39| Selamat Tinggal Pertama

47.5K 6.2K 1K
                                    

"What it hard?" I ask.

"Letting go?"

I nodded.

"Nothing as hard as holding

on to something that wasn't real."

(Unknown)

⏱️

Katanya, setiap yang datang memang diciptakan untuk pergi. Satu-dua pertemuan, juga akan sama jumlahnya dengan salam perpisahan. Namun Lea tak pernah menyangka, selamat tinggal pertama itu datang secepat ini. Satu minggu setelah Mahesa memulai terapinya.

Malam itu, seperti biasa Lea mengunjungi Esa di rumah sakit, tapi bukan Mahesa yang ia jumpai. Sorot mata itu tak seteduh mata Mahesa, binarnya cemerlangnya mengingatkan Lea pada seseorang yang ia temui di samping tempat tidurnya.

"Hallo, Azalea," suara sehalus beludu itu menyapanya lembut. Ia tersenyum, hingga matanya menyipit, membuat Lea tanpa sadar menggumamkan nama yang tercetus dalam kepalanya.

"Ru...lly?"

Panggilan lirihnya dijawab oleh anggukan kepala Rully, pemuda itu bangkit dari tempat tidur, selang infus yang memang sudah dilepas sejak beberapa hari lalu memudahkannya bergerak.

Rully merengganggkan ototnya beberapa kali tanpa melepaskan tatapannya dari Lea yang masih terperangah. Pemuda itu memiringkan matanya, meneliti Azalea dengan bibir yang melengkung sempurna.

"Beautiful," ujarnya dengan suara yang memikat. "As always."

Lea buru-buru mengalihkan wajahnya yang memanas. Pesona yang dimiliki Rully bukan dari kalimat yang ia ucapkan, melainkan caranya bertidak. Gesture, suara serta sorotnya membuat setiap gadis yang ditatapnya merasa begitu berharga.

"Di malam terakhir gue, mau nemenin gue kabur dari kamar ini? Bosen banget, nih." Rully mengerutkan pangkal hidungnya seraya memindai seluruh sudut kamar.

"Ma ... lam terakhir?" Lea terbata mengeja kalimatnya. Tapi alih-alih menjawab kata tanya Lea, Rully justru menarik kedua ujung bibirnya.

"Gue anggap itu sebuah persetujuan," Pemuda itu melengang santai ke arah nakas, mengeluarkan sehelai pakaian yang menurutnya lumayan—walau tentu saja, tak memenuhi standard gayanya. "Gue ganti baju dulu, seragam rumah sakit nggak akan buat gue kelihatan keren."

Lea hanya terperangah di tempatnya, menyaksikan Rully hilang di balik pintu kamar mandi.

⏱️

Dua puluh menit bersama Rully, membuat Lea mengerti kenapa banyak gadis yang mudah 'jatuh' di pelukan Rully semudah ia membalikan telapak tangan.

Rully adalah pribadi yang sangat hangat. Bersama Rully, segalanya bisa tampak lebih mudah. Kenyamanan yang pemuda itu tawarkan membuat orang lain tak akan segan mendekat ke arahnya.

Rully adalah senja yang sejuk dan memikat. Sebuah lambang pembatas antara pagi dan malam. Antara Mahesa dan Kenandra.

Pemuda itu tahu cara memperlakukan perempuan, sedikit beban di pundak Azalea terasa berkurang hanya dengan mendengarkan celotehannya. Lea bahkan sesekali tertawa renyah mendengar cerita konyol yang terlontar dari bibir Rully.

Mereka berdua tidak berjalan jauh, hanya ke mini market terdekat, lalu berkeliling di taman rumah sakit. Rully melompati satu persatu batu pijakan yang tertanam pada rumput, sesekali tangannya terulur menggiring tangan Azalea. Menunjukannya langkah mana lagi yang harus ia ambil. Bulam pucat dan lampu taman berbentuk bundar menjadi sumber penerangan mereka.

About ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang