35 | Tentang Pahlawan dan Pecundang

43.5K 6.2K 1.1K
                                    

Perhatian!

Part ini mengandung adegan kekerasan, dan karena part ini juga About Forever harus masuk mature content dan sudah tidak termasuk dalam genre teenfict.

Harap ditanggapi dengan bijak.

—————

Monsters are real,

ghost are real too.

They live inside us,

and sometimes, they win.

(Stephen King)

Sejak pertama kali membuka matanya, Lea tahu ia sedang terjebak dalam sebuah gudang. Langit-langit ruangan ini tinggi dengan baja dan dinding kokoh yang menyanggah atapnya. Peti-peti kayu berjejeran di sepanjang sisi ruangan. Setiap suara yang mereka keluarkan akan disambut oleh gema dari suara yang serupa. Lea seperti tengah terjebak dalam sebuah gua tua.

"Makan dulu," ujar Raga seraya melepaskan kain pengikat di mulut Lea. Lea memicingkan matanya, menatap bengis ke arah Raga serta dua pemuda berbadan besar yang ada di sana. Sejak mematikan sambungan telepon tadi, pemuda itu memang tak lagi memukul Lea. Ia bahkan membiarkan Lea menendang apapun yang ada di depannya.

Raga menyodorkan senampan makanan ke arah Lea, namun alih-alih menerimanya, Lea justru meludah tepat di wajah Raga, membuat pemuda itu terkekeh geli.

Indra—pemuda bertubuh besar yang dulu Lea kenal sebagai kru Nugi—sudah hampir bangkit dari tempatnya, namun dengan sigap Raga menahannya.

Raga menyeka wajahnya, lalu berjongkok di depan Azalea. Membalas tatapan nyalang gadis itu dengan sorot lembut yang selama ini Lea temui di mata Nugi.

"Nggak apa-apa kalau lo mau membenci gue, kalau lo mau marah sama gue, lo berhak." Raga mengelus rambut Lea lembut, lalu mengembuskan napas pelan. Dendam ini juga perlahan membunuhnya, tapi Raga tak ingin mati dengan sia-sia. Jika mata harus di bayar mata, maka nyawa adalah harga mutlak atas sebuah kematian.

Semula, skenario yang Raga ciptakan berbeda dengan situasi saat ini. Ia hanya akan mengorbankan Azalea, lalu membiarkan Mahesa perlahan-lahan mati oleh rasa sakit yang sama dengan yang ia rasakan, tapi ternyata ia tak bisa. Gadis ini mengingatkannya pada seseorang di masa lalu, binar matanya adalah ketulusan, senyum yang Lea tawarkan adalah keikhlasan. Gadis ini seolah tercipta dengan cinta yang tak memiliki batasan.

Maka dari itu, ia ubah jalan ceritanya. Ia akan melampiaskan dendamnya langsung pada yang paling berhak menerima pembalasan. Meskipun untuk mencapainya, Lea tetap harus menjadi alat.

"Gue bukan membenci lo, gue jijik sama lo!" Lea menatap Raga nyalang, penuh kebencian. "Sejak kapan lo merencanakan ini? Kenapa lo bisa tiba-tiba jadi Raga? Kenapa lo kebetulan ada di saat gue membutuhkan pertolongan?"

"Ini abad 21 dan lo masih percaya konsep kebetulan?" Raga tertawa geli lalu menggelengkan kepalanya. "Azalea Prameswari, sejak pertama kali kita ketemu, semuanya bukan kebetulan. Di jalan tol, di taman sampai di toko buku, semuanya bukan kebetulan. Setiap hari, hampir dua puluh jam sehari, mobil gue selalu ada di belakang mobil Ken ataupun Mahesa. Gue tahu tempat-tempat mana aja yang kalian tuju. Mall, Dufan, dermaga, dimana pun itu gue ada di belakang kalian, menunggu moment paling tepat."

About ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang