36 | Ayah Terhebat

45.3K 6.3K 1.1K
                                    

It is not flesh and blood,

but the heart which makes us

fathers and sons.

(Johann Fredrich von Schiller)

⏱️

Polisi datang hanya berselang menit setelah Ken terkapar tak berdaya. Raga dan dua temannya berhasil diringkus, sementara Ken dan Lea segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Sepanjang perjalanan, hingga dia duduk di lantai dingin rumah sakit, Lea memeluk dirinya gemetar. Matanya seperti raga tak bernyawa. Gadis itu bahkan mengabaikan luka di punggungnya, menolak semua paksaan dari suster ataupun Bryan dan Kania.

Gadis itu menggigil ketakutan. Air mata tak berhenti mengalir dari pipinya, tapi Lea tidak terisak. Giginya hanya bergemelatuk menahan gelisah.

Segalanya terlalu cepat baginya. Ken yang tak sadarkan diri, polisi yang datang, suara sirine dan bau rumah sakit menyiksanya tanpa ampun.

Tak lama Mami dan Papanya datang dengan tergopoh-gopoh.

Kinara langsung berjongkok menatap mata putri semata wayangnya. Saat itulah, mata itu tak lagi kosong, luka, ketakutan, kemarahan seolah meledak dalam iris cokelatnya.

Azalea membenamkan diri dalam pelukan Maminya, menumpahkan tangis histerisnya. Lea tak mengatakan apa-apa, ia hanya tergugu dalam isakkan. Begitu pula dengan Maminya, Kinara sama sekali tak mampu menahan isakkannya.

Prama hanya mengusap wajahnya putus asa.

Di sanalah mereka semua. Terpuruk di depan kamar operasi yang lampunya menyala. Di atas dinginnya lantai putih yang membekukan. Mereka melayangkan segala semoga yang mampu digumamkan. Dengan segenap kepasrahan, mereka memohon pada sang pemilik hidup, menunjukan pada dunia, betapa manusia sebenarnya adalah mahluk yang paling tidak berdaya.

⏱️

Geraldi tak pernah menyangka, bahwa ia bisa berlari secepat kilat, meninggalkan meeting bernilai ratusan miliar, terbang dari Dubai menuju Jakarta dengan pesawat tercepat yang mampu ia dapatkan, hanya demi seorang Mahesa Januar.

Putra yang selama ini ia abaikan, yang tak pernah ia anggap ada, yang justru ia harapkan kematiannya.

"Operasinya berhasil Pak, tapi Tuan Mahesa masih dalam keadaan koma, Pak Prama dan Ibu Kinara sudah berada di sana." Laporan dari Satria, hanya terngiang sekilas di telinganya.

Mata gelapnya terlempar menuju jalanan yang basah.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia berharap punya kesempatan untuk bertemu dengan putranya.

⏱️

Bau antiseptik merebak di indra penciumannya. Warna putih serta suara dari bedside monitor yang terletak di sebelah tubuh Mahesa, membuat Geraldi enggan untuk menemui putranya.

Atmosfer duka yang menyelimuti rumah sakit selalu sanggup menyiksanya, ingatan tentang kematian istrinya menghujaminya tanpa ampun.

Geraldi Januar berdiri di luar ruangan ICU, menatap kosong ke arah satu bangkar lewat partisi kaca yang terpasang.

"Om Geraldi?" panggilan lirih itu membuat kepalanya tertoleh. Seorang gadis duduk di atas kursi roda, tubuhnya dibalut korset penyangga tulang.

About ForeverWhere stories live. Discover now