09| Fault

11.7K 2.1K 873
                                    

Sejak ada scoop Arnold, merasa nama chef di komentar bervariasi.

Yuk sini mau bilang apa sama Save Taehyung?

Yok Jangan sider. komen perline juga gak papa. Aku jadi semangat update.

— — —



Gambaran seorang anak mungil saat Taehyung sedang memasak sering mendistraksi angan-angan semata.

Ketika Taehyung menyentuh adonan, dia sering membayangkan apakah bayinya akan seputih kue beras atau selembut adonan kenyal yang hangat. Apakah genetiknya akan mirip sosoknya atau condong pada istrinya. Cukup dengan membayangkan saja membuatnya bisa tersenyum seharian.

Belakangan Taehyung mulai mendambakan keturunan dan berharap banyak pada Sewool. Ia menyimpan satu foto Sewool di kamarnya tanpa wanita itu ketahui. Ada satu foto Sewool yang ia pasang di galeri utama ponsel. Jika mendadak rindu dan sulit tidur, Taehyung akan memandangi foto itu cukup lama.

Selama memandangi foto Sewool, bayangan tentang kehidupan rumah tangga bergelimpangan memenuhi pikirannya. Nanti kalau jadi suami dia harus seperti ini. Kalau jadi ayah dia harus melakukan ini, dan bermacam daftar yang harus ia lakukan sebagai kepala keluarga.

Tapi sudahlah, angan-angan kemarin cuma seperti permen kapas yang disiram air. Bahtera pernikahannya harus gagal meski belum menaikkan jangkar.

Pelajaran terpenting adalah; 1) belum tentu pasanganmu saat ini adalah belahan jiwamu, 2) pernikahamu bisa gagal kapan pun, 3) kau tidak akan pernah tahu bagaimana isi hati seseorang.

Taehyung tersenyum kasar saat sedang mengisi kepingan éclair dengan vla. Han Sewool memang tak ada bedanya dengan Lea Manon. Semua penulis kuliner sama saja di matanya. Terlalu ambisius.

"Chef, hari ini kita punya lima tawaran." Seorang wanita membawa buku catatan datang menghampiri. Tersemat patch crest Moisen K. di apron hitamnya yang sedikit kotor oleh tepung.

"Siapa?"

"Tiga penulis kuliner, wawancara, dan acara televisi. Semuanya memintamu hadir dan mengirim surel beberapa kali."

Taehyung tak sedikitpun menoleh. Tubuhnya tetap membungkuk. Tangan cekatannya tetap menyemprotkan isian pastry. "Tolak semua kecuali satu acara televisi. Siapa hostnya?" Ia menengadah sebentar. "Bantley?"

Wanita itu mengecek ke dalam catatannya. "Mr. Bantley. Tepat sekali."

"Aku sudah membicarakan ini dengannya dua bulan lalu. Masukan dalam agenda."

"Baik, Chef." Wanita itu dengan patuh menulis jadwal baru Taehyung.

"Ini acara terakhirku di Paris. Minggu depan aku mulai harus fokus pada cabang di Korea," tandasnya.

Wanita itu mengangguk segera. "Baik, Chef. Aku mengerti. Aku akan langsung menolak tawaran baru yang masuk."

Selepas kepergian chef wanita itu, ia melirik macaron merah muda di sampingnya yang belum diberi ganache. Taehyung belum bisa menyentuh satu menu itu. Ke mana pendidikan profesionalnya yang dipelajari sejak belasan tahun? Kenapa menyentuh macaron menjadi sesulit ini?

Hanya satu jawabannya. Han Sewool. Taehyung belum bisa mengalihkan pikirannya sedikit pun dari wanita itu. Sekurangnya, dia telah membuang waktu delapan jam dalam sehari memikirkan wanita itu.

Ia meluruskan punggung, masih menatap macaron seraya tersenyum kasar. "Dasar kerasa kepala."

Kemudian ditariknya napas dan melepas apron. Ia meninggalkan kain itu di meja lalu berderap ke atelier. Saat melewati salah satu chef pria yang sedang menghias tart dengan buttercream bertabur cacahan almond, dengan sengaja jarinya mencolek bagian atas kue.

More Than PastryWhere stories live. Discover now