengok dikit, pada berhenti bergerak.

Dia buka buku, pada tahan napas.

Dia merenggangkan otot? Kelar semua jantung gadis di sana.

Hiperbolis memang, tapi itulah pemandangan yang Lea saksikan selama setengah jam ia duduk di sana. Mirisnya, alasannya berada di sini juga tak jauh berbeda dengan gadis lainnya. Walaupun alasan bukan berarti tujuan.

Lea berada di Perpustakaan bukan karena ia ingin menjadi salah satu penggemar Mahesa Januar. Ia di sana, karena...

“Sumpah ya, nggak ngerti lagi gue sama Kak Esa, napas aja ganteng.” Suara cempreng di sebelah kanannya membuat Lea menoleh. Kania menatap Esa dengan sorot memuja. “Beruntung banget deh Fira yang bisa duduk di depannya gitu, gue sih jadi dia udah pingsan.”

“Aw, gue sih bukannya pingsan lagi, cyin.” Kali ini suara tersebut berasal dari sisi kirinya. “Udah mokad eike pasti.”
Pemuda gemulai di kiri Lea itu menggigit jarinya genit. “Nggak kuat, Mikha Tambayong lihatnyaaa~”

Azalea memutar bola matanya jengah. Ia sudah bosan mendengar dua sahabatnya memuja Mahesa dengan berlebihan.

Memang, apa sih yang spesial dari mahasiswa yang baru pulang student exchange dari Amerika?

Lihat saja, beberapa menit lagi mereka akan ribut karena memperebutkan Mahesa milik siapa.

“Ian, yang ini punya gue, lo jangan ganggu,” ujar Kania tanpa mengalihkan tatapannya dari objek pembicaraan.

“Enak aja punya lo,” Bryan yang namanya kalau malam berubah jadi Brianty itu mengerutkan hidungnya tak suka, jari telunjuknya bergerak ke kanan dan ke kiri. “No, no, no, darling, Kak Esa itu cokiber—cowok kita bersama—lagian terima kenyataan aja lagi, kalau dia itu mehong.”

Mendengar kalimat Bryan, Kania sontak melotot tak setuju. “Ian jangan sembarangan ya kalo ngomong, Kak Esa tuh straight tau!”

Kan benar...

Lea meringis saat menyadari nada suara Kania yang meninggi menarik perhatian Bu Dwi—penjaga perpustakaan yang terkenal super menyebalkan. Lewat tatapan mata, Lea memberi kode pada keduanya. Namun, sepertinya baik Bryan maupun Kania tidak menyadarinya.

About ForeverWhere stories live. Discover now