nine : To get Happiness with you

14 8 0
                                    


Keadaan menjadi lebih terkendali setelah papa memutuskan untuk tidak pulang selama berhari-hari, mama apalagi. Entah sekarang mama ada di belahan bumi bagian mana karena dia tak akan pernah mengabariku. Anak yang dibenci ibunya sepertiku ini tidak mungkin mengharapkan cinta dari siapapun. How pathetic. Tidak, aku tidak ingin sama sekali mengasihani diriku sendiri. Tidak baik mengatakan pada diri sendiri bahwa you are pathetic.

Sore itu aku memutuskan untuk membongkar seluruh kardus yang kusimpan di lemari paling bawah di gudang karena aku ingin menggunakannya untuk menyimpan seluruh karyaku yang tak pernah keluar dari atas kertas alias aku hanya menyembunyikannya di kertas. Gama bahkan tak tahu aku suka untuk menulis. Poin ini membuatku sedikit skeptis akan pertemanan kami.

Dan ya aku menemukan harta karun itu.

Tersimpan berdebu di rak paling bawah. Tulisan jelek ada di bagian muka bertuliskan 'JEa'. Iya saat itu aku berpikir bahwa huruf besar kemudian diselingi huruf kecil adalah hal terkeren sedunia. Berbeda dengan Gama yang saat sekolah dasar sudah bisa dengan lancar memberikan jawaban matematika. Sepertinya Gama tidak memiliki fase alay di hidupnya.

Ada berbagai macam mainan disana. Aku duduk di lantai marmer ditemani dua bibi yang tidak mau aku terkena bersin-bersin berlebihan atau mereka dipecat. Iya mereka memang mengada-ada terlalu jauh.

Setelah kubuka pembuka bagian atasnya dengan sedikit paksa, aku meneliti dengan meletakkannya pada lantai marmer. Ada yang sudah berkarat, namun sebagian besar masih bagus walaupun tidak bisa dipakai entah batrenya habis atau memang karena mesinnya kalah akan karat namun tidak terlihat.

Robot otomatis berwarna hijau tosca yang mengatakan 'i am robot' sebanyak kau menekan tombolnya mendapatkan perhatianku. Aku ingat pernah mengatakan padanya bahwa aku bosan dengan manusia dan ingin digantikan dengan robot. Saat itu aku berumur 12 tahun dengan pikiran rebel. Kebencianku pada orang tua kandungku bahkan membuat aku versi anak kecil meminta pada Tuhan untuk semua ciptaannya yang yang bernama manusia dibasmi di muka bumi ini. Walaupun sekarang memang aneh sekali jika dibayangkan, tapi tidak bagi otak manusia kecil yang sudah menganggap orang tuanya musuh bebuyutan.

Ada sebuah papan yang bisa digunakan untuk menggambar, aku tidak bisa menemukan pensilnya. Sehingga aku melihat pada pola yang ada di layar putihnya. Sudah kucoba untuk menekan tombol power namun tidak juga berhasil untuk menghidupkannya.

"Saya akan membelikan baterai terlebih dahulu nona jika memang nona menginginkannya" kata bibi yang dengan segap mendekat ke arahku. Aku tentu menjawabnya dengan gelengan tanpa bersuara.

"Tidak. Terima kasih, Bi" kataku tanpa melihat wajahnya.

Dan setelah berbelas benda mati bernama mainan itu keluar dari kardus, di bagian bawah aku menemukan sesuatu. Satu benda kotak yang terdapat kucing alien di bagian covernya. Saat aku membuka halaman pertama, ada tulisan sangat besar,

DILARANG DIBUKA KECUALI ADA PERANG DUNIA ATAU ALIEN DATANG

Sepertinya aku begitu menyukai alien saat aku kecil dulu. Entah bagaimana imajinasiku, namun aku tahu bahwa ini adalah salah satu alasan mengapa temanku hanya Gama. Karena semua orang menganggapku aneh, mungkin kalau tidak anah, aku adalah anak gadis paling tidak pernah bersosialisas karena dianggap terlalu banyak berangan-angan. Tapi perlu diketahui bahwa Gama juga pribadi yang aneh karena kupikir seluruh ide akan alien ini berasal dari mulutnya.

Buku bergambar kucing alien itu kubuka perlahan. Melihat tulisanku yang berantakan namun tetap pada garis. Mulutku tersenyum agak lebar karena aku tidak mengingat masa laluku. Bukan karena aku mengalami amnesia parsial, namun karena aku mengalami trauma sehingga sebagian dari memoriku hilang ditutup, mungkin disegel di sana.

Aku mulai membaca perlahan dan tahu bahwa semua mainan yang ada di dalam kardus adalah milik Gama. Tentu saja merebut mainan dari tangan Gama adalah perkara yang mudah. Laki-laki itu akan memberikan langit jika Tuhan memang mengizinkannya. Tulisan jelekku menjelaskan bahwa satu-satunya cara agar aku bisa dekat dengan tuan sempurna bernama Gama adalah dengan menjahilinya. Aku tertawa kecill karena memang sedari kecil aku mencoba untuk mengganggu Gama, dan wajah tampannya itu hanya merengut jika marah dan menghela nafas panjang sekali jika terganggu. Namun dia tak pernah benar-benar marah padaku. Mungkin mendiamkanku sejenak namun tak pernah benar-benar marah.

Memutuskan untuk mengumpulkan barang-barang yang berdebu tergeletak berantakan, mengajak Gama menyelam pada masa lalu, aku bergegas ke kediamannya. Berharap jika memang waktunya baik, kami akan banyak mengenang masa yang tak bisa kubiarkan menguar di memoriku sendiri. Aku ingin membagikan memori menyenangkan itu pada Gama. Sehingga dibantu bibi yang dengan senang hati memasukkan barang itu kembali pada kotak cukup besar dan tidak membiarkanku berlama-lama duduk di lantai kotor gudang. Bibi-bibiku sepertinya tidak menangkap bagaimana raut wajahku tersenyum lebar sekali.

Mengangkat sendiri satu karton besar itu dengan dengan tanganku, salah satu bibi berteriak agar karton itu direbut dariku. Walaupun aku tidak masalah untuk mengangkat dan memasukkan sendiri ke bagasi mobil, tapi sepertinya hierarki rumah ini mengingatkanku. Aku tolak tak dibantu pun mereka akan diam membantu tanpa banyak alasan, jadi menyimpan suara untuk Gama, kuputaskan diam saja dan membiarkan seluruhnya dibereskan dan dimasukkan ke dalam mobil.

Kakiku berlari keras sekali menapak lantai marmer menuju lemari atas dan dengan semangat mencari, memilih baju terbaik mana yang bisa kukenakan menemui Gama. Casual manis atau rapi cantik? Beberapa kali aku mencoba untuk memasang pada tubuhku yang mematut di kaca. Bayangan kami akan berdua dan saling bercanda tentang mainannya, menggodaku karena mencuri robotnya ataupun mengobrol tentang kucing alien dan keinginanku menggantikan manusia dengan alien adalah tebakanku nanti jika kami bertemu.

"Cantik yang mana, Bi? Coklat tua yang rapi dan cantik atau kuning pastel casual manis?" Kataku sambil sibuk untuk memilih aksesoris yang akan kukenakan.

"Nona kan cantik terus. Aduh bingung, semuanya bagus!" Suara melengking dari bibi cukup membuatku tertawa geli. Mereka yang semangat seperti tertular dari energiku yang masih bergerak-gerak dan bersenandung.

"Kalau mau ketemu Gama suka yang mana?" Kembali aku bertanya. Sebenarnya aku hanya ingin mendengar pendapat mereka walaupun di dalam sana sudah tahu pilihan mana yang kujatuhkan.

"Sepertinya yang casual, Nona? Nanti kalau pakai rok yang rapi takutnya Nona diajak pergi Tuan Gama dan tidak bisa nyaman mengobrol lama?"

Gothca!!! Aku mendengar apa yang ingin kudengar dan bergegas melepas satu set baju putih kuning muda ke dalam lemari ganti. Mencobanya secepat kilat, tapi tetap hati-hati agar rambutku yang sudah rapi tidak memerlukan perbaikan lagi.

Let's swim in the past Gama~

---

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang