21| Dunia Fantasi

54K 5.8K 675
                                    

Happiness is just an illusion

caused by temporary absence of reality.

(Ralph Waldo Emerson)

Butuh waktu lebih dari setengah jam bagi Ken untuk kembali mengenakan zirahnya. Jejak air mata telah menghilang dari pipinya, wajahnya kembali pada raut semula; dingin dan angkuh.

Pemuda itu telah kembali tegap, tegar, menyimpan kembali lukanya rapat-rapat.

"Mau sampai kapan di sini?" suara itu menusuk telinga Lea.

Lea menolehkan kepala, meski selalu memasang wajah dingin, sudah lama ia tak melihat Ken menatapnya dengan raut sekeras ini. Namun, sebuah luka transparan yang tadi Ken tunjukan untuknya sudah cukup bagi Lea untuk paham. Bahwa Ken tak ingin lagi membahas kejatuhannya.

Lea berdiri, menepuk-nepuk celananya, sebelum mengulurkan tangan. Ken menatap uluran tangan itu sebelum menyambutnya. Tapi, alih-alih membiarkan Lea membantunya berdiri, justru Ken menariknya sehingga Lea kembali jatuh terduduk.

"Ken!" protes Lea. Ia kesal bukan main.

Ken berdiri, lalu mengulurkan tangannya pada Lea. "Yang benar begini, gue yang ngelindungin lo, bukan lo yang seharusnya melindungi gue."

Lea berdecak melihat sikap Ken yang berlebihan, namun tak elak diterima pula uluran tangan tersebut.

"Kelas jam berapa?"

Lea melirik jam di pergelangan tangannya. "Sepuluh menit lagi masuk."

"Gue ikut ke kelas lo, ya!" bukan tanya, itu merupakan kalimat bertanda seru, yang artinya Lea takkan mampu melenyapkan pemuda itu dari kelasnya tanpa membuat huru-hara.

Dari pada bikin ribut, akhirnya Lea mengambil inisiatif yang sama sekali tidak bijaksana.

"Gue bolos aja deh."

"Bolos? Ngapain?"

Lea tersenyum. "Mau nemenin lo aja seharian ini."

Seperti anak kecil yang diberikan makanan manis, mata Ken langsung berpedar kesenangan.

"Bener?!" ia memekik girang. Sadar bahwa pekikan tersebut bisa merusak imagenya, Ken berdeham beberapa kali, lalu meralat responnya. "Maksud gue, memang nggak papa?"

"Tumben lo peduli, biasanya bodo amat orang setuju apa enggak, yang penting lo seneng," Lea menyindir halus, yang tentu saja tak membuat Ken tersinggung.

"Ya, salah orangnya sendiri nggak ikut seneng kalau gue seneng?"

Lea tertawa geli mendengar kilahan Ken. "Yaudah, kita mau kemana?"

"Kemana aja asal jangan ajak Kania sama si cowok tulang lunak," kata Ken seraya menyelipkan jarinya di sela jari Lea dengan gerakan tidak terbaca.

"Kenapa gitu?"

"Ya, gue mau berdua aja sama lo, susah banget sih!"

"Hm," Lea bergumam tampak berpikir. "Oke deh, tapi syaratnya lo harus turutin apapun yang gue mau ya?"

Ken mengangguk antusias. Matanya berbinar tampak kontras dengan rautnya yang terkesan dingin.

"Oke deh, lets go captain!"

⏱️

Ken harus berkali-kali menghela napas panjang. Giginya bergemelatuk menahan kesal.

About ForeverWhere stories live. Discover now