Tujuh Belas

1.4K 208 11
                                    

Setiap pagi dan sore, selama sekitar dua puluh menitan, Laras akan membantu Suta untuk latihan berjalan.

Pak Abas dibantu Pak Gun membuat campuran semen dan batu koral di taman belakang yang tak seberapa luas itu. Di kiri dan kanannya dipasangi palang besi sepanjang tiga meter. Di sanalah setiap hari Suta akan berjalan selama dua puluh menit.

Kalau pas lagi jengkel sama Laras, dia minta bantuan Pak Gun atau Pak Abas. Kalau lagi adem hatinya Laras boleh membantu.

Tapi seringnya, Suta tidak mengizinkan Laras untuk mendekat saat Suta harus berjalan tertatih- tatih tanpa kruknya.

Hanya saja, sebulan kemudian, pria itu menunjukkan kemajuan. Ketika kontrol ke rumah sakit, fisioterapisnya bilang bahwa Suta tak memerlukan tongkatnya lagi.

Di bulan yang sama juga kehamilan Laras mulai tampak. Perutnya mulai membuncit, tapi belum ada yang mencurigainya di kantor, karena Laras selalu memakai pakaian yang longgar.

Lagi pula, sepengetahuan penghuni kantor, dia memang sudah menikah dan suaminya ada di Bandung. Dan rupanya, lagi- lagi itu jadi bahan nyinyiran dan gunjingan di kantor.

Ada yang bilang sepertinya Laras memang belum menikah. Dia cuma dijadikan simpanan Om- Om senang. Itu adalah pendapat Cynthia yang memang sejak awal tak menyukai kehadiran Laras di Ranjana.

Ada yang bilang pernah melihat Laras jalan dengan seorang pria. "Bisa jadi itu suaminya. Waktu itu dia yang jemput Laras di depan kantor. Orangnya seumuran kita- kita kok." Yunita membela.

"Alah! Gue yakin deh, tuh. Dia pasti hamil di luar nikah! Dan nggak ada suaminya!" cetus Cynthia dengan gaya nyinyirnya itu. "Ke sini cuma mau jebak Pak Suta doang tuh. Berharap mau mungut dia!"

Yunita menggeleng ke arah Fitri. Gadis itu hanya mengangkat bahu.

Sementara Laras sendiri menghadapi situasi itu dengan satu sikap saja; tidak peduli. Toh, dia tidak harus berurusan terlalu sering dengan Cynthia.

Perempuan itu cuma tidak suka dengan kehadiran Laras di Ranjana. Entah apa penyebabnya, Laras pun tak ingin tahu.

Masalah kehamilan ini saja sudah bikin dia kalang kabut. Dokter Rio memberinya akses ke seorang dietitian di Hemera Clinic, sebuah klinik premium yang akan membantu mengatur menu makanan Laras.

"Berat badan Bu Laras turun. Tapi tekanan darah enggak stabil itu. Kurang istirahat juga kayaknya."

Laras cuma menyeringai. Hamil bukan perkara mudah. Setiap malam, dia bergelut dengan sakit pinggang, punggung bagian bawah, sulit tidur karena kepanasan. Walau di kamar Suta AC nya 2 PK.

Kalau masalah makan sih, memang dia kadang nafsu makan ada. Kadang juga tidak nafsu sama sekali. Penginnya minum melulu.

Lagi pula, meski sudah menikah dengan Suta, dia harus menghadapi kehamilan ini sendirian. Tidak bisa bermanja- manja sama suami. Tidak bisa minta pijat. Mana setiap pagi rasa mual itu masih datang.

Belum lagi mesti makan hati kalau Suta kumat galaknya. Belum lagi kalau Elida--- kakak perempuan Suta--- mendadak mampir dan selalu menatap Laras seolah dia adalah bakteri yang mesti disingkirkan.

Dan kalau Elida datang, biasanya Cynthia langsung mendekati untuk cari muka dengan menjelek- jelekkan Laras.

Saat mood nya sedang baik- baik saja, biasanya Laras bisa menghadapi penghinaan mereka dengan tabah. Tapi namanya ibu hamil, ya, kadang- kadang juga bisa lepas kendali lantaran hormon yang meledak- ledak. Kalau sudah begitu, demi menghormati Suta, dia lebih memilih buat mengalah.

Karena tekanan batin yang terus terakumulasi itulah, Laras pingsan di kantor.

Saat itu, Suta sedang mengecek store yang ada di Bogor bersama Elida Syahid dan Linda. Di kantor hanya ada Dhea dan beberapa anak buyer. Termasuk Davinsha yang saat itu baru saja pulang dari Solo.

Miss Dandelion Where stories live. Discover now