seven : Boys and Letters

26 8 2
                                    

kau tahu apa yang berbahaya daripada predator? Wanita. Pagi ini aku melihat Gama membuka lokernya untuk mengambil buku dan meminta kunci gudang yang kutitipkan padanya. Gudang adalah tempat rahasia yang tak pernah kuberitahukan pada papa. Tempat dimana aku menyalurkan hobiku yang bertahun-tahun mencoba untuk tidak terlalu sering kugunakan karena mahal. Menembak. 

Namun kami berdua berdiri dalam keterkejutan yang luar biasa saat bergunung surat berwarna warni jatuh dari dalam lokernya. Aku mencoba untuk memungutnya satu, terbaca dari Dane. Gadis yang memeluk bukunya erat dan tak melepas pandangan dari wajah Gama waktu suara surat itu menyita perhatian semua orang di hall. 

“look what you’ve done, Je” katanya dengan mengeluarkan hembusan nafas berat dan memungut seluruh suratnya untuk dikembalikan ke dalam loker. 

“Kau menyimpannya?” kataku masih berdiri menjauhkan heels keluaran terbaru dari YSL agar tak tersentuh debu dari surat-surat itu. 

“Kau mau aku membuangnya?” katanya masih mencoba menjejalkan surat itu. 

“Toh kau tak akan membacanya satu-persatu, Gam” kataku melipat tangan melihatnya bekerja sendirian. Toh itu surat-suratnya, bukan milikku. 

Gama melirik perempuan-perempuan yang mengelilingi kami berdua. Mencoba meneliti perempuan-perempuan yang mungkin kukenal, disana berdiri Fira. Gadis yang kemungkinan besar sudah membangun rumah di dalam raga Gama. 

Rok beigenya sepanjang atas lutut membuat kakinya terlihat menarik. Sangat menarik dengan visual tanpa bulu itu. Untuk ukuran manusia normal, tinggi Fira bisa dibilang di atas rata-rata, lebih pendek dariku. 

Bibirnya sedang memberikan senyum terbaiknya pada Gama yang ikut tersenyum ramah padanya. Aku menarik tas yang sedari tadi kugenggam untuk keluar dari kerumunan itu sebelum aku muntah dengan semua pandang-pandangan yang dilontarkan pada keduanya. 

Aku tak percaya membungkam mulutku sendiri adalah misi yang perlu kuemban selanjutnya. 

Memasukkan tas ke dalam loker dan menggantinya dengan buku pelajaran yang nanti akan diajarkan pada kami. Mencoba tak melirik sedikitpun orang-orang yang mulai menyoraki Gama dan Fira dari kerumunan. Tidak tahan atas omong kosong itu, aku memutuskan berjalan pergi dengan menenteng buku hitam. Buku yang dari semester satu penuh dengan doodle yang tidak menyenangkan untuk dilihat. 

Tiba-tiba seseorang mencegatku yang berjalan cepat. Aku tak mengenalnya, hanya seseorang yang semester lalu sempat memberikan jawaban pada soal algoritma pada ujianku. Melirik matanya yang tersenyum padaku dengan ramah, tak terlalu memperhatikan itu sehingga kakiku mengajakku untuk lebih cepat berjalan menuju kelas. Aku begitu tak sabar untuk tertidur di pelajaran pertama. 

“Aku Thomas” secara mengejutkan dia menggantungkan tasnya di samping meja yang sudah berbulan-bulan dihuni oleh si penjaga perpustakan, Daniel.

Tak memperhatikan katanya, namun aku merasakan betapa matanya sedang menyorot pada wajahku di sisi samping. Ada banyak orang yang menghentikan kegiatan mereka saat laki-laki itu memperkenalkan diri. Cukup pintar untuk menghindari percakapan, aku tak menjawab perkenalan namanya itu dan menoleh pada pohon yang terlihat dari jendela. Sepertinya daun-daunnya sudah berwarna kuning indah tertimpa cahaya. 

“Aku tak masalah jika harus ikut 12 orang di klub penganggummu” katanya berlanjut. Aku masih bergeming untuk menghiraukannya. Jika memang bosan dengan reaksiku, laki-laki yang tadi memperkenalkan diri bernama Thomas akan segera diam. Namun tentu saja perkiraan itu meleset. 

“Aku bisa menggantikan Gama” katanya 

Tentu saja hal pertama yang kulakukan hanya tersenyum, menahan tawa yang sebenarnya sudah ada di ujung mulutku. Dengan tidak menyenangkan, aku melihat wajahnya. Memindai seluruh anggota tubuhnya sampai wajahnya. Melihat betapa tak menyenangkan raut wajah yang dia berikan padaku. 

“Thomas, kau baru saja merusak reputasi Gama dengan mengatakan kalimat itu” kataku menanggapinya. 

“Apa maksudmu? Aku tak kalah jika yang kau masukkan wajah kami berdua.”

Mulutku ingin terbuka untuk banyak protes mengenai kalimatnya yang entah kenapa banyak membuatku tersinggung. Gama tidak hanya tampan. Semua orang memang menyukai ketampanannya. Tapi bukan itu hal yang banyak dia jual. Namun nafas yang kuhembuskan tidak sebanding dengan argumen yang menyertai nanti jika argumen ini memang berlanjut. 

Sehingga aku memutuskan untuk menunduk pada buku doodleku dan mencoret-coretnya tanpa mempedulikan lagi seseorang yang berusaha untuk menarik perhatianku itu. 

Tentu saja tidak hanya Gama yang akan di dekati perempuan-perempuan itu secara terang-terangan. Semua orang tahu betapa menakutkannya hidup disini jika mencari masalah padaku. Kalimat bahwa tidak ada perasaan apapun pada kami berdua seperti mengizinkan kami terbuka untuk memberikan hubungan tambahan. 

Dan aku benar-benar merasa bodoh telah melakukannya. 

---

12 pacar yang disebutkan Gama mengenai laki-laki yang dekat dengaku. Mereka tidak mengeluh jika aku meminta untuk datang di pukul 2 pagi. Mereka tidak pernah berminat untuk banyak mempertanyakan hubungan mereka padaku. Bahkan mereka tahu bahwa mereka berjumlah dua belas orang, termasuk Gama. 

Adam, seorang kapten dari tim sepak bola sekolah yang sejak tahun pertama meminta nomorku dan tidak akan berhenti menjadi penguntit sampai aku memberinya normor. Gama paling membencinya karena menurutnya dia akan berbahaya jika nanti tali kekang yang kuikat pada lehernya terlepas. Kupikir Adam tidak akan menggigitku jika nanti tali kekangnya kulepas karena dia satu-satunya dari dua belas laki-laki yang kuberi batasan. 

Nathan, seorang laki-laki gereja yang sering mampir ke gerbang sekolah karena dia bersekolah di sekolah khusus laki-laki. Aku mengatakan padanya bahwa aku akan menikah dengan Gama jika nanti waktunya tiba dan dia menemui papa di kantornya untuk mempertimbangkan menggantikan Gama jika memang keluarganya tidak berguna lagi bagi perusahaan papa. Secara tidak langsung dia mengatakan bahwa Gama dan aku hanya alat yang digunakan keluarga untuk saling menguntungkan satu sama lain. Papa tentu saja mengusirnya secara tidak hormat. Namun dari alasan itu saja sudah cukup jelas bahwa Nathan memiliki nyali yang besar. 

Lilo, seorang pemain biola sekolah yang kubantu untuk membelikan biola karena beberapa kali aku melihatnya melindungi biola dengan tubuhnya. Dia kecil dan tidak berdaya dengan seluruh murid yang mencoba untuk menertawakan keluarganya yang miskin. Aku memberinya satu kecupan di pipi di lorong sekolah untuk memberinya semangat karena saat itu dia tidak lagi memiliki semangat untuk melanjutkan karir musiknya. Sampai saat ini dia mengatakan bahwa dia akan dengan senang hati melindungiku dari bom atom. 

Bimo, laki-laki yang membawakan bunga setiap hari di lokerku sampai lokerku penuh dan macet tak bisa dibuka. Aku mengancam untuk tak akan memandang wajahnya selamanya jika dia tidak berhenti untuk mengirimiku bunga. Sekarang dia tak melanjutkan kuliah, namun menjadi salah satu florist ternama karena kemampuannya untuk menggoda perempuan-perempuan yang datang ke tokonya. Tentu saja dia masih dengan sengaja memberikan bunga di atas mobil Gama, jika angin tak menerbangkannya, tangan Gama sendiri yang memberikan bunga itu padaku dan tidak mengatakan apapun setelahnya. 

Baru empat yang kujelaskan. Adam, Nathan, Lilo dan Bimo adalah laki-laki yang tak peduli mengenai statusku sebagai tunangan Gama, tidak peduli mengenai waktuku yang dihabiskan untuk berdiri di samping Gama. Mengatakan ingin memujaku karena hanya ada satu perempuan yang ada di pikiran mereka. Secara tak sadar benar-benar merusak zona pribadiku. 

Aku suka dipuja dan menjadi pusat perhatian, malas untuk memberikan argumen pada keempatnya bahwa tidak berarti tidak. Laki-laki yang ingin dipuaskan egonya dengan memperlakukan wanita sebagai piala dipajang untuk dipamerkan. Ditambah Gama tak pernah memberikan gambaran yang jelas pada hubungan kami. Kami memang sering bersama namun aku hanya menganggapnya karena kami memang bersahabat dekat. Kadang ingin menyalahkan Gama atas pribadi pasifnya, ingin berteriak di depan wajahnya.  

Namun dia tak pernah mengatakannya dan aku tak tahu apakah benar dia akan menganggapku sebagai pasangannya nanti. Apalagi dengan hubungannya dengan Fira yang aku sendiri tak pernah mendapatkan penjelasan dari mulutnya. 

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang