17| Accept

9.1K 1.8K 486
                                    

"Di mana otakmu?"

Ya Tuhan, kepala Sewool rasanya mau meledak. Ia mulai tidak sanggup mendengar teriakan yang rasanya mirip penjepit rambut saat menancap di kulit kepala.

Sekali lagi, dengan gelegar amar pria itu memukul-mukul meja seperti kerasukan arwah. "Kim Taehyung! Kim Taehyung! Kim Taehyung! Aku mau Kim Taehyung!"

Bentakan dan pukulan meja itu menggerung di penjuru ruangan membuat Sewool harus beberapa kali menjauhkan kepala atau menutup mata. Lelaki yang baru membentaknya masih menyisakan kerutan di wajah akibat sering marah-marah seperti sipir yang tak dapat pesangon.

Badannya agak berisi, untungnya terselamatkan oleh posturnya yang tinggi, kantung matanya sedikit menghitam, permukaan wajahnya lebih mirip tukang koran daripada pemilik perusahaan penerbitan. Selain itu janggut pria itu juga belum dicukur selama beberapa hari.

Dulu kepala redaksi ini tampan-rupawan, namun semenjak ditinggal mantan istri, kondisi fisiknya tampak tak terurus. Bahkan lelaki itu sering memarahi pegawai lain dengan alasan tidak jelas. Kabarnya, pasca bercerai dengan sang istri dua bulan lalu, kian hari penampilannya kian lusuh.

Sewool jadi berpikir apakah nanti Taehyung juga akan seperti lelaki ini?

Alah, mana mungkin. Pria itu kan koki paling sombong sejagat raya. Yang kelihatan tak butuh siapa pun, paling perfeksionis. Yang bisa mendapat perhatian lawan jenis hanya dengan pura-pura meletakkan senoktah kacang di atas krim. Pria itu mungkin sudah tidur dengan satu atau dua wanita sekaligus setiap malam.

"Kau tuli, hah?" Lelaki itu kembali memukul mejanya lebih keras. Untung saja mejanya terbuat dari kayu mahal. "Apa otakmu sudah mencair saat datang ke sini? Kau tidak punya otak?"

Kata-kata semacam itu jelas menyakitkan dan tidak enak didengar, tetapi Sewool dan pegawai lainnya sudah terbiasa dan menganggap cacian itu cuma angin lalu.

"Presdir, tapi coba pikirkan—"

"Pikirkan apanya! Kau pikir aku peduli masalahmu? Aku ingin Kim Taehyung yang muncul dalam bukumu. Aku sudah memberimu waktu. Kau bilang kau bisa melakukannya." Kemudian pria itu kembali memukul meja berulang kali. "Dua bulan! Dua bulan, Han Sewool! Aku sudah memberimu waktu dua bulan. Apa kau belum paham juga?"

Sewool meremas tangannya erat-erat di samping tubuh. "Masalahnya aku tidak bisa membujuknya. Sudah kukatakan dia yang memutus kontrak sepihak."

"Otakmu pasti sudah hilang, kan? Benar kan otakmu sudah lenyap! Memang apa sulitnya?!"

"Kami sudah bercerai!" Sewool ikut naik pitam dan berteriak lantam. Membuat suasana dalam ruangan sekejap sepi. Pegawai yang sedang menguping pun langsung mengorganisir pandangannya ke layar komputer atau sekedar pura-pura mengetik.

Suasana begitu hening sampai Sewool bisa mendengarkan napas dalam tubuhnya memburu. "Mana bisa bekerja sama dengan mantan suamiku."

Dada Sewool naik dan turun berkali-kali. Napasnya jadi begitu sesak dan tidak bisa dikendalikan. Pandangannya dipenuhi kemarahan. Sementara pria di hadapannya sempat menelan ludah sebelum berdeham. "Aku tidak peduli." Suara lelaki itu melunak. "Aku cuma mau Kim Taehyung ada dalam bukumu."

"Presdir, coba kau pikirkan melalui sudut pandangku. Kami tentu akan canggung sepanjang waktu. Kalau aku tetap melanjutkan bukunya artinya aku berada di dapur bersamanya lebih dari dua puluh jam seminggu," katanya lemah. "Aku cuma tidak mau pikiranku terbagi nantinya."

"Lalu kau mau bagaimana?"

"Aku sudah temukan penggantinya," ucapnya semringah. "Park Jimin punya resep kukis terlezat di Korea."

More Than PastryWhere stories live. Discover now