Prolog

4K 251 16
                                    

Pria itu berguling menjauh dari tubuh telanjangnya. Menatap tajam, diselingi kepuasan yang seolah-olah tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. " Laras..." panggilnya lembut. Tatapannya pun kini melembut. Ia raih tangan perempuan itu yang mulus dan terasa lembut. Diciumnya buku- buku jari perempuan yang memang telah lama diincarnya. Sejak hubungannya dengan sang istri mendingin.

Perempuan itu masih menundukkan wajahnya. Diliputi perasaan yang bersalah, sekaligus merasa rendah. Ia baru saja tidur dengan atasannya. Seorang pria tampan yang telah sering merayunya.

Dan pria itu sudah punya seorang istri yang amat cantik. Seorang selebriti dalam negeri yang banyak dikagumi dan dielu- elukan. Seseorang yang bila Laras dibandingkan dengannya, tidak akan sepadan. Perempuan istri Gatra itu bagaikan Dewi. Sementara Laras merasa dirinya bagaikan jalang yang pantas menghuni comberan.

" Kamu kenapa, Laras?" tanya pria itu dengan lembut. Harus Laras akui, sentuhan pria itu betul- betul ahli, membuat dirinya seperti terbang di langit, ketika pertama kalinya Gatra mendesaknya di pintu kamar pria itu. Laras tahu, ia bodoh karena tak menolaknya.

Tapi Gatra memang tidak memaksa. Ia merayu. Mencumbu Laras tanpa tergesa. Ia memberi Laras sesuatu yang tidak didapatkan perempuan itu dari kekasihnya yang lurus.

Lalu, tak butuh waktu lama, atasannya itu sudah bisa menakhlukan Laras.

"Saya takut, Pak..." Bisiknya setengah linglung. Sebelumnya kenapa ia tidak berpikir, bahwa tindakannya ini akan memiliki sesuatu yang bernama konsekuensi? Sekarang, di pelupuk matanya, yang terlihat hanyalah jalan tak berujung. Bisa saja ia hamil. Bisa saja dirinya dan janin dalam kandungannya akan terlantar.

Ia bisa saja pulang ke Jogja. Laras bisa menjahit. Mungkin ia bisa membuka modiste sambil merawat anaknya. Akan tetapi, bagaimana perasaan kedua orangtuanya? Ayah dan ibunya sampai harus menjual tanah warisan supaya Laras dapat melanjutkan kuliah dan jadi orang sukses, lalu ia bisa membantu adik- adiknya yang berjumlah empat orang itu.

"Saya pasti bertanggungjawab, Laras." Desah pria itu, sementara tangannya membelai- belai pipi perempuan itu, lantas turun ke bibirnya, ke rahangnya, ke lehernya, lalu ke payudaranya. Tangan Gatra masih mampu meremas keduanya dengan lembut, membuat napas Laras tersentak. "Sudah lama saya menginginkanmu."

Laras mematung. Tidak tahu harus berkata apa. Dirinya tahu bahwa apa yang sedang dilakukannya ini adalah kesalahan. Namun entah mengapa, ia merasa jantungnya berdebar dan darahnya berdesir panas, ketika menerima perlakuan mesra bosnya. "Pernikahan saya dengan Vega..."

Ketika mendengar nama perempuan itu disebut, Laras merasakan seolah-olah jantungnya telah dicabut paksa! Ia pun serta merta bangkit dari atas kasur. Namun tangan Gatra masih dapat menggapainya. " Laras?"

"Maaf, Pak. Saya harus pergi sekarang," ujarnya gugup. Dengan perasaan terkoyak, ia menyeret langkahnya ke arah kamar mandi di dalam kamar apartemen milik Gatra tersebut.

Sesampainya di dalam, ia tak kuasa lagi untuk membendung tangisnya.

***






Miss Dandelion Where stories live. Discover now