Twenty Seven : Angle

11 1 0
                                    

Panggilan yang baru di dengarnya tadi seperti sebuah pengingat bahwa Gama masih memanggilnya dengan panggilan yang sama. Masih dengan intonasi yang sama dan masih dengan getaran yang sama. Mungkin bagi Jea seperti itu, dia tidak bisa menebak Gama. Bertahun bersama juga masih terasa ada kurungan yang membatasi Gama dengan lingkungan di sekitarnya, itu perasaan yang tidak menyenangkan bagi Jea. Seakan-akan tidak ada bedanya dirinya dengan orang-orang di luar lingkaran mereka.

itulah kenapa nafas gadis itu makin berat. Terdengar begitu tidak menyenangkan karena lebih lama mereka bersama terasa stagnan. Jadi benar ya perasaan Gama sudah berubah atau memang sebenarnya itu sudah lama terjadi.

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari dan kelopak gadis itu tak juga tertutup. Terdengar suara gitar pelan sekali dari speakernya. Dokter menyarankan untuk mengantarkan tidurnya dengan lagu menenangkan, kalau tidak dia akan benar-benar menyerahkan tidur pada obat. Namun tidak seperti biasanya, kepalanya lebih bising. Berbisik padanya kalimat-kalimat tidak menyenangkan dan yang diinginkan olehnya hanya sebuah tidur normal. Dan saat itulah dia teringat pada pesan yang sedari tadi sudah mampir ke gawainya namun belum juga terbuka.

From : Gamawira

Bisakah besok kita bertemu? Ada banyak hal yang ingin aku katakan padamu. Melihatmu tadi di hall kampus seperti memberikan alasan yang lebih kuat untuk menemuimu. Jea aku mohon kita bisa bertemu ya? Dengan keadaan yang lebih baik. Aku tidak akan meminta macam-macam.

I beg you, Princess let's meet.

Membacanya berulang kali membuat Jea makin tidak bisa untuk menutup matanya. Ada perasaan yang tidak menyenangkan disana. Berdebar dan menyangka-nyangka apa yang harus dilakukan jika nanti mereka bertemu. Tema apa yang harus keluar dari mulutnya dan apa yang harus dilakukan jika memang nanti ada saat dimana mereka hanya terdiam. Apakah akan sama seperti saat mereka masih bersama?

Seharusnya sama bukan? Gama masih memanggilnya princess.

---

Cafe tempat mereka berdua bertemu jaraknya tidak jauh. Jea bahkan tidak masalah untuk berada disana dengan berjalan walaupun dia tahu betul kalau kakinya akan lecet atas heels yang dipakainya. Memilih tempat pertemuan yang tidak cukup privat, dengan orang-orang yang berlalu lalang di sampingnya. Bukan untuk Gama, ini untuk kepentingan Jea dengan kesabarannya yang tidak seberapa. Orang-orang ini akan sedikit mencegah emosi itu muncul tiba-tiba.

Memesan satu Latte dan satu americano dingin untuk Gama, Jea memilih duduk di samping jendela. Cuaca tidak cukup panas hingga sinarnya tidak sampai mengganggu tempat duduknya. Ini akan cantik nanti jika memang perbincangan mereka berakhir lebih lama dan sore berubah malam.

Di sanalah fisiknya akhirnya bertemu dengan mata Jea. Gama yang sudah lama secara pribadi tak bertemu dengannya akhirnya senyum menghampirinya juga. Duduk berhadapan, meletakkan kunci mobil di atas meja, mata Gama hinggap pada jari-jari Jea yang saling bermain satu sama lainnya secara singkat. Gadis itu gugup.

"Lama tak bertemu, Je. Bagaimana kabarmu?" Gamalah yang membuka suara.

Suara itu yang membuat kepala Jea bergerak untuk matanya menangkap presensi Gama. Gama yang duduk di depannya secara nyata. Sudah berapa lama berlalu, namun Gama masih juga tampan seperti biasanya. Jauh lebih tampan dengan kemeja navy dan jeans. Kemeja yang kancing bajunya dilepas tiga hingga memperlihatkan kaos hitam di dalam. Casual yang begitu mempesona, seharusnya tidak semempesona itu.

"Baik seperti inilah. Menikmati perkuliahan?"

Seharusnya dia mengenakkan setelan formal karena jurusan bisnis yang diminta orang tuanya. Namun Gama yang luar biasa tidak biasanya menolak permintaan itu dan beralih ke jurusan seni. Sebuah kejutan yang tidak dipikir akan hadir.

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang