12| Final

8K 1.8K 450
                                    

Jelasin dikit ya, cerita ini betulan fluff dan ga banyak konflik. Ringan. Aku yang nulis ga sampe menderita banget, konfliknya cuma mainin di karakter tokoh aja kok. Jadi yang komennya kok gini kok gitu dan ga suka cerita ringan coba baca ceritaku yang lebih banyak konflik aja ☺️

Makasih juga ya buat yang sering komen dan vote, thank you for brighten up my day, pastel ❣️

__ __ __



Meskipun tidak ada batas yang jelas antara harapan dan keinginan, Taehyung tetap tidak bisa menerima pernikahannya yang sebentar lagi selesai dan berharap kalau semuanya hanyalah mimpi belaka. Dia sendiri pun mulai meragukan apa yang sebenarnya dia inginkan. Mempertahankan pernikahannya atau justru mengharapkan Sewool tetap di sampingnya.

Sampai saat ia duduk di kursi persidangan pun, semuanya masih terasa seperti gambar samar-samar. Salju yang hari itu turun lebat memperkeruh suasana batinnya. Ia mulai membenci musim dingin sebesar ia menyukai wanita yang duduk berseberangan dengan kursinya di samping pengacara pria.

Taehyung tak meminta pengacaranya datang. Ia menerima pengacara yang Sewool ajukan. Selama persidangan berjalan, ia tidak banyak mengatakan apa pun. Dia menerima semua tuduhan dilemparkan hakim atas keputusan Sewool.

Setiap kali hakim bertanya, Taehyung hanya menatap tajam wanita di depannya dengan sorot mata sedih seolah menerima ketidakadilan sambil menjawab, "Saya bersedia", "Saya menerima", "Ya, saya telah melakukannya" di depan semua yang menyaksikan di ruang sidang.

Namun baginya sekarang, tidak ada yang lebih memalukan daripada saat orang tuamu menyaksikan hari kehancuranmu. Taehyung ingin mengatakan bahwa sebenarnya ia sangat menderita berada di ruangan ini, tapi ia tidak bisa mengatakannya dan meninggalkan jalannya persidangan begitu saja. Karena sebetulnya Taehyung pun ingin mengakhirinya dan kembali ke dapurnya secepat yang ia bisa. Melupakan wanita itu dan menganggap hari ini tidak pernah terjadi.

***

Setelah menjalani persidangan yang singkat namun terasa lama, pernikahan mereka yang baru dijalani hampir tiga bulan resmi berakhir. Taehyung belum mengatakan sepatah kata pun pada orang lain kecuali saat ia memberi salam pada kedua orang tua Sewool selagi Sewool berbicara dengan orang tuanya di depan ruang sidang.

Taehyung membungkuk dalam-dalam penuh penyesalan. "Maafkan aku." Ia membungkuk sekali lagi lebih lama. "Maafkan aku tidak bisa menjaga putri kalian. Maaf tidak menepati janjiku. Aku berharap bisa mengembalikkan Han Sewool dengan cara yang lebih baik. Maafkan aku."

Ayah Sewool segera menarik bahu Taehyung agar kembali berdiri tegap dan memeluknya. Pelukannya masih terasa sama seperti yang Taehyung ingat. Pelukan saat hari pernikahannya dengan Sewool. Pelukan yang baginya seperti dekapan seorang ayah kepada anak laki-lakinya.

Dalam pelukan ini, Taehyung sudah tidak sanggup mengatakan apa pun lagi. Ia merasa bahwa dirinya yang seorang pria baru saja mengalami kegagalan paling fatal, mengakhiri pernikahan yang baru seumur jagung, dan merasa begitu payah.

Apa dia masih bisa menyebut dirinya pria jika begini?

Taehyung menarik napas dan balas memeluk pria paruh usia itu.

"Aku tidak pernah menyalahkanmu. Aku tahu dengan jelas tentang hubungan pernikahan. Kau hanya perlu banyak belajar dari kegagalan."

Taehyung mengangguk-angguk dan bertahan segenap tenaga agar tidak menangis saat ini, di rumah, atau di mana pun. Dia takkan menangis karena mengalami kegagalan pernikahan dan berusaha berbesar hati menerima.

Berbeda dengan ibu Sewool yang tak banyak bicara sejak tadi. Hidung wanita itu agak tersumbat dan matanya merah usai menangis. Mula-mula wanita itu mengambil tangan Taehyung dan mengusapnya punggung tangannya dengan penuh perasaan, lalu memeluk pria yang sudah seperti putra baginya dengan seribu makna kesedihan. Tidak menyangka bahwa hari ini akan terjadi. Tidak menyangka bahwa putri dan suami putrinya ternyata punya penderitaan yang ditutupi.

More Than PastryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang