fourteen : Untung dan Rugi

8 3 0
                                    

"Lalu kau belum juga memutuskan dimana?" Suara meninggi papa seperti hal biasa yang ditangkap oleh telingaku. Aku hanya duduk dengan nyaman di sofa dengan tangan di atas paha dan menunduk, mencoba untuk tidak terlalu banyak bicara yang biasanya akan sangat sulit dilakukan.

"Sudah papa bilang untuk menentukan dimana! Hal seperti itu juga sulit untukmu?! Lalu kau ini bisanya apa? merengek meminta uang?"

Tidak, aku tidak meminta uang. Aku hanya meminta waktu lebih banyak agar aku tak ditempatkan di fakultas yang mungkin akan lebih banyak mengeluarkan uang daripada apa yang kudapatkan. 

"atau kau juga mau merugikan waktumu seperti Gama bermain-main dengan masa depan malah membatalkan universitas di luar negeri dan menerima Binus jadi anak seni atau apa itu?!"

Jari papa mungkin sudah menunjuk kepalaku beberapa kali. Masih diam saja karena memang tidak ada kalimat bagus yang bisa kukatakan selain protes papa terlalu banyak omong dan membuang waktunya membentakku. Mau dimarahin seperti apapun juga aku tetap tak tahu aku harus meletakkan diri dimana.

"Kau ini sama tidak bergunanya seperti ibumu! tidak pernah pulang ke rumah dan hanya bersenang-senang di luar! tidak bertanggung jawab dengan rumah! tidak becus mengurusmu yang tumbuh jadi seperti ini"

Oh tidak pa. Mama pergi karena papa yang sibuk melumat bibir gadis-gadis dan membenciku karena lahir di dunia ini dan merusak tubuhnya. Aku mengurus diri sendiri sepanjang aku hidup karena tak ada orang yang peduli denganku di rumah ini. Dan aku tumbuh tanpa kekurangan apapun, bahkan tak pernah dipenjara. Lupa, itu juga papa pernah membantu untuk aku sampai tak masuk penjara.

Entah kenapa tangan papa malah mengenggam beberapa helai rambutku dan melemparnya menabrak sofa. Ini baru pertama kali papa benar-benar melakukan hal fisik padaku. Rasanya menakutkan dengan nyeri pada ujung kepala yang ditarik tangan papa. Aku meringis dan memegang helai-helai yang dicoba dicabut dari akarnya. Jantungku memompa lebih cepat karena hal ini bukan hal yang biasa kuterima.

"Kau tidak berguna!"

Sekarang aku tahu bagaimana aku harus bersikap di depan seorang laki-laki dewasa yang terluka egonya. Namun tiba-tiba saja aku yakin untuk beranjak dari lantai. Rasa kaget yang baru saja kuterima membuat kakiku bergetar untuk sekedar digerakkan. Namun rasa-rasanya kepala ini ingin segera menghindar.

Itulah yang kulakukan. Aku yang berdiri lalu menendang tulang kering papa yang membuatnya kesakitan cukup untuk melukai harga dirinya. Menilik balik pada banyak hal yang mungkin saja akan membuatku mengerti. Tapi aku tidak cukup mengerti. Papa menganggap mama yang masih bekerja di luar dari muda adalah melukai hatinya. Entah apa yang membuat mama mau menikahinya dulu. Laki-laki yang menunduk dan mengatakan sumpah serapah pada telingaku cukup menjadi bukti bahwa dia lemah bahkan tak ingin anaknya ada di atasnya.

Aku tahu aku membencinya. Pada kehidupanku, pada tingkah lakunya, pada wajah yang tak bisa aku hilangkan jejaknya. Sungguh aku tak ingin hidup hanya pada ketidaktahuannya tentang dirinya sendiri. Dia menyukai wanita sebanyak dia menyukai seluruh hartanya. Tak cukup satu, dua bahkan tiga empat. Tidak. Harta yang telah digengganggamnya membuatnya banyak memberikan keangkuhan pada dunia. Dia ingin semua wanita tunduk pada pada kakinya. Menyembahnya. Membenciku karena aku bukan laki-laki, membenci mama yang menolak menjadi pelayan di megahnya istana. memilih sekretarisnya yang memberikannya ketundukan.

"Kau itu bajingan tak tahu malu dan hanya bisa mengatakan hal sampah padaku. Jangan lupa, aku akan dengan mudah mengobrak abrik perusahaan yang kau bangun sejak lama hanya dengan satu ucapan. Dan jangan lupa, aku adalah satu-satu aset yang bisa kau gunakan untuk meneruskan bisnismu. Aku pintar menggunakan pistol dan pedang. Sekali lagi kau gunakan tangan menjijikan itu padaku, aku tak segan-segan membunuhmu dan lari akan tanggung jawab itu"

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang