three : twelve? twelve

73 16 7
                                    

Berapa lama seorang tuan putri harus mengecek penampilannya di depan kaca? Apakah mereka juga mengatakan bahwa ada banyak hal yang tak diinginkan di tubuhnya? atau mungkin semua tuan putri tak pernah merasa dirinya rendah diri? Entah sudah berapa ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berapa lama seorang tuan putri harus mengecek penampilannya di depan kaca? Apakah mereka juga mengatakan bahwa ada banyak hal yang tak diinginkan di tubuhnya? atau mungkin semua tuan putri tak pernah merasa dirinya rendah diri? Entah sudah berapa kali mama mengatakan aku kurang kencang dalam merapatkan korset yang kukira sedikit lagi akan merobek kulitku.

Rambutku dibiarkan tergerai dengan sedikit hiasan di kanan kiri. Jepit rambut mutiara berwarna biru laut, aksen berlian di sepanjang tepian. Aku yakin mama membelinya agar dia tak malu dengan keadaan putrinya yang 'berantakan', dia mengatakan itu padaku berkali kali. Pipiku merona kemerahan dengan bantuan blush on dan hiasan mata. Semua yang kulakukan untuk menyenangkan pihak laki-laki. Gaun yang dipesan berminggu-minggu yang lalu dan aku mati-matian menjaga tubuhku agar muat disana.

Aku cantik. Cantik sampai Gama juga mengatakannya. Aku tahu itu, semua orang tahu itu. Tapi mama masih banyak mengatakan aku harus mengurangi makanku karena akan terlihat seperti babi lagi. Keyakinan akan kecantikan itu perlahan memang luruh dengan semua kalimat yang digaungkan semua orang di sekelilingku. Cantik tapi aku harus ini, cantik tapi aku harus itu. Sedangkan yang kuinginkan adalah cantik tanpa tapi. 

Gama hanya mengatakan aku cantik. Tak pernah mengatakan aku harus ini harus itu, tanpa tapi dan pujiannya yang jarang itulah aku ingin terus ada di ambang cantik. 

Berjalan di atas sepatu ber heels tinggi yang mematikan. Kakiku akan jauh terlihat jenjang memang, sekali lagi cantik dari kepala hingga kaki. Namun jika aku salah langkah dan kehilangan kendali sekali saja sepertinya akan membuat kakiku patah.

"Tentu saja anakku cantik. Istriku model international"

Aku hanya duduk mendengar omong kosong papa. Jika memang papa mengatakan mama cantik, kenapa dia masih juga berselingkuh dengan si jalang yang umurnya jauh darinya? Sepertinya cantik tidak pernah cukup bagi seorang istri, bagi seorang perempuan lebih tepatnya. Gama yang ada di sampingku mengulurkan tangannya untuk menepuk pelan pada tanganku yang tak kusadari sedang meremas jari-jari. Kalimat papa tidak menyenangkan karena menyandingkan perempuan dengan kecantikan yang aku tahu pasti tidak akan pernah cukup. Aku melihatnya singkat, kupikir karena Gama tahu semua kalimat omong kosong itu, dan dia hanya ingin membuatku nyaman bahwa di meja makan itu, dia disana juga.

Hari itu, Gama menambahkan daftar tipe laki-laki yang seharusnya aku fokuskan.

"Jadi Melviano bagaimana? Tentu tidak menyesal om pasangkan dengan Thalia?" kata papa sambil menatap Gama

Gama hanya menjawab dengan senyum sopan. Tak mengangguk, tak juga menggeleng maupun mengeluarkan suara. Aku menatapnya dari samping, ingin mendengar kalimat bahwa dia tak keberatan dengan itu. Namun sepanjang acara dia hanya diam. Sampai kami bertukar cincin pun dia tak mengeluarkan satu suara pun.

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang