Tiga

1.5K 213 5
                                    

"Besok kamu ke kantor pakai celana saja." Tiba- tiba  Suta berujar , begitu ruang rapat kosong. Semua orang sudah ke luar. Sementara Laras masih menunggu bosnya.

Perempuan itu hanya melongo mendengar perintah atasannya yang dirasa Laras terlalu random itu. Selama ia bekerja, belum pernah ada yang mengkritisi caranya berpakaian.

Ia memang selalu mengenakan atasan berupa blus atau kemeja. Terkadang juga gaun terusan yang dilapisi blazer. Sementara untuk padu padannya, biasanya Laras suka mengenakan rok pensil atau A line. Dan semua pakaiannya tidak ada yang terkesan mengundang.

Hanya saja, bentuk fisik Laras memang memungkinkan semua koleksi pakaian yang dianggapnya masih sopan, jadi terkesan atraktif. Bentuk payudaranya yang bulat dan penuh, pinggangnya yang berlekuk sempurna, pinggul dan bokong yang bulat dan padat, membuat mata orang- orang jadi salah fokus.

Dulu, Nadya pernah menyarankan Laras untuk pakai gamis saja. "Mau diapa- apain juga badan lo tuh sintal banget, Ras. Sementara orang- orang yang udah berumur memang doyan banget sama tipikal tubuh seperti punya elo tuh!"

"Ya, Pak." Laras tidak punya pilihan lain selain melontarkan persetujuan. Dia memang butuh pekerjaan ini. Dan selama atasannya tidak memintanya untuk berbuat yang aneh- aneh, dia sih manut- manut saja.

"Celana kain saja."

"Ya, Pak."

Suta mengangguk dengan tatapan datar dan dingin yang sudah jadi trade marknya. Entah memang wajahnya disetel secara default untuk menampilkan ekspresi galak, atau apa.

Suta menekan salah satu tombol pada lengan kursi rodanya, sebelum meluncur ke luar.

Rapat yang barusan selesai itu tak ubahnya sebuah lelucon. Di mana semua pesertanya malah asyik mengamati lekuk tubuh sekretaris barunya itu.

Laras memang mengenakan blus berkancing dengan lengan tiga perempat yang sekilas memang masih terlihat sopan. Juga rok pensil warna abu- abu, yang sialnya membuat para peserta rapat berjenis kelamin laki- laki malah lebih fokus memperhatikan lekukan tubuh Laras.

***

Namun keesokan harinya, ketika Laras muncul dengan celana kain berpipa lurus seperti punya kasir mini market yang dipadukan dengan atasan berupa kemeja warna biru muda, kehebohan pun semakin bertambah.

Bahkan sejak turun dari ojek, Laras sudah diiringi banyak sekali siulan. Laras sendiri malah semakin  malu. Dia tidak mengerti apa motivasi sang bos sehingga memintanya untuk mengganti rok dengan celananya. Untung Laras punya empat potong celana bahan.

Dan begitu memasuki ruangan Suta pada jam sembilan pagi itu, pria itu terkesiap melihat tampilang sang sekretaris yang tak ubahnya seperti penari striptease.

Lagi- lagi, Suta hanya melemparkan tatapan datar dan dinginnya itu. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Pria itu cuma mengangguk singkat. "Tolong kamu ke toko kue dan belikan ibu saya sesuatu. Kamu bisa bawa mobil?"

"Bisa, Pak. "

"Kalau nggak bisa, kamu boleh bawa Pak Gun."

Laras hanya mengerjap- ngerjapkan matanya. Menjadi anak sulung dengan empat orang adik, membuatnya dididik untuk sabar sejak kecil. Ibunya pun selalu menasihati Laras agar jangan gampang pendek sumbu. Jadi, meski menurutnya atasannya ini menyebalkan, Laras masih bisa menampilkan senyuman lebar.

Miss Dandelion Where stories live. Discover now