Dua

1.8K 205 3
                                    

Atas bujukan pria yang mengaku sebagai sopir atasannya yang baru, akhirnya Laras ikut masuk ke dalam mobil itu.

Alphard 2.5 HEV adalah mobil mahal yang baru kali ini Laras tumpangi. Ia pernah masuk ke dalam mobil Mustang Shelby  GT 350-H  milik bosnya yang lama. Namun meski pun punya interior yang meneriakkan kata "mahal" dan "mewah", orang tidak akan berpikir untuk melakukan hal- hal nakal di dalamnya.

Karena mobil ini juga mengesankan sesuatu yang dingin. Seperti pemiliknya yang kini berkutat dengan tablet di tangannya.

Sementara Laras hanya jadi ornamen pelengkap di dalam mobil yang kini melaju dengan tenang ke rumah sakit internasional yang letaknya tidak begitu jauh dari kantor.

Laras bergerak- gerak gelisah di kursinya. Dia belum tahu pasti untuk apa sang bos harus melakukan check up. Karena menurut penglihatannya, pria itu sama sekali tidak terlihat sedang sakit. Bahkan tampak bugar.

Pertanyaan di benak Laras baru terjawab beberapa saat kemudian, ketika mobil merapat ke IGD. Beberapa perawat telah menunggu. Sopir yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak Gun, buru- buru melompat turun dari jok pengemudi. Kemudian berlari ke belakang untuk mengeluarkan kursi roda dan membawanya ke dekat pintu mobil.

Untuk sesaat lamanya, Laras terpana. Ia baru tahu kalau ternyata kaki Suta tidak dapat berjalan. Pria itu pun tiba- tiba saja melemparkan tatapan sinisnya melihat sorot iba di mata Laras, sebelum dibantu turun duduk ke kursi roda.

"Non Laras mau nunggu di sini atau ikutan masuk?"

"Emang saya boleh, Pak?" aneh saja. Dia kan baru wawancara dan diterima jadi sekretaris direktur Ranjana. Bahkan dia belum aktif saat ini. Tapi yang dia tahu sudah kelewat banyak untuk ukuran pegawai baru.

Dan dia juga merasa tidak enak pada atasan barunya itu. Suta sepertinya tidak suka ditatap dengan iba. Tapi siapa pun yang melihatnya di atas kursi roda, mau tak mau akan merasa iba kalau bukan bertanya- tanya. Gerangan apa yang menjadi penyebab pria dengan wajah sempurna dan kharisma luar biasa itu menjadi tidak  berdaya di atas kursi roda?

"Itu ada taksi banyak di depan rumah sakit, Pak Gun. Saya pamit dulu. Ada urusan!" Laras buru- buru ngacir. Dia tidak berniat untuk melibatkan dirinya dalam urusan pribadi orang lain. Apalagi orang itu adalah bosnya.

Cukup sekali saja ia terlibat terlalu jauh dengan masalah orang lain.

***

Rencananya, Laras akan membeli lauk untuk makan malam. Dekat dengan indekosnya, ada warteg. Biasanya, perut perempuan itu bisa cukup dipuaskan hanya dengan terong balado dan telor dadar, juga kerupuk. Nasi sudah ia masak di rice cooker.

Tempat kosnya berada di kawasan Kampung Melayu, di depan bangunan kos enam lantai yang ditempatinya, ada kos khusus cowok. Dan beberapa hari ini, Laras memang lagi menghindari untuk bertemu dengan seseorang.

Namanya Andri. Lelaki itu hanya lebih tua dua tahun dari Laras, dan bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan.

Mati- matian Laras menghindari untuk bertemu pria itu dengan meminjam motor milik Lisda, tetangga kosnya yang bekerja sebagai teller di sebuah bank, tapi nyatanya, takdir seolah tidak berpihak pada Laras.

Andri malah sedang makan di warteg itu bareng teman- teman satu kosnya. "Eh, Dik Laras..." Itu suara Beno, yang memang hobi menggoda Laras, sejak gadis itu masuk ke kosan Bu Roro. "Mau beli makan malam juga, Dik?" Yayan, pria berambut gondrong yang bekerja di bengkel itu menimpali.

Sementara yang disindir hanya menundukkan kepalanya. Melanjutkan mengunyah makanannya. "Iya, Mas..." Laras menjawab dengan sopan.

Laras memang selalu menanggapi semua basa- basi para penghuni kos dengan sopan. Karena ibunya juga kerap mewanti- wanti supaya Laras jangan terlalu judes dengan orang lain.

Miss Dandelion Where stories live. Discover now