15| Remorse

9.6K 1.7K 507
                                    

"Barangkali aku memang perlu istirahat dan melepaskan diri darinya sementara sampai kami berdua tenang." Sewool memberitahu temannya, Jane, melalui telepon genggam sambil terus menapaki anak tangga metro arah keluar.

"Jadi kau akan tetap melanjutkan bukumu?" tanya Jane.

"Kira-kira begitu."

"Dengan nama Kim Taehyung sebagai Chef utama? Dengan nama Kim Taehyung yang akan kau cetak huruf tebal sebagai sampul?"

Sewool mempercepat langkahnya saat tahu sebentar lagi akan sampai. Astaga, ia semakin tak sabar. Untungnya tempatnya tak jauh dari metro dan dekat dengan lokasi rumahnya saat ini. "Aku sudah punya penggantinya," sahut Sewool.

"Secepat itu?"

"Awalnya tidak, tapi setelah konflik kami, aku rasa Kim Taehyung juga enggan namanya muncul dalam bukukku, jadi sebelum dia menolakku, aku sudah harus punya pengganti," jelas Sewool tanpa rasa sedih.

Ketika melewati kedai kopi Sewool sempat berpikir, haruskah ia membawakan chef itu kopi? Tapi sepertinya persediaan kopi di dapur mereka jelas lebih banyak, lagi pula Sewool belum tahu kopi favorit pria itu atau malah jadi pria itu sama sekali tak suka kafein, jadi Sewool mengabaikan pikirannya dan terus berjalan.

"Jadi siapa chef kali ini?"

Sewool turun ke jalur penyebrangan bersama sekumpulan orang. Ia membetulkan rambut setinggi bahunya yang hari ini tidak diikat. Dulu Taehyung paling suka melihat rambutnya dikuncir, tetapi karena dia harus bertemu Taehyung hari ini, Sewool sengaja tidak membawa ikat rambut dan meninggalkannya di rumah. Ia tidak ingin melakukan apa pun terhadap dirinya yang disukai Taehyung.

"Dia chef yang baru kembali ke Korea setelah beberapa tahun menetap di Amerika. Kukisnya juga lumayan terkenal."

"Sepertinya aku tahu," sahut Jane.

"Kau jelas tahu. Mungkin suatu saat kau bisa berkolaborasi dengannya. Bukankah cokelat cocok dipadukan dengan kukis. Dia punya resep kukis turunan yang lezat, sementara kau punya sentuhan magis dalam cokelatmu. Mungkin kalian akan sukses besar jika kau mendengar saranku."

Sewool berjalan memasuki Chungmuro, salah satu jalan di Myeongdong yang sempit, panjang, dan dipadati pejalan kaki. Berbagai butik, kafe, restoran siap saji, dan toko-toko kecil lainnya berderet di sepanjang jalan.

"Dan kau berharap aku melakukannya?"

"Entahlah. Mungkin pria sepertinya bisa membuatmu mendadak terkenal. Coba saja," bujuk Sewool kemudian tertawa.

"No, thanks." Hanya itu reaksi Jane, tapi Sewool tidak peduli. Ia sedang bersemangat dan melanjutkan kembali sumbu ceritanya.

"Kim Taehyung memang terkenal tetapi setelah dipikir ulang aku setuju dengan jawabanmu. Aku lebih memilih orang bisa kuajak bekerja sama."

"Bukankah Kim Taehyung cenderung kooperatif?" tanya Jane.

Sewool mendengus. "Demi Tuhan, satu-satunya yang terburuk dari si Kim itu adalah, dia selalu membanggakan keterampilannya. Aku berani sangsi dia akan jatuh pingsan seperti epilepsi kalau tidak menyombongkan dirinya sehari saja."

"Apakah pasangan yang sudah berpisah selalu membicarakan keburukan satu sama lain?" tanya Jane dengan nada mengejek.

"Tidak tuh. Aku cuma bilang padamu. Hanya padamu," ujar Sewool setengah kesal dengan wajah cemberut.

Di ujung sana Jane tertawa seolah melihat langsung wajahnya. "Terserah," katanya ringan. "Sekarang hampir jam makan siang, aku mau kembali ke dapur. Pastikan kau tidak mengganggunya. Di jam-jam seperti ini karena toko akan sangat padat."

More Than PastryWhere stories live. Discover now