Chapter Four

3.5K 276 45
                                    

Thank you for anyone who stays read until this part, or vote, I'm so appreciated :) And also this chapter including explicit content, so If you're under age, please beware :) ily!

-

-

"Tell me you love me. If you don't, then lie, oh lie to me." – Coldplay

-

-

Suara itu masih terngiang di telingaku.

Di kepalaku.

Suara yang mampu meluruhkan pertahanan seluruh laki-laki normal. Bertekuk lutut padanya. Memohon. Bergairah. Terobsesi. Membangunkan alat vital mereka.

Dan suara itu berasal dari kamar Glenn.

Aku mendorong pintu kamar Glenn yang tak terkunci. Selanjutnya, aku tak lagi dapat merasakan tubuhku ketika menyaksikan apa yang ada di depan mataku. Sosok Glenn yang tak berpakaian membelakangiku, menghadap seorang wanita yang bersomplokkan pada tubuhnya dengan mata terpejam seperti tengah mabuk kepayang.

Cerobohnya, aku menyiku vas bunga yang ada di sampingku. Suara vas yang jatuh menghentikan segala pergerakanku, juga mereka. Glenn menoleh padaku. Matanya membelalak ketika melihatku. Terkejut, sudah pasti. Dia telah tertangkap basah dalam keadaan seperti ini.

"Jane.."

Aku berbalik. Pergi menjauh dari mereka. Tangan dan kakiku gemetar. Aku tau Glenn mengikutiku di belakangku. Dia meraih bahuku, memutar balik tubuhku. Pandangan mataku tertunduk. Aku tak sanggup menatap kedua matanya. Bahkan melihat sosoknya seperti membawaku pada rasa takut.

"Jangan sentuh aku." Aku menyentak.

"Jane.." Dia memegang kuat pergelangan tanganku. Aku berusaha melepaskannya, tapi aku terlalu lemah untuk melawannya.

"Apa yang akan kau jelaskan, Glenn?" ucapku dengan suara bergetar.

"Ada sesuatu yang tak kau mengerti," suaranya terdengar serak.

"Apa yang tidak ku mengerti?" akhirnya aku memberanikan diriku menatap wajahnya. Glenn hanya mengenakan celana dalamnya. Dalam jarak sedekat ini, aku dapat melihat wajahnya yang memerah dengan jelas, juga keringat yang membanjiri tubuhnya. Dia persis orang sehabis mabuk minuman.

Glenn tergagap sebelum akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutnya. "Maafkan aku."

Air mata telah turun dari mataku dan membasahi pipiku. Kutepis tangannya dari pergelanganku. "Aku selesai denganmu."

***

"Aku seharusnya tidak mengenalkanmu padanya, kau tau? Aku jadi merasa bersalah. Lebih-lebih setelah aku bercerita banyak tentang Jamie."

Vern hampir mengamuk usai mendengarkan curahan hatiku. Bagaimana Glenn mengkhianatiku sebegitu teganya. Bagaimana kami mengakhirinya. Mataku berkaca-kaca, tapi setidaknya kini aku dapat mengendalikan diriku untuk tidak menangis kacau seperti tadi malam. Dan tentu saja aku tidak bilang apapun soal Thomas. Vern tidak perlu tau tentang yang satu itu.

"Tentu ini bukan salahmu, Vern," kataku. Dan aku sungguh-sungguh. Vern sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini.

"Dasar si brengsek itu. Jika aku bertemu dengannya, ingin sekali kucekik lehernya sampai dia kehabisan nafas."

Aku tersenyum lemah. "Terima kasih, Vern. Tapi kau tak perlu turun tangan. Sekarang kau ada di sini untuk mendengarkanku, dan itu sudah lebih dari cukup."

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang