07| End

12.9K 2K 862
                                    

Halo, pastel!!! sorry kelamaan.

Cerita ini emang aku update santai sih. Konfliknya juga ringan dan ga buat mikir. Btw, aku tunggu 500 komen dan akan update sebelum rabu ;)


_ _ _


Ponselnya senyap, membuat lelaki itu meradang.

Seharian ini Sewool sungguh mengabaikan seluruh pesannya. Tak sekalipun Taehyung mendapat jawaban atas sekantong penuh pertanyaan tentang makan malam, sedang apa, sudah tidur, kau sakit, boleh aku menelepon, semua hanya pesan kosong dan menjadi begitu memuakkan untuk Taehyung.

Sialan, sialan, sialan, Han Sewool balas pesanku. Pada akhirnya ia hanya bisa menggerutu pada dirinya sendiri.

Kini, dengan setelan yang telah rapi dan bergaya parlente, Taehyung berjalan mencari sepatu kulitnya di antara sepatu yang lain.

Sial. Dia kembali meringis dalam hati. Kenapa hanya memilih sepatu saja jadi tidak becus. Biasanya ada pertolongan dari Sewool beserta opsi-opsi masuk akal. Sekarang bahkan gadis itu tidak ada di sini dan belum kunjung membalas pesan bahkan mengangkat panggilannya tanpa kejelasan. Akhirnya dengan setengah terpaksa Taehyung mengambil sepatu hitam yang cocok untuk semua warna pakaian.

Sekali lagi ia menghubungi Sewool untuk memastikan apakah gadis itu akan datang menemaninya atau membiarkan Taehyung datang ke acara temannya sendiri seperti yang sudah-sudah.

Datang sendirian ke pesta tanpa pasangan sudah biasa. Tidak buruk. Beberapa tahun ini Taehyung sudah melalui dengan baik—dicibir dan membiarkan dirinya menjadi subjek utama candaan, tetapi sekarang dia punya Sewool, dan jika nanti temannya mengoloknya tanpa kehadiran Sewool, maka hal itu benar-benar melukai hatinya.

Tetapi semua pikiran buruk itu terbang setibanya Taehyung di pelataran flat Sewool. Belum cukup lama menunggu, Sewool muncul bersama bunyi ketukan sepatu bertumit tinggi dari tangga flat dengan balutan gaun satin biru bermodel lengan dan punggung terbuka. Kedua tangannya menjinjing tas berwarna senada di depan paha.

Sementara Sewool bersyukur pria itu datang tak lama setelah ia keluar. Taehyung sungguh-sungguh menjemputnya di bawah tangga temaram. Di belakangnya bertengger mobil Mercedes-Benz tipe GLA. Sewool tahu berapa harga yang harus dibayar bila kau menggores beberapa inci badan mobilnya. Ia rasa gaji satu minggunya belum cukup menutup kerugian. Sialnya, mobil bukan satu-satunya hal menarik. Taehyung punya sesuatu malam ini. Seratus persen lelaki itu menawan baginya. Rahang dan matanya menunjukkan tindakan agresif-serius seolah mengintai mangsa, tapi berbeda dengan pancaran mata dan cara pria itu tersenyum, turut membuat kesesuaian tersusun apik, menunjukkan bila Taehhyung adalah pria biasa yang punya sikap terbuka dan ramah.

"Senang kau menemaniku." Seperti biasanya, senyum pria itu mengembang.

Taehyung hendak membuka tangannya dan berniat mengecup bibir Sewool bila wanita itu tidak segera berkelit dan mencegahnya.

"Jangan. Lipstiknya bisa pudar."

"Pudar?" Taehyung mengerutkan alis. Well, hanya kecupan ringan penyalur rindu takkan membuat cat bibir Sewool luntur. Tetapi daripada berdebat, Taehyung memilih membiarkan Sewool masuk ke mobil terlebih dahulu dan melangkah menuju kursinya di balik kemudi.

Sepanjang itu pula, Taehyung selalu memikirkan menstruasi Sewool pasti belum kunjung selesai.


***


Kota lain terlelap selama musim-musim dingin, tapi Prancis belum menunjukkan tanda menarik diri meskipun malam tak berbulan di atas kepala. Di setiap beberapa meter sekali, cerobong perapian restoran menyemburkan uap dan aroma khas dari berbagai hidangan. Jalan-jalan ramai dengan sosok-sosok bermantel dan berlilit syal bagaikan sebuah Opera Bastille.

More Than PastryWhere stories live. Discover now