fifteen : Responsibility

8 2 0
                                    

Kemewahan menutup keduanya hanya sebuah cacian yang diberikan secara lembut bahwa mereka hidup tidak dengan bekerja keras. Duduk memangku tangan dan jika mereka menginginkan sesuatu, barang itu secara ajaib akan terbang ke atas tangan mereka. Tanpa kerja keras, kau akan dianggap pengecut karena tidak cukup pengalaman untuk berada di perusahaan yang baik. Tanpa perusahaan yang baik yang dapat merekrutmu, hidupmu tidak akan baik. Sepanjang hari akan mengatakan seandainya. Namun tidak berlaku bagi para generasi lanjutan orang-orang kaya.

Tidak perlu memikirkan karir jangka panjang sampai mereka mati pun ada satu hal yang jika memang tidak mereka inginkan, uang akan cukup untuk memberikan pengakuan bahwa cita-cita mereka sejengkal saja dari tangan.

Hingar bingar terdengar di pojok sekolah elit itu. Beberapa minggu sebelum pesta dansa diselenggarakan dan yang ada di mulut mereka sebagai bahan obrolan adalah siapa yang akan mendampingi mereka, gaun rancangan desainer terkemuka mana yang akan menemani malam singkat itu dan bagaimana riasan super glamour yang akan mereka kenakan. Tidak lupa kendaraan super panjang limousin yang harus mereka sewa agar impian bersenang-senang semalam lengkap.

Ada banyak yang mulai memberikan kejutan-kejutan kecil pada calon pasangan mereka ke prom. Ya Prom.

"sebuah pesta menyebalkan dari 50 undangan makan malam keluarga" tukas gadis yang menyendok acar dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"ada banyak yang menolak datang karena bosan, sama sepertimu" kata Gama menukas

"tentu saja. Ada banyak perempuan yang tidak akan menikmati malamnya menggunakan gaun super sesak, hairdo dan make up berjam-jam, menari tarian yang tidak mereka mengerti dan berdiri mencoba seimbang di stiletto" Jea menggelengkan kepala sambil mengedarkan pandangannya ke arah banyak orang yang sekarang memenuhi kantin.

Makan siang dengan Gama adalah agenda mutlak dari kegiatan Jea di sekolah meski kelas mereka berbeda. Gama ada di kelas sains sedangkan dia ada di kelas sosial.

meskipun aku tak pandai bersosialisasi dan kau tak pandai fisika

Itu kata Jea beberapa kali seakan kelas yang mereka pilih bukan hal yang tepat. Jea beberapa kali membuka buku pelajaran milik Gama dengan seluruh angka yang memenuhi pojok kertas itu, Jea bersyukur tak pernah sedikitpun dia menyetujui untuk ada di kelas sains.

"tapi kau menyukai gaun, heels dan make up" kata Gama kalem mengingatkan

"betul. Tidak dengan menari sepanjang malam, mabuk atau berakhir di ranjang laki-laki asing"

"hei- kau akan pergi denganku. Tidak mungkin aku membuatmu mabuk dan kau berakhir di ranjangku"

Sudut bibir gadis itu terangkat mendengar penuturan Gama yang mungkin sedikit menggelikan. Bagaimana tidak. Mereka belum mengatakan akan pergi bersama satu sama lain. Seakan-akan Gama dan Jea otomatis menjadi pasangan, tidak ada yang bisa untuk menyingkirkan satu sama lain.

Meski itu bukan permasalahan sesungguhnya. Jika dipikir-pikir seharusnya mereka tahu Gama adalah saingan yang cukup berat bagi hampir seluruh laki-laki yang ada di sekolah itu. Dia mapan, karirnya akan cemerlang, pandai, tampan dan luar biasa kaya. Tidak terlalu bodoh dalam olah raga dan memiliki senyum mahal dengan lesung pipi menambah ketampanan dari wajahnya. Alasan lainnya adalah karena Jea juga bukan perempuan sembarangan.

Jea juga merupakan saingan paling berat jika ingin menyingkirkannya. Wajahnya rupawan dan sangat kecil. Kulitnya cerah berseri tanpa ada satu kesalahan pun dalam penataan wajahnya. Kakinya jenjang karena Jea adalah perempuan paling tinggi dari seluruh perempuan yang ada di sekolah itu. Karirnya ada dua, dia memilih menjadi pimpinan perusahaan real estate atau berkarir menjadi model seperti ibunya.

Keduanya merupakan pasangan paling fenomenal dari seluruh pasangan yang pernah dimiliki sekolah itu, sudah pasti Gama dan Jea akan menjadi King-Queen of Prom. Tidak ada keraguan.

Namun setelah kalimat bahwa tidak ada perasaan selain tanggung jawab yang pernah diucap Jea, seakan-akan semua perempuan mulai memberikan perhatian khusus pada Gama. Semua gadis pernah menembak dan mengajaknya untuk berkencan. Kesempatan langka jika memang laki-laki itu mengiyakan. Bukan langka, namun tidak akan pernah. Karena sepanjang tahun setelah kalimat Jea itu, tak seorang pun berhasil mengajak Gama berbicara berdua.

"jangan lupa, kau hanya boleh pergi denganku" Gama memandangnya serius "karena kita sudah bertunangan. Aneh sekali jika kau malah berencana untuk pergi dengan laki-laki lain"

Mata Jea memutar seakan jengah mendengar kalimat itu. Bukan itu yang ingin dia dengar. Bukan ajakan super tidak romantis seperti itu. Bahkan Jea tidak mengharapkan romantis disana. Hanya perlu kalimat Gama ingin pergi kesana bersamanya karena memang dia ingin bersama Jea.

"aku tidak pernah mengatakan akan pergi denganmu" Jea beranjak untuk meninggalkan Gama dengan hembusan nafas kesal akan semua hal yang didengarnya dari mulut Gama.

--

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang