42 | Walau Selamanya Tak Pernah Jadi Milik Kita

79.7K 6.9K 1.4K
                                    

Time is very slow

for those who wait.

Very fast for

those who are scared.

Very long for

those who lament.

Very short for

those who celebrate.

But for those who love,

time is eternal.

(William Shakespeare)

⏱️

Jika orang-orang berpikir bahwa Ken adalah alasan setiap orang di hidup Mahesa beranjak lari , maka mereka salah besar. Nyatanya, jauh sebelum perpisahan mereka terjadi, Mahesa sudah menyadari bahwa hidupnya disesaki oleh orang-orang yang kelak akan pergi.

Sebaliknya, Ken mungkin menjadi alasan mengapa sebagian orang tetap tinggal di sisinya. Tak seperti dirinya, yang memilih menarik diri, Ken justru memaksa orang lain untuk menetap. Ken mengatakan hal-hal yang tak pernah sanggup Mahesa katakan.

Jangan pergi.

Suara itu bergema di tempurung kepala Mahesa, membuat pemuda itu memejamkan matanya barang sejenak. Ia biarkan cahaya matahari dari bingkai jendela menyapu wajah pualamnya.

Hangat yang ia rasakan kini menjadi paradoks karena dingin dalam dadanya.

Pemuda itu menggigil, menyadari kehilangan yang menantinya sekali lagi.

Seperti mendengar seluruh jeritan hatinya, suara renyah itu tiba-tiba saja mengisi gendang telinga Mahesa. Ia berbalik hanya demi menemui Azalea yang melangkah masuk ke dalam kamar perawatannya.

"Kamu sudah siap?" tanya Lea seraya meletakan sebuah paper bag ke samping tasnya yang sudah ditumpuk. Gadis itu memeriksa nakas di samping bangkar, memastikan tak ada barang yang tertinggal. "Kata Papa, pesawatnya berangkat jam dua siang, masih ada waktu dua jam sebelum kamu harus berangkat ke Bandara."

Lea berkelakar tanpa mengangkat kepalanya. Tangannya sibuk mengecek ulang barang yang sudah tersimpan rapi di tas Mahesa.

Setelah kepergian Kenandra dua malam lalu, tim dokter yang menangani Mahesa langsung mempersiapkan tahap pemulihan selanjutnya. Mahesa akan dikirim ke Bali, beristirahat beberapa bulan di rumah peristirahatan yang tak jauh dari tempat Ayahnya dirawat.

Pemuda itu membutuhkan ketenangan. Maka suara ombak yang beradu dengan tebing tentu jauh lebih bersahabat daripada Jakarta dan segala hingar-bingarnya. Rencananya, setelah keadaan Mahesa dengan Ayahnya membaik, mereka baru akan ditempatkan pada satu rumah peristirahatan yang sama. Mereka akan memulai segalanya dari awal, memperbaik apa-apa yang terlanjur berantakan diantara keduanya. Bersama, ayah dan anak itu akan belajar mengikhlaskan.

"Saya cuma boleh nganter kamu sampai Bandara hari ini, tapi dikunjungan Papa berikutnya, Saya, Mama, Bryan dan Kania rencananya ikut jenguk kamu di sana. Kamu nggak papa kan kalau-," kalimat Lea terhenti di ujung lidahnya kala ia menyentuh sepotong kain di dalam tas Mahesa.

Mahesa mengayunkan matanya ke tangan Azalea, lantas menghela napas tak ketara ketika menyadari benda apa yang membuat Lea terdiam. Kemeja denim berwarna gelap. Pakaian yang Kenandra kenakan di hari terakhirnya.

About ForeverDonde viven las historias. Descúbrelo ahora