Sembilan Belas

1.4K 237 22
                                    

Semuanya terjadi begitu saja.

Tanpa Suta sadari, mereka sudah menikah satu bulan. Dan selama itu pula, kalau pria itu mau jujur pada dirinya sendiri, dia memang agak terkesan dengan sosok Laras yang sama sekali jauh dari perkiraannya.

Pertama- tama, meski mereka tetap tidur satu kamar, namun kali ini bedak ranjang. Laras sudah menempati ranjang yang dibelinya dari IKEA Alam Sutera tempo hari.

Laras sebenarnya tidak pernah tidur hanya mengenakan lingerie atau baju tipis yang diciptakan untuk menjebak lelaki. Seringnya, dia tidur dengan daster batik sepanjang lutut dan berlengan pendek. Dan dia selalu tidur setelah Suta tidur.

Kalau weekend dan sedang berada di rumah, Laras lebih suka pakai kaus dan celana batik selutut, rambut diekor kuda dan selalu berkutat di dapur untuk membantu Mbak Ermin masak, atau membaca di halaman belakang, atau mengurusi tanaman, atau memelototi ikan yang berenang bolak- balik di dalam kolam dan di akuarium, atau melihat empat kura- kura berjemur.

Jarang ia berinteraksi dengan Suta. Pria itu sendiri malah jadi penasaran. Seperti pagi itu, setelah membuat sarapan berupa nasi uduk, semur telor tahu, kering tempe, bihun, dadar rawis, sambal kacang dan kopi, Laras langsung masuk ke kamar.

"Bapak nggak mau sarapan dulu?"

Saat itu Suta sedang nonton berita pagi di kamar. Sambil mengutak- atik sesuatu di gawainya. Suara televisi disetel sayup- sayup. "Saya udah masak nasi uduk sama bikin kopi." Katanya.

Suta cuma mendengus.

"Ya udah. Saya mandi dulu." Laras mengambil baju ganti dari lemari built in. Kamar tamu tidak dilengkapi walk in closet seperti kamar milik Suta di lantai dua. Dan seharusnya, pria itu sudah pindah ke lantai atas mengingat kini kakinya sudah berangsur lebih baik. Walau fisioterapisnya menyarankan untuk menunggu satu bulan lagi.

Laras masuk ke kamar mandi. Dia tak pernah menghabiskan waktu lebih dari lima belas menit di dalam kamar mandi. Soalnya, baju gantinya malah meluncur jatuh dari tangannya saat hendak dipakai. Sementara baju yang tadi dikenakan sudah ia lempar ke keranjang untuk pakaian kotor.

Perempuan itu mendecak kesal. Dia selalu sebal kalau ada kejadian seperti ini. Saat barang- barang yang ia pegang berjatuhan. Terpaksa ia masuk ke kamar tanpa pakaian. Hanya melilitkan handuk besar yang seperti bisa membungkus tubuh raksasa itu juga ke tubuhnya. Mudah- mudahan Suta sudah ke luar kamar.

Di saat- saat seperti ini, Laras hanya bisa berharap keberuntungan memihaknya.

***

Suta baru saja meletakkan gawai di atas nakas untuk di charge. Ia berniat untuk mengambil jatah kopi paginya sambil memandangi kolam ikan di belakang rumahnya. Ia memang tak terbiasa sarapan berat seperti Laras dan yang lainnya.

Ia baru saja bangkit ketika Laras tahu- tahu ke luar dari kamar mandi hanya dengan melilit tubuhnya dengan handuk putih besar. Rambutnya digelung ke atas, menyisakan anak- anak rambut yang membingkai wajahnya yang semakin bulat.

Air dari wajahnya menetes, meluncur menuruni lehernya yang jenjang lalu turun ke tulang selangka dan menghilang di balik handuk yang erat memeluknya itu.

Suta adalah pria aktif secara seksual. Sebelum ini, dia rutin mendapatkannya dari Felisha. Dan hampir lima bulan belakangan ini dia vakum. Terlalu marah untuk memikirkan seks.

Jadi, begitu di hadapannya kini tersaji pemandangan yang amat menggairahkan, tanpa bisa ditahan, ada bagian tubuhnya yang mendadak menggeliat. Terlebih, ketika melihat Laras berjongkok. Bokong bulat dan sintal itu menghadap ke arahnya.

Suta mendapatkan akses sempurna yang memungkinkannya untuk memandangi tubuh itu. Apa salahnya? Dia istri lo kan? Istri sah?

Sepertinya, Laras juga tak menyadari kehadiran suaminya. Segera saja ia melepaskan lilitan handuk. Tetapi untungnya, Suta sempat berdehem. Membuat Laras yang kaget terlonjak mundur. Dan handuk yang tadi ditahan dengan tangannya, meluncur turun.

Terpampanglah tubuh berlekuk itu di depan Suta. Kulitnya kuning langsat dan menguarkan aroma sedap bebungaan yang menguar di udara dalam kamar itu. Payudara yang dibalut bra warna hitam yang terangkat naik. Meski besar ukurannya, tapi tidak kendor. Turun ke perut yang sedikit membuncit dan pinggang yang berlekuk. Lalu kakinya yang fantastis.

Suta tak pernah tahu, bahwa wanita hamil bisa mempunyai efek yang demikian dahsyatnya. Darahnya berdesir, jantungnya berpacu cepat, dan bagian tertentu tubuhnya kini sedang mendamba.

Kulit itu sepertinya sangat halus dan aromanya menggugah kelelakian Suta yang lama tidur. Suta terpaku. Sementara Laras menyebut nama Tuhan dengan pekikan tertahan. "Saya kira Bapak udah ke luar?!"

"Saya masih di sini. " Dengan suara serak, mata berkabut, Suta menjawab. Saat ini, otaknya sama sekali tidak berfungsi. Organ yang satu itu bisa dibilang sudah meleleh karena panasnya darah Suta.

Ya Tuhan, Laras seksi sekali. Tidak sekedar seksi. Tapi sangat menggairahkan. Dalam bayangan Suta, tubuh itu pastilah hangat sekali bila Suta mendekapnya.

Sementara itu, dengan tegar, Laras mengenakan pakaian yang ia asal ambil dari dalam lemari tadi. Sudah tak ada yang bisa ditutupi dari sepasang mata yang seolah melahap sekujur tubuhnya itu. Rupanya yang Laras ambil adalah gaun model baby doll sepanjang lutut tanpa lengan. Gaun itu dibelinya saat ia mogok kerja karena tahu dirinya hamil.

Tanpa menyisir rambut, atau sekedar membubuhkan moisturizer ke wajahnya dan bodi losion ke tubuhnya, Laras langsung ke luar begitu saja. Meninggalkan Suta yang masih mematung seolah kena kutuk ibunya Malin Kundang.

****

Selama mendinginkan dirinya di depan rumah, sebuah mobil sekonyong- konyong meluncur masuk ke halaman rumahnya yang tidak terlalu luas itu. Suta masih mengernyit. Dua bergajul turun dari mobil. Kennan dan Randi. Keduanya dalam balutan pakaian lari. Kaus dan celana training.

Weekend begini, biasanya mereka memang punya agenda lari kalau tidak main tennis. Mereka sadar kalau tubuh akan mudah melar seiring bertambahnya usia.

"Gue denger ada perkembangan baru?" Kennan cengengesan. "Lo udah buang kruk itu. "

Suta melengos. "Ngapain sih pada ke sini? Kayak pada nggak punya rumah aja!"

Ia lupa, kedua sahabatnya ini tidak tahu bahwa sekarang ia sudah menikah. Dan mustahil menyembunyikan istrinya yang hot as hell itu ke kolong ranjang atau apa seperti dalam film- film komedi.

Keduanya langsung menempatkan diri di atas kursi rotan yang mengeliligi meja bundar di teras depan itu tanpa dipersilakan.

Seperti biasanya, Suta langsung berseru untuk menekan tombol di belakang kursi. Itu tombol interkom yang terhubung ke dapur. Ia meminta Mbak Ermin untuk membawakan minuman.

Bencana itu terjadi ketika alih- alih Mbak Ermin, malah Laras lah yang muncul. Masih mengenakan gaun babydoll warna biru langit. Namun kali ini, rambutnya diikat buntut kuda tinggi. Tampak segar dan harum. Dan tentu saja cantik. Harus Suta akui, semakin hari, istrinya itu semakin glowing.

Tentu saja Kennan dan Randi melotot. Sampai- sampai, Laras khawatir kalau biji mata kedua pria itu bakalan menggelinding seperti kelereng.

"Man, lo nggak bilang - bilang nyimpen perempuan secakep gini di rumah elo?!" Kennan yang lebih dulu bereaksi. Ia malah sudah menyodorkan tangannya ke arah Laras. "Hai, gue Kennan. Sahabat si geblek ini. Lo... "

"Saya Laras, Mas." Jawab perempuan itu setelah meletakkan nampan berisi seteko kopi dan sepiring mendoan serta pisang goreng yang tadi dibikin bareng Mbak Ermin.

"Laras saudaranya Om Suta ya?"

Laras menggeleng. Ia menatap sejenak pada suaminya yang sudah memasang ekspresi kaku. "Saya pembantu barunya!"

****



Miss Dandelion Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon