10 | Sebuah Uluran Tangan

61K 7K 340
                                    

That's the problem with

being the strong one,

No one offers you

a hand.

(m.t)

⏱️

"Nggak usah panggil Kakak, panggil Esa saja," kata Mahesa sambil menyerahkan sebuah es krim cone pada Azalea. Saat ini mereka tengah duduk di taman buatan Esa di rooftop FISIP. Dengan bantuan Mahesa, Azalea ikut memanjat ke atas genteng hingga kini mereka lebih dekat dengan langit.

"Oke," Lea membuka bungkus es krimnya, namun geraknya terhenti karena Esa meraih es krimnya lalu membuka bungkusnya dengan cekatan. "Thanks," ujar Lea setelah es krim strawberry itu kembali ke tangannya.

"Kamu kenapa nggak ngehubungin saya kalau dia datangin kamu?" tanya Mahesa seraya membuka kaleng soda miliknya.

"Saya udah sms kamu, chat juga, tapi nggak dibalas. Saya telepon pun nggak aktif," ujar Lea santai. Walau dalam hati, ia juga penasaran kenapa Mahesa mengabaikan pesan darinya.

"Oh itu, maaf saya lupa, handphone saya kemarin sempat rusak," ujar Mahesa singkat. Merasa tak perlu menjelaskan bahwa ketika ia pulang, ponselnya sudah tak bernyawa mengambang di toilet kamarnya.

"Hm, pantas." Lea mengangguk-angguk, mengerti.

"Dia pasti merepotkan kamu deh," gumam Mahesa seraya menatap ke dalam kaleng sodanya. "Maaf ya."

"Kenapa harus kamu yang minta maaf?" tanya Lea bingung, gadis itu menatap Esa tak mengerti.

"Karena dia kembaran saya?"

"Kembaran kamu kan bukan berarti kamu orangnya," Lea tersenyum simpul, gadis itu menjilat es krimnya tanpa sadar bahwa pemuda di sebelahnya tengah memperhatikan. "Kamu sama Ken itu berbeda, kamu nggak perlu minta maaf atas apa yang Ken perbuat."

"Memang dia ngapain aja?" tanya Mahesa sontak membuat gerakan Lea terhenti.


Lea mengibaskan tangannya, berniat berkilah. "Udah nggak usah dipikirin dia nggak ngapa-ngapain saya kok."

Cuma meluk saya depan umum, nyulik saya dari kampus, terus ngelamar saya di tengah tumpukan kontainer. Iya cuma itu aja kok.

"Serius?" tanya Mahesa sangsi. "Kalau dia ngapa-ngapain kamu tampar aja ya, jangan ragu."

Lea tertawa geli, dalam hati miris.

Apa kabarnya kalau Mahesa tahu kembarannya bukan cuma ditampar, tapi juga di'tendang'?

"Saya bisa jaga diri kok kak Esa," Lea tersenyum simpul lalu melompat turun. Gadis itu menepuk-nepuk celananya mengulurkan tangan pada Mahesa, membuat cowok itu terpaku cukup lama, menatap tangan mungil yang terulur padanya.

Sudah lama Mahesa tak menerima uluran tangan seseorang, karena memang selama ini ia terbiasa bangkit di atas kakinya sendiri. Mahesa pernah bilang, bahwa ia melihat pengharapan pada mata Azalea dan uluran tangan ini seolah memperjelas segalanya. Meyakinkan Mahesa bahwa sekali dalam hidupnya, Tuhan mungkin masih mengizinkannya untuk menyambut genggaman tangan seseorang.

About ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang