Tiga Belas

1.5K 207 30
                                    

Semakin hari, tingkah Andri semakin mengganggu Laras. Mengetahui perempuan itu kini tidak lagi bekerja, membuat Andri malah lebih terang- terangan untuk mendekatinya.

Puncaknya adalah ketika Sabtu malam. Ketika itu, Laras ingin pergi ke mini market. Gadis itu mengenakan atasan bermodel baby doll, dan celana selutut. Karena tengah mengandung, otomatis membuat payudaranya semakin membulat. Meski atasan yang dikenakannya tergolong longgar, namun bentuk buah dadanya tetap tercetak dengan jelas, meski tak sampai yang vulgar banget.

Andri menunggu di depan gerbang kos, ketika Laras berjalan ke luar hanya membawa dompet dan ponsel. "Mau ke mana, Ras?" Laras tersentak kaget. Ia sampai mundur dua langkah dengan mata membulat karena kaget.

"Mas Andri bikin kaget saya aja."

Seperti biasa, lelaki itu mengarahkan pandangannya ke dada Laras, dan pupilnya terus bergulik- gulik aneh. Serta ekspresi wajah gelisah terlihat jelas di wajahnya yang sebenarnya bisa dikatakan cukup tampan itu.

Andri berkulit putih bersih. Rambutnya pendek dan ikal dengan mata agak sipit. Bahkan, Mei, salah satu teman kosnya agak tergila- gila pada sosok yang kini mengamati Laras dari atas ke bawah tersebut.

Tentu saja Laras merasa risih.

"Saya mau ke mini market." Kali ini bukan untuk beli susu hamil, karena Laras sudah membelinya tadi pagi di supermarket besar yang terletak lumayan jauh dari tempat kosnya. Saking gabutnya, Laras sampai kelayapan ke Duta Merlin, untuk mengusir bosan dengan berbelanja kebutuhan rumah dan baju- baju yang lebih longgar.

"Aku anterin ya?"

"Nggak perlu, Mas." Laras masih menjawab dengan kalem. Hingga pada spot gelap antara kos Meranti dengan mulut gang, pria itu nekat mendorong tubuh Laras ke area gelap di belakang pos kamling.

Laras tentu saja tersentak kaget. Sementara Andri sudah memegangi kedua lengan atas Laras dengan kelewat erat, sehingga perempuan itu mendesis menahan sakit. "Laras, kamu jangan jual mahal sama aku!" gertak pria itu, di antara gigi- geliginya.

Yang dilihat Laras petang itu bukan sosok Andri yang biasanya, melainkan seolah sisi lain dari sosok yang selama ini dikenalinya  sebagai pria yang ramah.

Pupil mata pria itu bergerak- gerak, wajahnya yang gelisah, serta Laras baru menangkap aroma tidak sedap yang ke luar dari mulut pria itu. "Aku sudah lama perhatiin kamu!" desis pria itu lagi. "Beberapa kali aku lihat kamu sama banyak cowok bermobil. Aku tahu, kamu pasti cewek gampangan, hanya aja aku bukan pria- pria itu! Aku nggak punya mobil! Tapi aku mau kamu!" Mulut pria itu kemudian menyerang Laras secara membabi buta.

Untuk sesaat, Laras rasanya ingin menyerah, karena kekuatan Andri jauh lebih besar dari yang dimiliki perempuan itu sendiri, hingga Laras tersentak, ia berusaha menendang selakangan Andri dengan sisa- sisa kekuatan yang dimilikinya.

Meski tidak sampai jatuh, Andri sempat mundur tiga langkah, membuat Laras tak berpikir lama untuk segera lari dari tempat itu.

Namun begitu ke luar dari kegelapan di balik gardu pos kamling tersebut, tubuhnya diserempet oleh mobil.

***

Entah mengapa janin dalam kandungannya itu sudah memiliki sikap keras kepala semenjak dalam perutnya. Laras pun tidak terluka parah. Hanya kakinya yang tergores, karena mobil yang saat itu dikendarai Pak Gun tidak dapat melaju kencang di gang sempit.

Ya, memang saat itu mobil Suta yang melintas dari arah mulut gang dengan kecepatan yang diizinkan, alias pelan sekali.

Suta segera memerintahkan Pak Gun untuk menaikkan Laras ke dalam mobil, lantas membawanya ke rumah sakit terdekat.

Miss Dandelion Where stories live. Discover now