22| Empty

6.6K 1.7K 920
                                    

Selepas makan siang bersama keluarga Hoseok, Sewool tak bisa membuka suaranya ketika kembali ke mobil. Siapa sangka mereka sudah menyiapkan satu restoran mewah pinggiran kota Seoul.

Sebetulnya tak ada yang aneh dari keluarga Hoseok. Semua tercemin dari cara Jung Hoseok memperlakukannya sebulan belakangan. Hoseok punya ayah yang penuh canda, ibu yang ramah—yang setiap kali menawarkan 'kau mau tambah makanannya' atau 'coba ini', dan 'kapan-kapan kita harus makan berdua tanpa pria-pria seperti mereka' maka akan selalu tampak wajah berseri.

Ditambah satu kakak laki-laki yang murah senyum, dan satu kakak laki-laki lain yang pandai bercerita. Berbanding terbalik dengan penampilan dan kekuasaan yang mereka miliki.

Kombinasi yang membuat Sewool merasa amat diterima. Membuatnya langsung mengerti apa yang membuat dadanya hangat dipertemuan pertama. Namun di sisi lain juga membuatnya cemas.

"Kau tahu aku sudah pernah menikah."

Terkait lamaran Hoseok tiga hari lalu masih terasa mengejutkan bagi Sewool. Mereka bertemu sekurangnya empat kali dalam seminggu selama hampir satu bulan. Lalu, tiba-tiba suatu malam, setelah selesai makan pria yang lima tahun lebih tua darinya itu melamarnya dengan cincin berlian yang bahkan Sewool ragu untuk menyentuhnya.

Hoseok nyaris tak bercela, pria baik yang kemungkinan bisa memperoleh apa pun yang dia inginkan, tetapi keengganan untuk membuka diri belum pupus dari diri Sewool. Semata-mata belum siap jika harus menikah lagi.

"Aku tahu. Orang tua dan kedua kakakku juga tahu. Aku sudah banyak menceritakan semua tentangmu, tapi kami tetap menyukaimu."

Sewool tak langsung menjawab. Memindai sejenak kedua mata Hoseok. Sejak kapan ia merasa tidak berdaya di depan orang lain. "Ibumu model terkenal, ayahmu pengacara hebat, kedua kakakmu punya bisnisnya sendiri, dan kau—lihatlah kau sekarang, kau seorang pilot, Jung Hoseok. Apa kalian betul-betul bisa menerimaku?"

Hoseok tidak menjawab dan menghela. Pelan-pelan diraihnya punggung tangan Sewool dan memindahkan tangan halus itu ke dalam telapak tangannya. "Bagaimana pun aku tidak punya banyak kesempatan berkencan. Menjalin hubungan normal bagiku sangat mustahil." Hoseok mengusap tangan Sewool sampai menghangat. "Liburanku hampir selesai. Dua minggu lagi aku harus kembali kerja," kemudiam raut wajahnya menjadi sendu. "Setelah itu, kita mungkin akan sulit bertemu sampai tahun depan, jadi masih ada banyak waktu untukmu mempertimbangkannya, Wool-ah."

Hening lagi. Bunyi napas mereka kedengaran terlalu keras di mobil ini. "Biarkan aku memikirkannya lagi."

Hoseok mengangguk dengan wajah damai disertai seulas senyum. "Tidak masalah. Aku bisa menunggu. Kau juga harus fokus pada bukumu."

Sesaat Hoseok tertegun. Menelisik wajah Sewool tanpa berkedip. Hapal dengan situasi semacam ini, Sewool memejamkan mata ketika Hoseok mencondongkan wajah dan menciumnya bibirnya. Sewool pemalu saat seks, hingga Taehyung kerap kali mengambil alih dan menjadi dominan di antara mereka, tapi soal ciuman, Taehyung kerap memuji Sewool ahlinya. Dan Sewool bisa mengira-ngira seberapa banyak wanita yang pernah bercumbu dengan Jung Hoseok. Ciuman pria ini hangat, responsif, dan menggairahkan ketika lidah Hoseok membuka bibirnya.

Namun ironisnya, Sewool merasa ciumannya kali ini kosong.

***

Buah kenangan yang dipetik Taehyung setiap pagi rasanya pahit, sepat, dan tak enak dijejalkan dalam mulut. Tapi lucunya, perasaan itulah yang paling melekat dalam sanubari.

Setiap pagi hal sama selalu terulang. Ada yang beda. Ada yang salah. Selalu begitu. Setiap kali ia melihat kasurnya, selalu muncul perasaan mengganjal yang tak enak hingga ia ingin cepat bangun atau tidur lebih lambat.

More Than PastryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang