five : old days

39 13 2
                                    

Kami berdua bertemu pada hari yang panas sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami berdua bertemu pada hari yang panas sekali. Sepulang sekolah setelah dirasa badan capek dan ingin segera minum jus di rumah. Aku saat itu berumur 9 tahun kurang lebih. Keluar dari pintu utama gedung menuju ayunan yang berada di samping gedung, ditemani banyak permainan fisik lainnya. Terbiasa akan rutinitas yang menunggu dua jam sebelum benar-benar dijemput. Lelah untuk bertanya berkali-kali tanpa jawaban mengapa hanya aku yang butuh waktu lama untuk dijemput, karena jawabannya adalah aku tak cukup penting hingga menjadi prioritas siapapun. Melihat teman-teman yang dengan masih riang menggandeng tangan ibu mereka, bercerita panjang lebar tentang pelajaran yang membosankan. Sembilan tahun tidak bisa untuk menangis meraung mengatakan betapa rasa iri itu menghancurkan emosiku perlahan. 

Dulu aku menghina semua hal itu karena menyembunyikan rasa iri itu. Menggoyang badan untuk berayun berkali-kali sampai kaki rasanya pegal dan keringat malah bertambah. Anak-anak lain mulai berlari mendekat ke arah permainan, berebut satu sama lainnya. Aku tidak ingin terlibat atas atensi lebih saat itu, hingga memilih menghindar dan berjalan ke arah tribun.  Jea kecil tak memilki banyak teman. Tubuhku gemuk, gempal dengan fashion yang berantakan. Tidak ada yang tahu aku adalah anak dari sepasang pengusaha besar Indonesia dan model internasional. Tidak ada yang tahu dan orang tuaku juga tak akan repot-repot datang ke semua rapat sekolah.

Gama datang sebagai anak laki-laki baru yang jauh sekali derajatnya denganku. Seluruh penampilannya seperti seseorang telah memberikan jadwal khusus agar bocah itu memakai pakaian terbaik sesuai dengan hari. Sepasang sepatu yang match dengan tasnya. Baunya bahkan harum sekali setelah seharian bersekolah. Dengan kata lain, Gama begitu menarik perhatian. Barang-barang yang melekat pada tubuhnya sama seperti barang yang melekat pada tubuhku. Tapi perbedaan terbesarnya adalah, Gama terlihat benar-benar dijaga dan dirawat. Sedangkan aku, aku seperti gembel yang diberikan baju-baju curian. 

Dia mengenalkan diri sebagai Melviano. Tentu langsung menjadi orang yang paling dibicarakan di sekolah. Si pendiam yang mencuri spotlight. Aku tak tertarik dengannya, sama sekali karena dia sama seperti anak-anak lain yang tak peduli dengan eksistensiku apakah ada di dunia ini atau tidak.

"Jangan dekat-dekat dengan si babi!" tentu saja aku dipanggil babi karena tubuhku yang gempal. Kalimat itu membuatku mendongak dan melihat gerombolan anak perempuan yang menunjukkan jari telunjuknya ke arahku. Tertawa-tawa seakan orang yang sedang mereka hina itu tak memiliki perasaan seperti mereka. 

Saat itu aku merasa hinaan itu parah sekali hingga hari-hari sekolahku begitu buruk. Aku ingat ingin sekali pergi lari menghindari gerbang sekolah saat mobil sudah berada di depannya. Gerbang berwarna hijau tua dengan ukiran nama sekolah di tengahnya menjadi simbol penjara berjam-jam yang merepotkan, bahkan mimpi buruk. Tidak mudah untuk membiasakan diri sendiri bahkan mencoba untuk tidak mendengarkan cemooh setiap hari. Aku mencoba untuk tidak peduli. Ingin bermain namun tidak ada yang ingin aku bermain bersama mereka. Tahun-tahun yang buruk. Tapi karena bertahun-tahun seperti itu, aku mulai menghindari orang-orang agar aku tak kerepotan dengan semua hinaan. Tentu aku berhasil melewati bertahun itu sendirian dan mencoba untuk tidak terpengaruh atas hinaan-hinaan.

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang