27 | Segalanya Yang Tidak Lagi Sama

42.1K 5.3K 801
                                    

We lost our chance

to love one another.

We'll love again,

just not each other.

(Unknown)

Tak banyak hal yang berubah sejak Esa kembali ke kehidupan Lea. Segalanya masih sama seperti biasa, Mahesa masih menjadi pusat perhatian, Kania dan Bryan masih cerewet seperti biasanya, dan Ken tak pernah muncul lagi di depannya.

Namun, entah mengapa, ketika Lea menoleh ke belakang, ia tersadar bahwa sudah banyak hal yang berubah dalam hidupnya.

Senyum Mahesa tidak lagi membuat jantungnya berdegup kencang, sikap manis pemuda itupun tak juga membuat ia tersanjung. Ada seseorang yang pernah menatapnya lebih lembut, ada seseorang yang pernah membuat darahnya seolah berhenti berdesir, ada seseorang yang pernah membuat Lea merasa begitu dicintai.

Namun kini orang itu sudah menghilang. Lenyap tanpa jejak. Pesan yang Lea kirimkan tetap tidak terbalas.

Seharusnya, Azalea senang. Bukankah memang seharusnya seperti ini?

Mahesa yang ia suka berada di sisinya, setiap hari dapat teraba sudut pandangnya. Kenandra seharusnya ia anggap angin lalu yang tak pernah muncul dalam hidupnya. Toh juga dulu hidupnya baik-baik saja tanpa keberadaan Kenandra.

Tapi Lea tak bisa berbohong, ia tak bisa menganggap bahwa Ken hanyalah sosok imajiner. Harus Lea akui ada yang terasa kosong dalam sudut hatinya, dan kembalinya Mahesa tak lantas mengisi kekosongan tersebut.

"Azalea?" Mahesa memanggil Lea lembut, membuat gadis itu tersentak dari lamunannya.

"Eh? Iya?"

"Menurut kamu, yang ini bagaimana?" Mahesa menunjuk sebuah dasi berwarna biru solid yang di simpan di dalam rak kaca. Saat ini mereka sedang berada di butik busana kantor yang terletak di salah satu Mall di bilangan Jakarta. Azalea tak tahu kenapa Mahesa mengajaknya ke sini, ia hanya mengikuti.

Sebelah alis Lea naik melihat pilihan Mahesa. "Bagus, tapi kayaknya yang merah lebih bagus."

Lea menunjuk dasi yang berada dalam kotak lainnya.

"Tahun lalu saya sudah membeli yang itu," gumam Mahesa tampak berpikir, dahinya berkerut memperhatikan detail satu-persatu dasi dalam rak display. "Kalau yang abu-abu motif bagaimana?"

Lea melirik dasi yang ditunjuk Mahesa, lalu menganggukan kepala. "Lebih bagus daripada yang biru."

"Oke," Mahesa berseru senang. "Mbak, tolong yang ini ya?"

Seorang pramuniaga tersenyum ramah, mengambil dasi yang Mahesa minta lalu memproses pembelian.

"Kamu beli dasi untuk persiapan sidang skripsi?" tanya Lea sekadar basa-basi.

"Bukan," Mahesa tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Sorotnya yang bersinar tampak begitu hangat, seolah menggambarkan kebahagiaan. "Buat ayah saya, beliau sebentar lagi ulang tahun."

Mendengar kata Ayah dari bibir Mahesa, tenggorokan Lea tersekat. Ingatannya melesat pada sosok Ken di rooftop beberapa minggu yang lalu, tentang gelapnya keluarga kecil mereka.

"A...yah?" tanya Lea ragu-ragu.

Dengan antusias Mahesa mengangguk, mengingatkan Lea pada ekspresi Ken di Dufan waktu itu.

About ForeverWhere stories live. Discover now