Nineteen : Menilik Masa Lalu

6 2 1
                                    

Lalu setelah beberapa lama berlalu, ada banyak hal yang tidak disadarinya. Tangannya terjulur dengan cepat saat gadis itu kesulitan. Tidak masalah mendengarnya berujur selama berjam-jam. Mengikuti memorinya yang lebih bekerja keras saat menangkap hal-hal kecil yang disukainya maupun dibencinya. Seakan-akan menyenangkan untuk menghabiskan waktu melihat wajahnya yang berseri.

Waktu memang telah berlalu lama sekali. Tidak sempat terpikir apakah perasaan mereka sama dan tidak ada yang tertukar. Namun kadang yang sudah terpkir pun sama saja. Kapan terakhir kali mengatakan bahwa hal yang terus berulang dia berikan sekarang memiliki hal yang berbeda?

Melihat wajahnya yang berseri dan tidak lepas akan tuntutan. Mungkin akan lebih baik lagi jika gadis itu menghadap wajahnya sekali lagi. Bagaimana mungkin hati manusia begitu cepatnya terbolak balik. Kadang entah sengaja maupun tidak, saat mereka saling berhadapan tak mampu wajah kemerahan dari Gama disembunyikan.

"mungkin seharusnya memang aku meminum jusnya saja kan ya?"

Suara gadis itu tiba-tiba terdengar oleh telinga Gama. Entah sejak kapan suaranya teredam oleh beribu kallimat yang masuk ke dalam kepala.

"Kau kenapa sih? daritadi ngeliatin kayak serius banget. Mikirin apa?"

"Hei Je, sejak kapan kamu suka kucir rambut?"

Gadis yang memakai seragam putih biru dengan mata bulat itu menautkan alisnya dalam heran. Tidak pernah sekalipun Gama keluar dari pembicaraan, tak pernah mulutnya itu mengatakan hal tak terarah seperti yang baru saja dilakukan.

"Sudah lama aku mulai kucir, kayaknya mau dipotong juga. Kenapa deh?" Tanyanya sambil menyesap minuman yang berubah tak lagi dingin seperti yang dipesannya tadi.

Ada jeda hangat disana. Wajah Gama yang buru-buru menunduk melihat pada bulir air yang turun dari gelas beberapa kali. Es yang berputar pada gelas. Sebelum mulutnya terbuka menjawab,

"sepertinya bagus panjang. Jangan dikucir lagi ya. Ya walaupun kamu cantik dua-duanya tapi yaaaaaaaa lebih cantik digerai aja"

Baru pertama kali mulut Gama itu mengatakan kata sifat cantik beserta dengan penjelasan. Sebuah kejujuran yang sebenarnya tak pernah dianggap Jea menjadi kata yang serius.

Pertama kalinya gadis itu menggerakkan hatinya. Memberikan malam-malam tidak menyenangkan karena kurangnya tidur dan semangat untuk bersekolah. Pertama kalinya laki-laki itu bersyukur bahwa dulu dia setuju untuk berkenalan dengan bocah perempuan bar-bar yang mengigit telinga temannya sampai berdarah saat seseorang terus mendorong kesabarannya.

Namun sampai sekarang, sampai Jea benar-benar memakai cincin itu di jari manisnya, tidak benar-benar mulutnya mengatakan bahwa ketertarikan yang pernah satu kali diungkap sudah lebih besar daripada yang terkira oleh mereka berdua. Keduanya terlalu nyaman pada status hingga tidak mengerti bahwa sesuatu yang statis tidak akan benar-benar datang dalam keadaan yang sama.

Kalau perasaan itu terpupuk hingga tidak terkira, maka hal lain yang tidak pernah datang seharusnya datang.

"lebih baik aku tidak mengatakannya, toh nantinya aku juga akan bersama" kata Gama memandang dirinya sendiri di kaca. Memberikan senyuman percaya diri yang pada hari yang sama hilang.

Hari sama dengan gadis yang berdiri memandang tubuhnya dari jalan seberang dan lambaian tangannya tak dibalas. Jea tidak juga berjalan menyeberang untuk menemui Gama yang tidak diperbolehkan untuk bergerak oleh pesan singkatnya sebelumnya.

Biarkan aku yang kesana nanti. Menghampirimu. Jika memang kau ingin menghampiriku, aku akan pergi terlebih dahulu hingga yang bisa kau temui adalah jejak sepatu yang akan hilang oleh angin.

cage of majestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang