14 | Mengenai Kata Hati

58.1K 6.2K 484
                                    

You will never be able

to escape from your heart.

So, its better to listen

To what is has to say.

(Paulo Coelho)

⏱️

Ada yang aneh dengan Azalea.

Bryan dan Kania menyadari sejak menit pertama mereka bertemu pagi ini. Lea memang tidak secerewet Kania, tapi gadis itu juga tidak sekalem Bryan.

Nggak usah protes, oke? Ini menurut Bryan Tambayong.

Bukan cuma puasa ngomel mendadak, Azalea hari ini tampak seperti orang linglung. Contohnya seperti tadi pagi, gadis itu hampir saja salah masuk ke kelas Negosiasi dan Resolusi Konflikyang jelas-jelas mata kuliah beda jurusan.

Lalu siangnya, alih-alih salim ke dosen tetua, Azalea justru menyalimi tangan salah satu mahasiswa abadi yang konon sekarang sudah semester dua belasyang tentu saja membuat senior mereka tersinggung lahir batin.

Dan sekarang...

“Le?” Kania memanggil Lea yang hanya disahut dengan gumaman.

“Hm?” tangan Lea bergerak memutar sedotannya sebelum kembali menyelipkannya di bibir. Matanya yang menerawang memperjelas, bahwa ia tak sungguh-sungguh menjawab pertanyaan Kania.

“Yang lo sedot kuah bakso, bukan es teh,” kalimat Kania sontak mengembalikan kesadaran Lea. Gadis itu langsung terbatuk-batuk menyadari kebodohannya.

“Duh, Le, makanya kalau makan jangan sambil bengong dong,” celetuk Kania seraya menepuk-nepuk punggung Lea, sementara Bryan sibuk menyodorkan minumannya pada gadis itu. “Mikirin apa sih? Ujian masih lama nggak usah dipikirin.”

Berbeda dengan Kania, sejak pertama Bryan melihat keanehan Azalea, pemuda itu sudah menduga, bahwa hal ini pasti berhubungan dengan Mahesa.

Setelah Lea lebih tenang, Bryan melipat tangannya di depan dada. Matanya menyipit, memperhatikan Azalea. Sementara itu Azalea menghindari tatapan mata Bryan, sepenuhnya menyadari bahwa Bryan Tambayong tengah bertransformasi menjadi Bryan Holmes.

“Lea, jadi apa yang terjadi selama yey sama Mahesa 'pulang duluan' kemarin?” Bryan sengaja menekankan kalimat pulang duluan untuk melihat reaksi Azalea.

Seperti yang ia duga, gadis itu masih menghindar tapi punggungnya sontak terkesiap. Layaknya sebuah buku yang terbuka, dengan jelas dapat Bryan baca seluruh aksaranya di wajah Azalea.

Lea menggigit ujung sedotannya, tapi akhirnya menghela napas pasrah. Siapa ia bisa mengelak dari dua sahabat super kepo ini?

⏱️

Senyum hangat terkembang di bibir Prama saat melihat sesosok pemuda yang menunggunya di sofa. Terlebih saat ia lihat raut wajah Mahesa yang tampak lebih cerah dari biasanya.

“Lama nunggunya, Sa?” tanya Prama seraya menyesap kopinya yang mulai dingin.
Mahesa menggelengkan kepala. “Nggak kok Om, Esa justru yang minta maaf ganggu jam kerja Om.”

“Nggak masalah, Om malah senang kalau kamu sering-sering main,” kalimat Prama bukan sekadar basa-basi. Ia memang merindukan pemuda ini, walau akhir-akhir ini ia sering menghubungi Mahesa melalui pesan singkat atau telepon, namun tetap saja bertemu dengan pemuda itu langsung rasanya lebih menyenangkan. “Ngomong-ngomong, gimana sakit kepalamu? Masih sering kambuh? Dokter Rahman bilang kamu sebaiknya di MRI?”

About ForeverWhere stories live. Discover now